Ingin Karier Sukses Boleh Saja, Asal Jangan Tiru Budaya Kantor di Jepang Seperti Ini
2 menit membaca
Jepang terkenal dengan budaya kerja kerasnya. Tak heran, mereka bisa bangkit dengan cepat meski kalah perang pada tahun 1945. Namun budaya kerja mereka tidak sepenuhnya layak dicontoh oleh kamu. Bahkan di Jepang ada istilah karoshi, yakni meninggal karena kerja berlebihan.
Penyebabnya biasanya karena serangan jantung, stroke, stres, dan diet tidak seimbang. Para pekerja di Jepang memang terbiasa bekerja lebih dari 12 jam atau bahkan 6-7 hari dalam seminggu.
Contoh-contoh dari kasus kematian tiba-tiba akibat kerja berlebihan ini sungguh mengerikan loh! Sebagai contoh, seorang pria yang berprofesi sebagai supir bus bekerja selama 3.000 jam per hari dan tidak pernah libur dalam 15 tahun. Ia terkena serangan struk tiba-tiba pada usia 37 padahal tidak ada riwayat penyakit sebelumnya. Ada lagi seorang suster yang beru berusia 22 tahun, tapi terkena serangan jantung karena bekerja 34 jam tanpa istirahat sama sekali.
Bekerja keras boleh saja. Tapi lebih baik bekerja efektif dan efisien dan tidak mengorbankan waktu isitrahat dan bersosialisasi. Dan demi kesuksesan karier tanpa derita fisik dan mental, jangan tiru budaya kantor di Jepang berikut ini.
Tidak berani pindah kerja meskipun perusahaan tidak nyaman
Sekali kamu masuk ke sebuah perusahaan, kamu akan bekerja di sana selamanya. Ini bukan paksaan berupa aturan tertulis di dalam kontak kerja, melainkan memang sudah menjadi budaya. Perusahaan-perusahaan Jepang lebih memilih untuk merekrut fresh graduate. Mereka kemudian dididik dan diberi bekal keterampilan agar loyal terhadap perusahaan.
Meski perusahaan mendekati bangkrut atau pekerjaan tidak sesuai harapan, para karyawan ini akan tetap setia. Kalau kamu berpindah-pindah perusahaan, di Jepang kamu justru dianggap tidak kompeten. Dengan begitu, bisa jadi lowongan kerja untuk posisi senior mungkin jarang.
(Baca juga: Ini Lho Bahayanya Duduk Terlalu Lama)
Hobi lembur
Seorang warga negara asing menuliskan dalam blognya bahwa budaya orang kantoran di Jepang sebenarnya hanya mengesankan kalau mereka seakan-akan bekerja keras. Contohnya mereka hobi sekali lembur padahal tidak mendesak.
Bahkan untuk menanggulangi budaya lembur ini, tahun lalu kabinet Jepang yang dipimpin PM Shinzo Abe telah menyetujui undang-undang (UU) yang membebaskan pekerja kerah putih dari aturan jam kerja. Budaya lembur ditengarai sebagai penyebab tingginya angka kematian kerja, menurunnya angka kelahiran, dan produktivitas.
(Baca juga: Kesalahan Karier Terbesar yang Sering Dilakukan di Usia 20-an)
Aturan tersebut mengatur agar perusahaan tidak memberikan uang lembur sehingga karyawan tidak bekerja sampai larut malam karena ingin dibayar. Tapi kini, perusahaan-perusahaan di Jepang mulai menerapkan budaya jam kerja normal. Sebagai contoh, kementerian kesehatan melarang karyaawannya bekerja setelah lebih dari pukul 10.00 malam mulai Oktober tahun lalu. Sebelumnya, upaya mematikan listrik di kantor untuk membuat pegawai pulang lebih cepat ternyata tak berhasil.
Segan pulang sebelum atasan dan rekan kerja pulang
Meski bel pulang sudah berdentang tapi bos masih di ruangan, karyawan Jepang segan untuk pulang duluan. Bergitu pun kalau sebagian besar rekan-rekan di kantor masih duduk di kubikel mereka. Kalau kamu pulang duluan, kamu akan dituduh tidak peduli dengan kelompokmu dan bisa menjadi bahasan gosip loh!
Perusahaan-perusahaan di Jepang memang menganut prinsip gotong royong. Tidak ada karyawan teladan atau individu terbaik karena semuanya dianggap sebagai satu tim.
Tidak mau ambil cuti
Tanggal merah, cuti, dan akhir pekan pasti jadi hal yang paling kamu tunggu-tunggu. Tapi tidak demikian dengan pekerja di Jepang. (Baca juga: Mau Sukses? Miliki Kebiasaan Pulang Kantor Tepat Waktu)
Berdasarkan data pemerintah Jepang pada 2013, sebanyak 22 persen dari 4,74 juta pekerja fulltime di Jepang bekerja 49 jam dalam seminggu, 8,8 persen lainnya bekerja 60 jam seminggu, sedangkan sisanya 60-80 jam seminggu. Dan rata-rata dari mereka hanya mengambil jatah cuti setengah dari total sembilan hari per tahun. Tapi dengan UU terbaru, perusahaan wajib memastikan bahwa setiap karyawannya mengambil semua jatah cuti.
Kenapa mereka tidak mau ambil cuti? Alasannya karena mereka merasa bersalah jika harus meninggalkan pekerjaan!