Harga Rokok Naik, Pilih Berhenti atau Beralih ke Rokok Lain?

Pemerintah memutuskan menaikkan tarif rokok cukai rokok per 1 Januari 2020. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menetapkan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 23 persen. Imbasnya adalah harga jual eceran (HJE) rokok naik sebesar 35 persen.

Secara rinci, rata-rata kenaikan tarif CHT tahun 2020 adalah sebesar 21,55 persen dengan rincian tarif CHT untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM) naik 23, 29 persen, Sigaret Putih Mesin (SPM) naik 29,95 persen, dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) naik 12, 84 persen.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan kepada media, kenaikan cukai rokok ini berdasarkan tiga pertimbangan yaitu untuk mengurangi konsumsi, mengatur industri, dan meningkatkan penerimaan negara. Dengan ditetapkannya aturan tersebut, harga sebungkus rokok bisa mencapai Rp30.000. Hal ini tentu saja merupakan kabar kurang menyenangkan terutama bagi para perokok.

Lalu apa yang sebaiknya dilakukan?

1. Kurangi merokok

Hal pertama yang bisa dilakukan adalah mengurangi konsumsi rokok. Misal sehari biasanya menghabiskan sebungkus rokok, mungkin bisa dikurangi menjadi setengah saja. Dengan demikian, meski harga rokok naik, pengeluaran untuk rokok bisa dihemat sehingga tidak mengganggu pos-pos keuangan lainnya.

(Baca juga: Gak Ngerokok Sebulan, Kamu Bisa Investasi di 3 Instrumen Ini)

2. Beralih ke rokok herbal

Perokok juga bisa mempertimbangkan untuk beralih ke rokok herbal. Selain diklaim lebih sehat, rokok herbal juga biasanya dipasarkan dengan harga lebih murah meski banyak juga yang harganya jauh lebih tinggi. Namun, paling tidak hal ini bisa menjadi alternatif bagi kamu yang tidak mau mengurangi merokok.

3. Beralih ke tembakau

Kenaikan CHT hanya berlaku bagi produk rokok, sementara untuk produk tembakau seperti tembakau iris, rokok daun, sigaret kelembak, kemenyan, dan cerutu tidak mengalami kenaikan tarif cukai. Hal ini bisa menjadi alternatif lain. Perokok bisa membeli tembakau iris dan melinting sendiri sehingga lebih hemat.  

4. Coba bandingkan dengan rokok elektrik

Perokok juga bisa mencoba membandingkan dengan harga rokok elektrik. Meski rokok elektrik juga tidak bisa dibilang murah, tapi bisa dibandingkan terlebih dahulu terutama dengan mempertimbangkan tingkat konsumsi. Apakah rokok elektrik bisa lebih hemat dari rokok biasa? Kalau iya, maka rokok elektrik bisa menjadi alternatif pengganti atau sebagai selingan.

5. Memutuskan berhenti merokok, kenapa tidak?

Kamu juga bisa saja memutuskan untuk berhenti merokok sekalian. Mengapa tidak? Dengan berhenti merokok, otomatis kamu tidak perlu mengkhawatirkan masalah harga rokok lagi karena kamu tidak perlu membeli rokok sama sekali. Uang rokok bisa dialihkan ke hal-hal lain yang lebih bermanfaat. Selain itu, dengan berhenti merokok, kamu bisa menjalani gaya hidup yang lebih sehat.

6. Alihkan uang rokok untuk investasi

Langkah ini merupakan tindak lanjut dari langkah sebelumnya. Setelah berhenti merokok sama sekali, uang yang sebelumnya digunakan untuk membeli rokok bisa dialokasikan untuk keperluan lain atau ditabung sebagai investasi.

Bayangkan saja kalau tadinya kamu membeli sebungkus rokok setiap hari, kemudian sekarang tidak membeli rokok lagi dan uangnya kamu kumpulkan. Dalam satu bulan, berapa banyak uang yang terkumpul? Jumlahnya cukup banyak, bukan? Uang ini bisa kamu investasikan dalam berbagai macam cara, misalnya dengan mengikuti program reksa dana atau investasi logam mulia. Dalam waktu satu tahun, kamu akan bisa melihat hasilnya.

(Baca juga: Efek Samping Rokok Elektrik Vape yang Harus Kamu Waspadai)

7. Cari penghasilan tambahan

Akhirnya, kalau kamu tetap tidak mau melakukan cara-cara di atas dan tetap ingin merokok aktif secara nyaman seperti biasa, hal yang harus kamu lakukan adalah bekerja lebih keras untuk meningkatkan penghasilan. Kamu bisa cari penghasilan tambahan yang tentu tidak mengganggu pekerjaan utama kamu.

Sekedar informasi, Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan cukai hasil tembakau per 5 Desember 2019 mencapai Rp143,66 triliun. CHT menjadi penyumbang terbesar dari penerimaan bea dan cukai. Setelah menerapkan kenaikan CHT, diperkirakan penerimaan negara akan naik menjadi sebesar Rp173 triliun.

Namun, apabila kenaikan tarif CHT ini kemudian berimbas pada menurunnya tingkat konsumsi, maka negara juga akan terkena imbasnya karena penerimaan cukai hasil tembakau juga akan mengalami penurunan. Selain itu, penurunan konsumsi juga akan berdampak pada industri rokok dalam negeri.