Hal Sepele yang Sering Hancurkan Bisnis Sukses Tapi Diabaikan

gagal berbisnis - CekAja.com

Sebuah data statistik mengungkap, jika delapan dari sepuluh startup gagal sebelum berulang tahun yang kedua. Kamu yang sedang merintis startup pasti bertanya-tanya.

Asumsi termudah adalah bahwa delapan dari sepuluh startup tersebut tidak memiliki ide cukup kuat atau tidak bisa bersaing. Bisa juga karena mereka tidak punya infrastruktur solid dan tidak mengedepankan pelayanan. Semua bisa terjadi pada perusahaan manapun. Baik pada kafe langganan yang terletak di sebelah kantormu atau bahkan kantormu sendiri.

Bisnis yang terlihat baik-baik saja di mata konsumen belum tentu baik-baik saja di mata akuntan dan investor. Bisnis yang mampu bertahan adalah bisnis yang menjawab kebutuhan atau menyelesaikan masalah konsumen, punya infrastruktur fungsional, mementingkan konsumen dan memprioritaskan kualitas pelayanan, serta mendatangkan keuntungan.

Secara teori, bisnis dengan kualitas di atas bisa tumbuh dan berkembang. Lantas mengapa ada bisnis yang gagal? Ternyata kualitas tersebut tidaklah cukup. Ini hal sepele yang menyebabkan bisnis hancur.

Aliran kas (cash flow)

Cash flow merupakan laporan keuangan yang berisikan pengaruh kas dari kegiatan operasi, kegiatan transaksi investasi,dan kegiatan transaksi pembiayaan atau pendanaan serta kenaikan atau penurunan bersih dalam kas suatu perusahaan selama satu periode. Singkatnya, laporan arus kas merupakan revisi dari mana uang perusahaan diperoleh dan dibelanjakan.

Saat cash flow negatif inilah bisnis cenderung bangkrut. Sebuah perusahaan yang menguntungkan di atas kertas, masih dapat mengalami kesulitan mempertahankan arus kas positif.

Tidak berevolusi

Bisnis yang tidak bisa berjalan beririnan dengan teknologi sulit berkembang. Padahal selera konsumen cepat berubah dan ini dipengaruhi pula oleh teknologi. Tak peduli sebagus apapun idemu,  bisnismu bisa mati jika tidak mampu mengikuti perkembanan zaman.

Tidak mengantisipasi saingan

Katakanlah bisnis kue brownies green tea mu adalah yang pertama di kota. Sebagai pioner, kamu belum memiliki saingan. Tapi lambat laun, muncul saingan dengan produk kue brwonies green tea yang lebih lezat, berpenampilan lebih menarik, lebih lezat, dan lebih murah.

Saingan bisa mucul kapan saja, tanpa peringatan, dan bisa merebut pelangganmu secara tiba-tiba. Jangan buru-buru menuduhnya merebut resep rahasia, karena kamulah yang salah karena tidak mengantisipasi persaingan. Untuk kembali memenangkan pasar, kamu harus melakukan inovasi pada produkmu.

(Baca juga:  Sederet CEO yang (Dianggap) Tidak Sukses di Tahun 2015)

Pertumbuhan tidak terkontrol

Pertumbuhan hampir selalu diartikan sebagai hal baik. Padahal tidak selamanya. Beberapa bisnis tumbuh terlalu lambat dan tanpa keuntungan. Bisnis semacam ini biasanya takut untuk mengambil risiko. Tapi yang tidak banyak diketahui orang adalah bahwa bisnis dengan pertumbuhan terlalu cepat juga berisiko sama.

Mempekerjakan orang terlalu cepat, ekspansi terlau cepat, atau berusaha melayani banyak konsumen di tengah keterbatasan infrastruktur justru bisa membuat bisnismu terbang tinggi lalu jatug terempas.

(Baca juga:  10 Perusahaan Ini Malah Lebih Sukses Setelah Ganti Nama)

Kepemimpinan buruk

Bisnis menuntut konsistensi dan kepemimpinan berkualitas tinggi yang mampu menetapkan arah, membuat keputusan, dan menginspirasi tim untuk tetap selaras. Sudah banyak perusahaan yang merugi karena dipimpin oleh orang yang kurang tepat bahkan perusahaan besar sekalipun.

Sebut saja HP Enterprise di masa kepemimpinan Meg Whitman. Selama empat tahun berturut-turut kepemimpinan Whitman, perusahaan yang terkenal dengan produk printernya ini merugi sebanyak USD 20 miliar dan sebanyak 85.000 karyawan di-PHK.