KPR Syariah: Mengenal Akad Murabahah, Istishna dan Musyarakah

Bagi sebagian orang, kehadiran program KPR yang diberikan perbankan sangat membantu dalam hal kepemilikan rumah. Namun, bagi sebagian yang lain skema KPR yang diberikan perbankan konvensional dinilai tidak sejalan dengan prinsip syariah karena adanya skema riba yang diharamkan agama.

KPR Syariah: Mengenal Akad Murabahah, Istishna dan Musyarakah

Untuk menjawab keresahan tersebut pihak perbankan membuat program KPR syariah yang bisa dinikmati oleh umat muslim dan juga non muslim.

Belakangan pamor KPR syariah semakin populer dan dipilih banyak orang untuk membeli rumah dengan skema kredit.

Nah, berikut ini kami akan merangkum tentang akad murabahah, istishna dan musyarakah yang biasa digunakan dalam KPR Syariah. Yuk langsung cek aja!

Akad Murabahah

Hal yang membedakan antara KPR konvensional dengan KPR syariah adalah terkait skema akad.

Jika KPR konvensional memberikan pinjaman dana untuk pembelian properti, maka dalam KPR syariah ada skema jual beli yang dilakukan bank dengan developer yang selanjutnya dijual kepada nasabah atau biasa disebut akad murabahah.

Murabahah secara sederhana bisa diartikan akad jual beli barang dengan adanya penambahan margin keuntungan bagi si penjual dalam hal ini bank yang telah disepakati bersama.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), akad murabahah menjadi penyumbang besar pembiayaan perbankan syariah di Indonesia dengan porsi 60 persen ketimbang akad lain.

Simulasi sederhana akad murabahah adalah sebagai berikut:

Bapak Anwar tertarik membeli sebuah rumah di kawasan Cibinong, Kabupaten Bogor seharga Rp300 juta.

Bapak Anwar kemudian mengajukan KPR syariah ke Bank ABCD. Setelah itu, Bank ABCD bersedia membantu membelikan rumah tersebut dengan perjanjian bank mendapat margin keuntungan sebesar Rp100 juta dengan tenor 10 tahun.

Setelah bank membeli rumah ke developer dengan akad yang sesuai, kemudian bank menjualnya kembali kepada Bapak Anwar seharga Rp400 juta dengan cara mencicil selama 10 tahun sesuai kesepakatan margin keuntungan.

Dengan demikian, Bapak Anwar membayar angsuran per bulan kepada Bank ABCD sebesar Rp3,3 juta flat hingga akhir masa angsuran.

Namun, harus benar-benar diperhatikan, selama ini tak sedikit perbankan syariah yang menawarkan KPR dengan cara yang tidak sesuai syariah.

Misalnya, bank tidak menjalankan akad jual beli kepada developer karena hanya mentransferkan dananya saja sesuai harga properti yang dijual.

Sebagai contoh:

Bapak Budi tertarik membeli sebuah rumah di kawasan Sawangan Depok seharga Rp400 juta. Kemudian Bapak Budi mengajukan KPR syariah kepada Bank XYZ.

Setelah tertarik membantu dan terjadi kesepakatan jual beli dengan margin keuntungan bank Rp100 juta untuk 10 tahun, bank lalu mentransfer sejumlah uang kepada developer dan menyuruh Bapak Budi untuk melakukan akad dengan developer.

Nah, skema jual beli seperti ini dinilai tidak sah sesuai akad murabahah. Karena seharusnya Bank XYZ melakukan akad terlebih dahulu dengan developer kemudian melakukan akad kembali dengan Bapak Budi.

(Baca juga: Ogah Bayar Angsuran Naik Turun? Ini Rekomendasi KPR Bunga Flat)

Akad Ishtishna

Dalam dunia properti, akad istishna dia dipahami sebagai skema pesan bangun. Artinya nasabah bisa membeli rumah sesuai pesanan yang telah disepakati.

Skema istishna belakangan ini ramai diterapkan oleh kalangan developer syariah tanpa bank. Metode ini menjalankan transaksi jual beli properti hanya antara pengembang dan pembeli dengan menggunakan metode syariah.

Sebagai contoh:

Pengembang EFGH sedang berencana membangun sebuah perumahan sebanyak 50 unit secara inden di sebuah lahan.

Harga yang ditawarkan mencapai Rp300 juta untuk angsuran 10 tahun. Pengembang membuka bagi siapa saja yang ingin membeli hunian di lahan tersebut.

Nantinya nasabah harus menyetorkan uang muka yang telah ditentukan beserta angsuran hingga waktu yang telah ditentukan.

Misalnya, Bapak Gani tertarik membeli salah satu rumah tersebut, ia harus menyetorkan uang muka yang telah disepakati Rp30 juta.

Bapak Gani harus sudah membayar angsuran selama setahun sebesar Rp3 juta per bulan. Artinya dalam setahun Bapak Gani telah menyetor angsuran Rp36 juta. Jika digabung dengan uang muka, uang Bapak Gani yang terkumpul mencapai Rp66 juta.

Nah, uang tersebutlah yang akan dijadikan modal pembangunan oleh pengembang. Sisanya pengembang akan menalangi uang pembangunan yang tentunya sudah menghitung keuntungannya.

Selain developer syariah, akad istishna juga diberlakukan oleh bank syariah dengan menggunakan dua metode yakni metode selesai yakni nasabah hanya membayar angsuran ketika bangunan sudah jadi, tetapi nasabah diwajibkan untuk membuka rekening dan mengisinya selama proses pembangunan selesai.

Berikutnya adalah metode penyelesaian, yakni nasabah diharuskan mengangsur sesuai tahapan pembangunan.

Misalnya, jika pembangunan telah selesai 20 persen, maka kita wajib membayar angsuran sesuai dengan nilai tersebut.

Ketika pondasi telah jadi misalnya, maka kita bayar. Dinding telah berdiri kita bayar, dan begitu seterusnya.

(Baca juga: Mau Beli Rumah Idaman? Pilih Nabung, Investasi atau KPR?)

Akad Musyarakah

Akad lain yang sedang menarik perhatian banyak orang belakangan ini adalah akad musyarakah atau skema kerja sama bagi hasil dengan kedua pihak.

Misalnya, kamu tertarik membeli sebuah rumah seharga Rp200 juta. Dengan skema kerja sama, bank menyetor 80 persen atau sekitar Rp160 juta dan kamu menyetor 20 persen atau sekitar Rp40 juta.

Setelah terkumpul, uang tersebut dibelikan rumah yang kemudian disewakan kepada kamu selama 10 tahun.

Harga sewa per bulan misalnya Rp1,5 juta. Hasil sewa tersebut dibagi dua antara bank dan kamu.

Lalu, karena kamu ingin memiliki rumah tersebut, maka setiap bulannya kamu membeli bagian yang dimiliki oleh bank hingga lunas 10 tahun.

Dengan demikian setiap bulannya kamu harus membayarkan uang sewa plus angsuran dengan besaran yang telah disepakati hingga masa pelunasan.

Salah satu bank yang sedang gencar menawarkan skema akad musyarakah adalah BTN Syariah dengan program KPR Hits.

Produk pembiayaan ini merupakan gabungan dari skema akad murabahah dan istishna.

Nah, itulah beberapa jenis akad dalam KPR syariah yang selama ini kerap digunakan oleh banyak orang.

Apakah kamu tertarik membeli rumah dengan skema KPR syariah atau konvensional?