5 Pertanyaan Finansial untuk Persiapan Pernikahan

Punya rencana untuk melamar pasangan dan mengajaknya menikah? Ketahui dulu kondisi finansial pasangan dengan beberapa pertanyaan ini.

Dalam teori dan praktiknya, menikah membutuhkan lebih dari rasa percaya, ikatan emosional yang erat, dan kasih sayang. Namun, terkadang perasaan–perasaan romantis yang ada justru menjadi penghalang terhadap keterbukaan masalah keuangan.

Meski Kaya, Selebriti Ini Pilih Pernikahan Sederhana

Padahal, menikah bisa menjadi permulaan dari aktifitas yang penuh dengan perhitungan, harapan yang tidak tercapai, dan ketidakcocokan. Di sinilah pentingnya kamu dan pasangan mengetahui kondisi keuangan masing-masing sebelum berkomitmen untuk hidup bersama.

Bagaimana caranya? Gunakan 5 pertanyaan ini.

1. Berapa Jumlah Utang Dia?

Sebagian orang memang menganggap tabu saat berbicara tentang topik utang. Mereka menganggap, saat berbicara tentang topik ini sama tidak sopannya dengan membahas topik mengenai politik dan agama. Namun, demi masa depan yang lebih baik, buang jauh-jauh kedepan pintu aturan tersebut ketika memutuskan untuk hidup bersama.

Kamu harus mengetahui semuanya, mulai dari utang kartu kredit, jumlah cicilan, cicilan kendaraan bermotor, cicilan rumah, dan lainnya. Bahkan, jika kalian belum memutuskan untuk menggabungkan rekening bersama, hutang milik pasangan. Kamu akan tetap berpengaruh terhadap kontribusi pengeluaran harian rumah tangga.

Mungkin saja kamu menganggap calonmu cukup mapan dengan gaji besar tiap bulannya. Namun, bila pasanganmu selalu hidup dibawah standar karena uang bulanannya selalu habis untuk membayar utang, bisa jadi malah kamu yang menjadi tulang punggung keuangan keluarga.

(Baca juga: Langkah Jitu Ajukan KPR untuk Pasangan Muda)

Mengenai kondisi ini, bukan keputusan yang salah jika kamu akhirnya harus mengundur tanggal pernikahan hingga seluruh utang pasanganmu dapat ditangani dengan baik.

2. Apakah Kamu Masih Mendapatkan Subsidi? 

Kebalikan dari utang adalah sumber pemasukan yang tidak diketahui. Kamu perlu mengetahui jika orang tua kekasih masih terus mengirimkan uang ke rekeningnya setiap bulan.

Walaupun biasanya uang tersebut tanpa syarat apa–apa. Orang tua yang masih sering mengirimkan uang kepada anaknya, biasanya ingin tahu untuk apa uang tersebut dibelanjakan. Jadi subsidi uang dari orang tua bisa membuat urusan keuangan diawasi oleh auditor independen, dan bisa jadi harus memberikan laporan bulanan dari semua pengeluaran yang  dilakukan kepada orang tua pasangan.

Kamu juga harus menyadari bahwa subsidi tersebut tidak akan berlangsung selamanya. Bila pasangan telah terbiasa dengan subsidi tersebut, kamu berdua harus mempersiapkan rencana kedepan, bagaimana 7 Kesalahan Mengelola Keuangan yang Bisa Hancurkan Pernikahan tanpa subsidi tersebut.

3. Bagaimana Dia Menghabiskan Uangnya?

Menghabiskan uang, bahkan untuk membeli barang-barang mewah, bukanlah sesuatu yang buruk. Terutama jika kamu telah mengalokasikan tabungan dan Anda memang mampu untuk membelinya.

Namun, setiap orang memiliki pendapat sendiri mengenai barang apa saja yang berharga. Karena itu, bisa jadi pasangan nantinya akan menjadi sangat cerewet ketika kamu menghabiskan uang untuk membeli sepasang sepatu, koleksi tas terbaru atau gadget mahal.

Anggapannya benda tersebut tidak penting dan pemborosan. Di sinilah pentingnya komunikasi mengenai apa yang penting bagi masing–masing pasangan. Identifikasi pengeluaran apa saja yang harus ditanggung secara bersama-sama.

(Baca juga:Â Peluang Bisnis Parcel di Ramadhan 2020)

Tentu saja kamu juga harus melihat tanda–tanda adanya pengeluaran yang tidak sehat. Sebab pengeluaran yang tidak terkontrol dapat menghabiskan berapapun besarnya pemasukan.

Contohnya adalah kebiasaan minum ke bar tiap malam, atau kebiasaan belanja impulsif berbelanja di toko online yangbisa jadi sebuah blackhole yang menyedot berapapun budget yang dianggarkan setiap bulannya. Untuk membongkar kebiasaan jelek tersebut, kamu harus melihat laporan pengeluaran dia satu persatu.

4. Apa Rencana yang Dimilikinya 5 Tahun Kedepan?

Ambisi dan tujuan jangka panjang harus disatukan dengan kondisi keuangan rumah tangga. Bila kamu berencana menabung untuk pensiun, sementara pasangan ingin hidup untuk saat ini saja, maka kemungkinan besar dia akan menghabiskan sebagian besar uangnya untuk liburan, pesta atau membeli gadget. Atau bahkan pasanganmu mungkin jengkel karena kamu terus menabung untuk masa depan yang dia pikir akan selalu baik–baik saja.

Tujuan jangka pendek juga sama pentingnya. Jika salah satu dari kamu dan pasangan ingin menabung untuk sebuah liburan impian, sementara lainnya ingin menabung untuk uang muka (DP) cicilan dumah, maka salah satu pihak harus mau mengalah.

(Baca juga: Mau Kredit Rumah atau Kredit Apartemen?)

Tidak seperti permasalahan lain dalam artikel ini, perbedaan prioritas bukan berarti harus menjadi harga mati bagi hubungan. Salah satu cara untuk mengatasi perbedaan prioritas tersebut adalah dengan mau mengalah. Jika saling mendukung tujuan masing–masing, maka semuanya akan menjadi pemenang.

5. Bagaimana Membagi Tagihan?

Misalkan kamu telah berhasil mengatasi pertanyaan 1–5 dan tetap ingin hidup bersama, pertanyaan terakhir ini masih cukup penting, yaitu bagaimana kesepakatan Anda berdua dalam pembagian pengeluaran?

Apakah satu pihak yang membayar semuanya di awal, dan tinggal membaginya diakhir bulan? Atau, kamu akan membagi tagihannya dan membayar masing–masing dengan seimbang? Bila salah satu pasangan pemasukannya lebih besar, apakah dia membayar tagihan dengan persentase lebih besar?

Keputusan-keputusan tersebut terlihat tidak begitu rumit. Namun, ketika kamu hidup bersama dan sama sekali tidak ada pembicaraan atau kesepakatan mengenai hal tersebut, akan dapat dengan mudah memicu kejengkelan karena kamu berdua tidak berada di pola pikir yang sama.