INTERVIEW: Upaya OJK Berantas Fintech Ilegal

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis daftar financial technology (fintech) peer-to-peer lending atau jasa pinjam meminjam ilegal. Jumlah fintech  peer-to-peer lending ilegal mencapai 227. Sementara itu, hanya ada 63 fintech yang legal.

Dengan masih banyaknya fintech ilegal tersebut, tentu akan meresahkan masyarakat. Karena, masyarakat terancam menjadi korban penipuan fintech. Meski begitu, OJK telah menyiapkan berbagai upaya untuk memberantas fintech ilegal.

Nah, apa saja upaya yang akan dilakukan OJK? Pertanyaan tersebut terjawab oleh Direktur Kebijakan dan Dukungan Penyidikan OJK Tongam L Tobing di kantor OJK, Jakarta melalui wawancara.

(Baca juga: Perbedaan KTA untuk Karyawan dan Wiraswasta)

Apa upaya OJK untuk memberantas fintech ilegal?

Kami sosialisasi ke masyarakat, perusahaan, untuk taat. Akan tetapi, dalam perjalanannya sangat banyak yang ilegal. Tidak terdaftar, tetapi melakukan kegiatan-kegiatan. Kami juga dorong harus terdaftar di OJK, ikuti peraturan-peraturan yang ada.

Pada rapat 25 Juli lalu, Satgas Waspada Investasi memutuskan, pertama, semua wajib terdaftar. Kedua, yang tak terdaftar mesti menghentikan kegiatannya. Semua bentuk aplikasi harus dihapus karena tidak ada izin. Keempat, tanggung jawab ke pengguna harus diselesaikan segera, bila ada yang merasa dirugikan silahkan lapor penegak hukum.

Berapa banyak fintech ilegal?

Jadi ada 63 yang legal, 227 ilegal. Yang ilegal itu dikembangkan oleh 155 developer atau perusahaan melalui appstore, paystore dan web base. Ini bisa menimbulkan dampak negatif. Kami melihat data ini kebanyakan berasal dari China.

Kenapa banyak perusahaan asal China mendirikan fintech Ilegal?

Di China itu sekarang ada pengetatan fintech peer to peer lending dan bisa berdampak ke kita. Karena itu, perusahaan dari sana masuk ke Indonesia.

Berapa banyak jumlah nasabah di fintech ilegal?

Jumlah nasabah karena ilegal kami tidak tahu, tidak ada laporannya. Kami perkirakan satu platform ada sampai 100.000 membernya.

Jadi ini bisa mencapai jutaan juga. Ini sangat potensial bisa merugikan konsumen. Satgas dalam hal ini bertindak tegas untuk hentikan ini. Kalau Anda tidak mau izin, jangan lakukan kegiatan peer-to-peer lending.

Apa dampak dari keberadaan fintech ilegal?

Bisa saja untuk pendanaan teroris atau tindak pidana korupsi. Selanjutnya, perusahaan ini enggak ada tanggung jawab ke siapapun, tidak ada perlindungan terhadap pengguna, penerimaan negara tidak ada, dan dapat menimbulkan ketidakpercayaan terhadap fintech peer-to-peer lending.

Langkah ke depan bagaimana?

OJK sangat tegas di sini meminta semua dihentikan, kita akan menyampaikan laporan informasi ke Bareskrim, Google, meminta Kemenkominfo blokir, bank juga blokir rekening.

Kami juga dari OJK pun akan koordinasi screening kalau ada mitra yang akan memasukkan aplikasi. Dan, kalau ada kata-kata kredit pinjaman rupiah, agar disaring dan diminta izinnya. Ini yang harus dilakukan, termasuk web portal, Tokopedia, Bukalapak. Ini bisa tersebar di situ juga.