KPK Antisipasi Modus Korupsi Baru Lewat Fintech

Ini 5 Tren yang Bakal Ramai di 2019 sudah merambah ke berbagai jenis industri di Indonesia. Salah satunya ke industri jasa keuangan yang ternyata malah berpotensi menciptakan modus korupsi baru. Loh kok bisa?

Ini 5 Tren yang Bakal Ramai di 2019

Perusahaan-perusahaan rintisan alias startup jasa keuangan berbasis teknologi terus bertambah di negara ini. Tengok saja laman Asosiasi Fintech Indonesia yang baru diluncurkan September 2015 lalu. Per hari ini, jumlah anggotanya ada sebanyak 161 startup.

Kemudian intip juga laman Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator tertinggi di industri tersebut. Per 1 Februari 2019, jumlah perusahaan fintech peer to peer lending yang berizin dan terdaftar di OJK ada sebanyak 99 perusahaan. Padahal OJK baru membuka pendaftaran untuk fintech resmi pada 2017 lalu.

Diawasi KPK

Semakin banyaknya jumlah startup fintech dengan berbagai jenis pola bisnisnya, diam-diam mendapat perhatian serius dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Lembaga antirasuah itu tidak mau triliunan uang yang digulirkan fintech ke masyarakat atau korporat dalam proses bisnisnya, memfasilitasi cuci uang para koruptor. Atau menjadi modus baru praktik korupsi yang merugikan negara. Sebagai catatan, tahun lalu seluruh fintech resmi yang tercatat di OJK mampu mengucurkan pinjaman sebanyak Rp22,67 triliun ke masyarakat!

(Baca juga:  Kerjasama, OJK-KPK Bakal Bikin MoU Terkait Industri Keuangan)

Johnson Ridwan Ginting, Petugas Fungsional Direktorat Pembinaan Jaringan dan Kerja Sama Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK, mengaku instansinya belum berpengalaman menangani apalagi membongkar kasus korupsi keuangan digital. Namun, kelemahan tersebut akan diperbaiki KPK dengan membentuk divisi khusus yang menangani bidang tersebut.

“Harus diakui kami belum punya pengalaman di sisi korupsi digital. Kami tidak memiliki banyak informasi mengenai digital currency. Oleh karena itu KPK sedang mengembangkan digital currency unit untuk masuk kesana. Kita tidak bisa membiarkan koruptor menerima asset lewat cara-cara itu, kata Johnson saat menjadi pembicara di seminar Annual Client Appreciation Event Dewi Negara Fachri & Partners, di Four Seasons Hotel Jakarta, Kamis (21/2).

Perkuat kerjasama internasional

Untuk bisa menambah ilmu KPK dalam menangkal praktik korupsi gaya baru tersebut, Johnson berharap instansinya bisa mendapat dukungan penuh dari kantor pengacara nasional yang memiliki klien perusahaan-perusahaan fintech. Tidak hanya itu, ia juga menyebut KPK perlu memperluas kerjasama dengan lembaga antirasuah negara lain.

“Saat ini kita bekerjasama dengan KPK dari 32 negara lain, dan akan terus dikembangkan lagi. Karena untuk bisa mencegah praktik korupsi digital perlu kerjasama internasional yang baik, ungkapnya.

Menurut Johnson, sangat mudah bagi KPK untuk menciduk seorang koruptor. Namun jika tidak disertai dengan bukti-bukti yang kuat, maka bisa saja sang tersangka lepas dari jeratan hukum.

“Kami dalam proses untuk mengubah paradigma dari sekadar memenjarakan orang, menjadi mengembalikan Tak Hanya Negara, Anggaran Rumah Tangga Pun Kerap Bocor Lho!. Bisa saja kita penjarakan orang tapi dia simpan uangnya dalam bentuk digital yang kita tidak bisa masuk ke dalamnya, kata Johnson.

Know your customer

Triyono Gani,  Direktur Eksekutif Grup Inovasi Keuangan Digital OJK menilai, instansinya menyaring dengan ketat setiap permohonan penerbitan izin fintech di Indonesia. Tujuannya agar fintech baru benar-benar bisa berkontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

“Kami ingin melihat lebih banyak kolaborasi antara innovator startup dan traditional channel (perbankan konvensional). Itu tujuan akhir kami, kata Triyono.

Untuk mencegah terjadinya fraud alias kejahatan keuangan, OJK menurutnya meminta agar fintech menerapkan asas know your customer (KYC).

“Itu elemen yang memperkuat diri dari korupsi. Jika ada fraud, bisa diketahui oleh otoritas. Kami juga pasti meminta akses ke data keuangan digital mereka, karena sangat tidak mungkin kita bisa mengawasi suatu bisnis kalau kita sendiri tidak mengerti, katanya.

Belajar  cryptocurrency  

Maurice Burke, pengacara dari firma hukum Hogan Lovells di Singapura mengatakan baik KPK maupun institusi hukum manapun tidak bisa mengubah perilaku korupsi seseorang. Namun bisa memperbaiki sistem untuk mendeteksi dan mencegah korupsi.

“Kabar buruknya bagi KPK, di era digital ini semua orang punya ponsel yang membuka kesempatan untuk melakukan komunikasi instan atau untuk memindahkan dana. KPK punya tantangan untuk bisa masuk ke Whatsapp sebagai metode komunikasi yang sekarang banyak digunakan, kata Maurice.

Ia juga berpesan agar para penyidik KPK belajar banyak mengenai bisnis cryptocurrency yang di beberapa negara masih belum diatur secara hukum. Celah tersebut menurut Maurice bisa dimanfaatkan koruptor karena penegak hukum tidak bisa menelusuri aliran dana yang digelapkannya melalui cryptocurrency.

(Baca juga:  Cryptocurrency Sah Diperdagangkan di Indonesia)

“Korupsi menjadi lebih kompleks sekarang ini, dan ini buruk bagi Indonesia. Untungnya KPK tetap punya passion untuk memberantasnya, ujarnya.

Nah, daripada memperkaya diri dengan cara korupsi, mendingan kamu manfaatin tuh fintech-fintech untuk mencari modal usaha.

Salah satunya melalui CekAja.com yang akan membantu kamu mencari pinjaman berbentuk kredit tanpa agunan (KTA) atau kredit usaha kecil menengah (UKM) dari perbankan. Caranya gampang bin mudah kok. Gak percaya? Coba saja ikuti prosesnya di bawah ini.