Jangan Takut Krisis Meski Rupiah Sedang Jeblok, Ini Alasannya!

Mata uang rupiah masih tak berdaya terhadap dolar AS. Otot rupiah tak kuat menahan laju penguatan dolar AS. Pasalnya, hingga kini rupiah masih bertengger di level Rp14.000 per dolar AS. Namun, tak perlu khawatir dengan isu krisis, ini penjelasannya.

Awas Uang Palsu! Cek Cara Membedakannya

Bahkan, seperti kita ketahui, rupiah pernah mencapai Rp14.200 per dolar AS. Kondisi rupiah ini merupakan yang terburuk setelah masa-masa krisis moneter (krismon) pada 1998 dengan rupiah tembus Rp16.650 per dolar AS.

Dengan kondisi rupiah seperti itu, apakah akan terjadi krismon kembali? Memang pada zaman krismon, keadaan Indonesia sangat carut-marut. Bagaimana tidak pada zaman itu semua masyarakat kena imbasnya, sebab makin mahalnya barang-barang kebutuhan pokok, akibat dari kemorosotan rupiah.

Perlu Anda ketahui, pada zaman krismon Indonesia masih mengimpor bahan pokok, seperti beras, daging, dan lain-lain. Dengan begitu, ongkos impor naik yang menyebabkan harganya melambung tinggi.

(Baca juga:  Likuiditas Pembiayaan Tembus Rp618 Triliun, Ayo Ajukan Kredit Produktif!)

Namun begitu, Bank Indonesia (BI) dengan lantang menjawab tidak akan terjadi krismon. BI menyebut Indonesia punya ketahanan yang kuat meski terus dihajar oleh dolar AS. Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, terdapat tiga faktor yang membuat masih kuatnya lini pertahanan Indonesia untuk tidak hadapi krismon.

Pertama, fundamental ekonomi Indonesia cukup baik. Ini tercermin dari inflasi yang rendah. Hingga kini, inflasi April 2018 secara tahunan sebesar 3,41%. Kata Perry, kondisi itu lebih rendah dari masa tamper tantrum (pelemahan rupiah karena kebijakan bank sentral AS) yang sebesar 8,3%.

Selain itu, stabilitas sistem keuangan terjaga, defisit fiskal juga terjaga. Pertumbuhan ekonomi juga sedang mengalami penyembuhan. Dengan faktor itulah kondisi fundmental Indonesia cukup baik dan lebih baik dari tekanan sebelumnya.

(Baca juga:  Pegawai Honorer Dapat THR Satu Bulan Gaji, Ini Penjelasannya)

Kedua, keberanian dan kesiapan Indonesia untuk mengeluarkan beberapa kebijakan yang terkordinasi dengan pemangku kepentingan lain untuk mengatasi berbagai permasalahan. Ketiga, Indonesia mempunyai bantalan yang cukup kuat, yakni dengan cadangan devisa (cadev).

“Cadev terakhir 124 miliar dolar AS, dan lebih dari cukup untuk pembayaran impor, ULN, atau antisipasi capital reversal. Dan sekarang kita sudah mempunyai UU nomor 9 tahun 2016 mengenai pencegahan dan penenganan krisis keuangan. Jadi tiga faktor ini yang menunjukkan kenapa Indonesia ketahanannya cukup kuat,” kata Perry di Gedung Kementerian Keuangan, Senin (28/5).

Alasan Rupiah Melemah

Dalam kesempatan itu, Perry juga mengungkapkan alasan otot rupiah melemah terhadap dolar AS. Lagi-lagi ada tiga alasan yang membuat sendi-sendi rupiah terasa lemas. Pertama, adanya rencana kenaikan suku bunga bank sentral AS atau federal reserve yang semakin agresif.

(Baca juga:  Hati-hati! Ada 585 Tempat Gadai yang Tidak Resmi)

Hal ini karena perekonomian AS semakin membaik, inflasi semakin tinggi. Sehingga pelaku pasar memperkirakan fed kemungkinan naik 4 kali meskipun probablitas lebih banyak 3 kali Sehingga itu mendorong kenaikan subung di AS.

Kedua, kebijakan fiskal atau pajak AS turut mempengaruhi mempengaruhi rupiah. Kebijakan fiskal AS di bawah kedudukan Donald Trump sangat agresif, mulai dari penurunan pajak, ekspansi fiskal yang lebih besar, sehingga defisit fiskal yang lebih tinggi menjadi 4% per PDB bahkan ada yang memperkirakan 5% per PDB tahun depan.

“Ketiga, memang sejumlah risiko geopolitik, termasuk juga ketidakpastian global perang dagang AS-China. ini yang menyebabkan tidak hanya suku bunga AS naik, dolar kuat, tapi juga premi risiko di global itu naik,” ungkap Perry.

(Baca juga:  Manfaat dan Cara Mengajukan Pinjaman Online untuk Lebaran)

Kebijakan yang Disiapkan

Namun begitu, BI sudah menyiapkan langkah-langkah untuk menguatkan sendi-sendi rupiah. Langkah pertama, BI kembali akan mengkoreksi suku bunga acuan atau BI-7 Day Reserve Repo Rate. Pada bulan ini BI sudah menaikkan suku bunga dari 4,25% menjadi 4,5%.

Kedua, BI akan melanjutkan, memperkuat, dan mengoptimalkan inteversi ganda. Mulai menaikan suku bunga atau menahan laju dolar AS dengan menggunakan cadangan devisa.

Ketiga, BI juga akan mengaja kecukupan sumber dana pembiayaan atau likuiditas perbankan. Saat ini, likuiditas perbankan pun masih berlimpah, yakni mencapai Rp618 triliun.

(Baca juga:  Bos Go-Jek Hingga Rich Brian Masuk Daftar Tokoh Inspiratif Asia)

Keempat, BI komunikasi yang intensif dengan pelaku pasar, pebankan, dunia usaha dan ekonom untuk membentuk ekspektasi yang rasional. Ini menghindari perkiraan nilai tukar yang kecenderungan terlalu melemah, overshooting dari sisi fundamentalnya. Ekspektasi terbentuk karena kandungan infomasi yang minim. Jika informasi terbatas, maka ekspektasi akan kemana-mana.

Dengan langkah itu, maka Indonesia tak akan hadapi krismon. Apalagi, langkah ini dianggap akan manjur untuk menahan laju dolar AS. Maka dari itu, Anda tidak perlu takut kondisi perekonomian anjlok, dan harga-harga mahal, dan imbasnya akan jadi krismon.

Kini pun, rupiah mulai membalik arahnya menjadi menguat. Pada Senin kemarin, rupiah kembali ke level Rp13.995 per dolar AS. Dengan begitu, Anda tidak perlu takut untuk harga-harga barang semakin mahal. Anda bisa tetap bisa berbelanja tanpa memikirkan nilai tukar mata uang.

Namun, jika Anda ingin dana tetap aman di tengah volatilitas pasar keuangan, maka sebaiknya segera berinvestas. Anda bisa memilih dan membeli berbagai produk investasi secara mudah dan aman di CekAja.com.

(Baca juga:  INFOGRAFIS: Mudik Lebaran? Cek Tarif Tol Terbaru!)