Bocor Data Facebook, Ini Bagaimana APJII Menyikapinya
3 menit membaca
Kasus kebocoran data Facebook terkait upaya pemenangan Presiden Trump di AS atau yang dikenal dengan istilah Cambridge Analytica memang membuat gusar publik di seluruh dunia.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) baru-baru ini menyatakan sikapnya terkait kebocoran data 50 pengguna Facebook itu.
APJII menilai krisis yang mendera facebook melibatkan Cambridge Analytica terkait upaya pemenangan Presiden Trump di AS itu harusnya bisa menjadi momentum mengevaluasi Facebook sebagai media sosial terbesar di dunia. Selain itu, perlu didorong bangkitnya media sosial yang dikreasi anak bangsa.
Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga APJII Tedi Supardi Muslih mengatakan, berdasarkan hasil survei lembaganya, jumlah pengguna internet di Indonesia pada 2017 telah mencapai 143,26 juta jiwa dari total 262 juta jiwa penduduk Indoesia. Kebanyakan dari jumlah itu menggunakan internet untuk berinteraksi di media sosial.
“Kebocoran data itu adalah momentum untuk mengevaluasi Facebook. Apalagi, Facebook juga tercatat sebagai pemilik Whatsapp dan Instagram. Sebaiknya ini juga jadi momentum kebangkitan media sosial Indonesia. Jangan sampai masyarakat Indonesia hanya jadi pengguna saja,” ujar Tedi dalam keterangan resmi.
Tedi memaparkan, bedasarkan hasil riset lembaganya pada 2017, pertumbuhan penetrasi internet di Indonesia sepanjang 2017 menunjukkan separuh pengguna teknologi internet adalah milenial (49,52 persen).
Menurut survei tersebut, pengguna teknologi internet bukan hanya dinikmati oleh yang berada di perkotaan. Bila dirunut berdasarkan wilayah, terungkap bahwa penetrasi pengguna internet terbesar ternyata ada di Pulau Kalimantan dengan penetrasi hingga 72 persen.
Jumlah itu jauh di atas Pulau Jawa yang hanya 58 persen populasi penduduk. Ini berarti, ada akses yang relatif sama bagi milenial di seluruh Indonesia.
“Dengan jumlah pengguna internet sebanyak itu, Indonesia tercatat sebagai negara pengguna Facebook terbanyak ke-4 di dunia. Jadi, dengan potensi pelanggan sebanyak itu harusnya bisa muncul media sosial khas Indonesia, kita tidak hanya menjadi konsumen,” ujar Tedi.
Menurut Tedi, Indonesia sebaiknya bisa mencontoh China yang bisa melaju di dunia internet dengan media sosial seperti Baidu, Weibo, dan Wechat.
(Baca juga: 6 Desainer Wanita di Indonesia Paling Berpengaruh)
Hati-hati Soal Privasi
Senada dengan Tedi, ahli digital forensik Rubi Alamsyah menanggapi kasus kebocoran data Facebook itu sebagai pembelajaran mengenai pentingnya kehati-hatian dan privasi di media sosial.
“Media sosial ini kita gunakan secara gratis, banyak manfaat yang kita dapat. Tapi sejak mendaftar dan instal, sering kali orang banyak yang lupa mengenai kehati-hatian membagikan data-data yang bersifat pribadi,” ujar Rubi.
Menurut Rubi, pengguna media sosial di Indonesia masih perlu diedukasi mengenai pentingnya perlindungan data pribadi agar tidak disalahgunakan oleh pihak ketiga.
“Di Amerika, kesadaran mengenai privasi sudah sangat tinggi. Berbeda dengan di Indonesia, kita masih sangat rendah. Kita menggunakan media sosial, seringkali kebablasan membagikan data yang bersifat pribadi secara sukarela, padahal itu penting,” tegas Rubi.
Pentingnya RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP)
Refleksi lain dari kasus bocornya data 50 juta pelanggan Facebook, menurut Tedi, adalah pentingnya keamanan data pribadi. Tedi yang aktif Ia mendesak Kementerian Kominfo untuk segera mengegolkan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) sebagai prioritas dalam program legislasi nasional (prolegnas) DPR RI.
Menurut Tedi yang tercatat sebagai inisiator berdirinya Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) itu, skandal bocornya data 50 juta pengguna Facebook memang menjadi sorotan karena melanggar privasi yang notabene merupakan hak setiap manusia yang harus dihormati.
(Baca juga: 5 Pinjaman Modal Usaha Tanpa Kartu Kredit, Anti Ribet!)
“Jangan sampai kasus mallware Wannacry terulang lagi. Pemerintah baru membentuk BSSN, setelah ada kasus Wannacry. Sekarang, setelah ada kebocoran data pengguna Facebook, kita baru melangkah mengenai pentingnya perlindangan data pribadi,” tegas Tedi.
Tedi menyesalkan RUU Perlindungan Data Pribadi sendiri tidak masuk dalam Prolegnas 2018. Meski DPR dan Kemnkominfo mendorong, Kemenkumham lebih memilih RUU lainnya untuk diprioritaskan selesai pada tahun ini.
Jika Anda salah satu pengguna Facebook yang aktif, maka sebaiknya mulai berhati-hati dalam mengatur privasi dan kerahasiaan data pribadi. Anda sebaiknya juga mengecek update dari gadget yang biasa dipakai untuk mengakses Facebook.
Jika Anda membutuhkan gadget yang lebih baru agar tetap aman, dapatkan berbagai promo menarik dengan pembelian melalui kartu kredit melalui CekAja.com.