Belajar Mitigasi Bencana dari India

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperingatkan cuaca ekstrem masih akan melanda beberapa wilayah di Indonesia. Kamu yang tinggal di daerah rawan bencana diharapkan waspada dan juga berhati-hati. Meskipun belum ada himbauan dari pemerintah untuk melakukan evakuasi, ada baiknya kamu mulai mempersiapkan semuanya, bahkan untuk kemungkinan terburuknya sekalipun.

Sistem mitigasi bencana di Indonesia sejatinya sudah terus mengalami peningkatan. Sejak dihantam tsunami pada tahun 2004, pemerintah terus berbenah untuk memperbaiki dan meningkatkan sistem mitigasi bencana yang ada.

BMKG dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selaku garda terdepan dalam antisipasi bencana alam juga terus memberikan peringatan tentang potensi kejadian yang ada. Namun tidak ada salahnya juga untuk menengok program mitigasi dari negara tetangga, India misalnya.

(Baca juga: Mengenal Dato Sri Tahir Si Tajir yang Selalu Hadir di Setiap Bantuan Bencana)

Evakuasi manusia terbesar dalam sejarah

Melansir laman World Economic Forum (weforum), salah satu negara bagian di India, Odisha merupakan wilayah yang sangat rentan terkena topan.

Bahkan dalam satu abad terakhir, dari 1.019 ganggan badai yang ada di benua India, 890 diantaranya berada di sepanjang pantai timur dan 260 badai dari gangguan badai yang ada singgah di wilayah yang berada di pesisir timur India itu.

Beberapa topan besar yang menyapa Odisha adalah Super Topan pada tahun 1999 yang menelan korban 10.000 jiwa, Topan Phailin pada 2013, Topan Titli di 2018 dan terbaru adalah Topan Fani di 2019.

Ada yang menarik dalam proses tanggap bencana yang dilakukan oleh pemerintah India.

Untuk mengamankan warganya dari bencana atas terjangan topan Fani, terjadi proses pemindahan manusia atau evakuasi terbesar dalam sejarah.

Sebanyak 1,5 juta warga yang tinggal di wilayah Odisha di evakuasi dalam waktu 24 jam. Topan monster yang menghantam Odissa merupakan salah satu topan terganas yang ada.

Dengan adanya evakuasi besar-besaran jumlah korban jiwa akibat topan Fani bisa ditekan signifikan. Tercatat sekitar 33 jiwa melayang dari terjangan badai berkekuatan maksimal 250 kilometer per jam itu.

Lalu bagaimana India bisa bersiap? Indonesia sejatinya bisa mencontoh aksi pencegahan bencana yang dilakukan India.

Mengingat letak geografisnya yang berdekatan, berpotensi membuat negeri ini juga rawan akan bahaya topan.

1. Membangun infrastruktur untuk perlindungan terjangan topan

Pada tahun 1999 hanya ada 75 tempat perlindungan topan di sepanjang garis pantai. Tetapi setelah itu, sekitar 800 tempat perlindungan topan multiguna dan tempat penampungan banjir telah dibangun di pesisir.

Otoritas Mitigasi Bencana Negara Odisha (OSDMA) bekerja sama dengan Institut Teknologi Informasi (IIT) Kharagpur merancang struktur yang terkait mitigasi terjangan topan.

Proyek ini dirancang untuk mampu menahan kecepatan angin hingga 300 kmpj dan gempa bumi sedang.

Dasar bangunan tersebut memiliki didirikan diatas garis banjir atau high flood line (HFL). Selain itu, kontstruksi lantai dibuat kaku guna memastikan bangunan tidak terpengaruh oleh gelombang badai hingga ke lantai satu.

2. Dibentuk otoritas menajemen bencana otonom

Otoritas Manajemen Bencana Odisha (ODMA) dibentuk sebagai badan otonom untuk memerangi situasi darurat selama bencana.

Ini terbukti sangat efektif karena negara tidak lagi bergantung pada pemerintah pusat dan dapat bertindak cepat.

3. Manfaatkan teknologi

1,8 crore pesan SMS dikirim oleh Sistem Siaga Berbasis Lokasi (LBAS) dan Sistem Siaga Berbasis Grup (GBAS) untuk memperingatkan orang.

Berbagai Kolektor Distrik juga mengerahkan pasukan polisi dan sukarelawan untuk menggunakan metode tradisional (seperti mikrofon) untuk mengumumkan topan yang masuk.

Mereka mengerahkan segala yang mereka miliki seperti lewat 2,6 juta pesan teks, 43.000 sukarelawan, hampir 1.000 pekerja darurat, iklan televisi, sirene pantai, bus, petugas polisi, dan sistem alamat publik.

Pemetaan rumah dan populasi, desa demi desa juga sangat membantu administrator kabupaten untuk menjangkau seluruh individu guna memastikan proses evakuasi berjalan lancar.

(Baca juga: Antisipasi Banjir, Siapin Hal-hal Penting Ini Termasuk Tas Siaga Bencana)

4. Siap siaga terus dipertahankan

Setelah menerima pemberitahuan awal dari layanan peringatan topan, Odisha bersiap untuk menilai tingkat kesiapsiagaan respons yang efektif setelah pendaratan.

Pemerintah Odisha mengevakuasi hampir 1,55 juta orang ke 9.177 tempat penampungan, termasuk 879 tempat penampungan multi-guna / banjir dan tempat penampungan aman lainnya seperti sekolah dan bangunan umum.

Sekitar 25.000 wisatawan diungsikan dari daerah rawan dengan memobilisasi 23 kereta khusus dan 18 bus. Semua kegiatan penangkapan ikan dihentikan dua hari sebelum pendaratan.

Pemerintah menyelenggarakan kampanye kesadaran besar-besaran untuk memberi tahu orang-orang tentang kekuatan dan terjadinya topan.

Dua puluh unit Pasukan Tindakan Cepat Bencana (ODRAF) Odisha, 335 unit Layanan Pemadam Kebakaran, dan 25 unit Pasukan Tanggap Bencana Nasional (NDRF) dikerahkan di distrik pesisir untuk operasi pencarian dan penyelamatan.

Relawan dimobilisasi untuk mendukung pemerintah daerah dan masyarakat dalam evakuasi, distribusi bantuan dan manajemen tempat tinggal.

Instruksi dikeluarkan untuk semua lini departemen guna mengatur dan menyediakan bantuan penyelamatan bagi para pengungsi yang akan tiba.

5. Kepemimpinan yang baik

Unsur yang paling penting tetapi kurang diperhitungkan pada saat tanggap bencana adalah kepemimpinan. Naveen Patnaik, Menteri Odisha langsung mengalami tragedi topan super 1999 sesaat setelah menjabat.

Dia harus memperbaiki kerusakan dan memprioritaskan kehidupan manusia. Dia menetapkan tujuan yang jelas dan pemberdayaan administrasi sampai ke “akar rumput untuk memberikan bantuan dan rehabilitasi.

Visinya telah berkembang dari fokus pada penyelamatan nyawa menjadi menciptakan infrastruktur tahan badai. Negara bertujuan untuk mengubah hampir 7 juta rumah non-pakka (non-beton) menjadi rumah pakka.

Jadi, sumber daya dapat diinvestasikan dan proses restorasi bisa dilakukan lebih cepat dari sebelumnya dengan mengurangi kebutuhan akan evakuasi.