Dua Social-Entrepreneur Terbaik Dunia Berasal dari Indonesia

pengusaha muda _ pinjaman usaha - CekAja.com

Baru-baru ini, forbes merilis daftar 30 social-entrepreneur terbaik dunia yang berumur di bawah 30 tahun. Menariknya, dua di antara mereka berasal dari Indonesia. Artikel ini munculkan lima orang di antaranya.

Membuat aplikasi smartphone untuk mengedit foto, menciptakan media sosial tandingan, atau game yang kemudian diunduh banyak orang, memang bisa membuatmu cepat kaya. Tapi apa yang dilakukan oleh orang-orang ini bukan sekedar memperkaya diri, tapi turut memberdayakan masyarakat sekitar. Meski berada dalam kerangka bisnis, mereka tetap mementingkan kesejahteraan orang yang membutuhkan alih-alih menomorsatukan profit. Inilah daftar para social entrepreneur yang memecahkan masalah dunia lewat bisnis rilisan. Yang lebih inspiratif lagi, usia mereka semua di bawah 30 tahun dan dua di antaranya merupakan putra-putri Indonesia.

Heni Sri Sundani, 28, Indonesia

Penggagas komunitas Gerakan Anak Petani Cerdas dan AgroEdu Jampang Community

Heni

Awalnya, Heni merupakan seorang imigran asal Indonesia yang tumbuh dalam kemiskinan. Sundani pernah menjadi Tenaga Kerja Wanita yang kerja di Hongkong, demi menghidupi keluarganya di kampung. Perjalanannya sebagai TKW tidak mulus. Ia pernah bermasalah dengan agen tenaga kerja yang mengirimnya ke Hongkong.

Namun terlepas dari permasalahan yang mendera, Heni memutuskan untuk melanjutkan sekolah di jurusan manajemen enterpreneur di Saint Mary University, Hongkong. Sepulangnya ke tanah air, dia pun menggagas komunitas Gerakan Anak Petani Cerdas dan AgroEdu Jampang Community, sekolah gratis dan pemberdayaan masyarakat untuk mengatasi isu kemiskinan di perkampungan Inonesia.

Muhammad Alfatih Timur, 24, Indonesia

Co-Founder dan CEO KitaBisa

Alfatih

Alfatih adalah anak muda penggagas Kitabisa.com, platform penggalangan dana pertama yang mengangkat isu sosial Indonesia. KitaBisa setidaknya telah menolong 37 ribu masyarakat lewat lebih dari 590 petisi dan mengumpulkan lebih dari Rp6,5 miliar.

Sebelum membentuk KitaBisa, Alfatih merupakan asisten CEO Rumah Perubahan yang digagas oleh Rhenald Kasali. Tahun 2014 Ia mendapat penghargaan penghargaan sebagai juara 1 ICT Award yang didedikasikan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Republik Indonesia. Alfatih merupakan sarjana manajemen dari Universitas Indonesia.

(Baca juga: Wanita Single Miliki Potensi Lebih Sukses Bila Jadi Entrepreneur)

Jamie Chiu, 29, Hong Kong

Psikolog, CEO of LULIO

Jamie Chiu

Jamie Chiu mempunyai misi untuk membantu remaja-remaja yang memiliki kegalauan hidup. Ia lahir di Hong Kong, namun tumbuh di Ghana, dan menghabiskan masa remaja di Australia. Jamie berangkat dari kegelisahan dan krisis harga diri saat harus beradaptasi hidup di beberapa negara. Pada 2012, Ia menggagas pelayanan tumbuh kembang remaja, penyedia layanan psikologi untuk 25 sekolah yang diikuti lebih dari 3000 siswa di Hongkong.

Di tahun 2015, Ia menciptakan LULIO, aplikasi ponsel berupa permainan yang menyajikan kesejahteraan psikologis, serta sebuah teknologi yang mampu berkordinasi dengan sekolah untuk mencegah risiko-risiko tekanan psikologis seperti keinginan bunuh diri lewat bermain games. Selain itu, dia juga bekerja sebagai konsultas psikologi di Christian Action Chungking Mansion, Hong Kong.

Kaito Miwa (29) & Atshuyoshi Saisho (28), Jepang

Cofounders e-Education Project

kaito

Tahun 2010, mereka berdua menggagas e-Education, yang memiliki tujuan untuk mencapai pengembangan kualitas pendidikan di negara berkembang dengan menggunakan teknologi edukasi jarak jauh. Mereka mengembangkan sebuah platform pendidikan berkualitas internasional melalui keping DVD sebagai media.

Layanan yang mereka ciptakan diperuntukkan khususunya untuk beberapa negara berkembang yang salah satunya adalah Bangladesh, di mana pelajar dari kota-kota miskin di sana sulit untuk mendapatkan kursi di perguruan tinggi yang baik dan bergengsi.

Tengku Ahmad Syamil, 24, Singapura

Cofounder dan CEO Skolafund

Tengku

Syamil memiliki hasrat dalam pengembangan pendidikan dan kepemimpinan di kalangan remaja. Ia pun menciptakan Skolafund, sebuah portal digital yang membantu pembiayaan pendidikan dengan cara penggalangan dana berupa beasiswa.

Tak hanya itu, dia juga mengembangkan Urbane Academy, sebuah mentoring yang fokus pada masalah kenakalan remaja dan telah menangani sekitar 200 remaja per tahun-nya. Sejak 2013, Syamil aktif sebagai anggota komite Community Leaders Forum (CLF) LABS, sebuah organisasi yang menyediakan modal awal untuk mendongkrak inovasi anak muda di Singapura. Syamil mengenyam pendidikan di jurusan keuangan di International Islamic University, Malaysia.

Zihan Ling, 29, China

Founder dan CEO TechBase

Ling

Setelah bekerja di Baidu dan Sohu, perusahaan search engine terbesar di China, hasrat Ling untuk mempromosikan persamaan gender mendorongnya untuk mendirikan TechBase. TechBase merupakan akeselerator yang fokusnya membantu para wanita yang ingin membangun startup teknologi.

Mis Ling adalah untuk menghadirkan lebih banyak persamaan gender dalam bidang industri teknologi. Ide ini tercetus saat ia mengetahui bahwa wanita yang berkecimpung di bidang teknologi hanya satu dari 10 pria di China. Untuk meraih tujuannya, Ling menciptakan program mentoring untuk memperbanyak partisipasi wanita dalam sektor teknologi.