Hore, Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik! Simak 8 Faktanya

Setelah kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan ditetapkan pada 1 Januari 2020, banyak pihak yang merasa keberatan. Protes itu salah satunya datang dari Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI) hingga menyampaikan gugatan mereka ke Mahkamah Agung dan meminta kenaikan tarif ini dibatalkan.

Hore, Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik! Simak 8 Faktanya

Kabar baiknya, Mahkamah Agung (MA) pun mengabulkan judicial review soal Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 209 tentang Jaminan Kesehatan.

Perpres tersebut mengatur kebijakan kenaikan iuran kepesertaan BPJS Kesehatan sampai dengan 100%. Akhirnya, kenaikan iuran BPJS Kesehatan pun dinyatakan batal.

Seperti dikutip Kompas.com, Senin (9/3), Ketua Majelis Supandi menyatakan bahwa Pasal 34 ayat 1 dan 2 yang mengatur kebijakan naiknya iuran BPJS Kesehatan bertentangan dengan Pasal 23 A, Pasal 28H dan Pasal 34 UUD 1945. Begitu juga Pasal 2, Pasal 4, Pasal 17 ayat 3 UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Selain itu, ada beberapa fakta menarik mengenai batalnya kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan ini. Berikut di antaranya yang perlu kamu ketahui:

1. KPCDI merasa keberatan

Pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini yakni berawal dari adanya protes dari Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI) yang menyatakan bahwa kenaikan iuran itu cukup memberatkan peserta BPJS. Hal tersebut juga menjadi perwakilan atas suara masyarakat.

Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) adalah perkumpulan berbasis gerakan sosial pasien gagal ginjal, yang mengedukasi dan mengkampanyekan kesehatan ginjal serta memperjuangkan hak-hak pasien, dimana berdiri pada tanggal 15 Maret 2015, yang bertepatan dengan peringatan hari ginjal sedunia (World Kidney Day).

2. Bertentangan dengan UU

Menurut juru bicara MA, hakim agung Andi Samsan Nganro seperti dikutip Detikcom, Senin (9/3), menyatakan bahwa Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil itu diputus pada Kamis (27/2). MA menyatakan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 bertentangan dengan sejumlah ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi, di antaranya yang terdapat pada UUD 1945, UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dan lain sebagainya.

4. Angka kenaikan tidak logis

Menurut Pengacara KPCDI, Rusdianto Matulatuwa seperti dikutip dari laman resmi KPCDI, Senin (9/3), kebijakan kenaikkan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen menuai penolakan dari sejumlah pihak salah satunya dari KPCDI.

Angka kenaikan iuran yang besar itu menimbulkan peserta bertanya-tanya dari mana angka tersebut didapat, sedangkan kenaikan penghasilan tidak sampai 10 persen setiap tahun.

Pihaknya menegaskan bahwa Iuran BPJS naik 100 persen ini tak berlandaskan alasan logis dan sangat tidak manusiawi.

Menurutnya, parameter negara ketika ingin menghitung suatu kekuatan daya beli masyarakat, harusnya disesuaikan dengan tingkat inflasi. Karena inflasi tidak sampai 5 persen tapi iuran BPJS dinaikan 100 persen.

(Baca Juga: Cek Layanan dan Penyakit yang Tidak di Cover BPJS Kesehatan)

5. Pasal yang tidak berlaku

Kenaikan iuran BPJS sempat diputuskan dalam sebuah aturan yang tertera di pasal 34. Adapun ayat-ayat dari pasal tersebut dinyatakan batal dan tidak lagi berlaku antara lain sebagai berikut.

(1) Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar:

  • Rp 42.OOO,00 (empat puluh dua ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
  • Rp 110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II atau,
  • Rp 160.000,00 (seratus enam puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.

(2) Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020.

6. BPJS kembali ke iuran semula

Merujuk pada peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya, maka dengan adanya pembatalan tarif kenaikan 100 persen ini maka iuran BPJS kembali ke tarif semula, yaitu:

  • Sebesar Rp 25.500 untuk kelas 3
  • Sebesar Rp 51 ribu untuk kelas 2
  • Sebesar Rp 80 ribu untuk kelas 1
  • Peserta BPJS kebingungan

Atas keputusan dibatalkanya kenaikan tarif BPJS Kesehatan ini, ada sejumlah peserta yang merasa senang.

Namun, ada juga yang mengaku kebingungan. Pasalnya, banyak yang mempertanyakan apakah putusan MA akan berlaku untuk pembayaran iuran bulan-bulan ke depan atau juga berlaku surut.

Hal ini karena sebagian peserta sudah terlanjur membayar iuran sesuai kenaikan terhitung mulai Januari – Maret 2020. Sehingga banyak yang mempertanyakan kebijakan seperti apa yang akan diterapkan kepada peserta yang sudah membayar iuran tersebut.

7. Menunggu Review

Seperti dilansir Kompas.com, Senin (9/3), Menkeu Sri Mulyani menyatakan bahwa pihaknya perlu untuk mereview putusan MA terkait pembatalan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan ini.

Karena disisi lain layanan tersebut memiliki manfaat besar dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara luas. Namun, dari sisi keuangan, asuransi ini justru merugi.

Hal yang sama dikatakan sang wakil Suahasil Nazara seperti dilansir Detik.com Senin (9/3), adanya putusan MA mengenai pembatalan kenaikan iuran ini dirasa masih harus ditinjau lagi, mengingat perubahan tarif tersebut ditetapkan pemerintah sebagai langkah menutupi defisit keuangan BPJS Kesehatan yang mencapai triliunan rupiah.

Seperti itulah kiranya 8 fakta di balik pembatalan tarif iuran BPJS Kesehatanyang telah diputuskan MA.

Walaupun masih menimbulkan pro kontra, setidaknya putusan tersebut meringankan kembali beban peserta untuk memperoleh layanan kesehatan yang lebih terjangkau.

Lengkapi juga perlindungan dirimu dengan memiliki asuransi kesehatan swasta dari CekAja.com. Jadi benefitnya bisa saling melengkapi!

(Baca Juga: Gaji Kecil Mau Punya Asuransi? Ini 5 Trik Dapatkan Premi Terjangkau)