Utang Indonesia Menumpuk? Cek Lima Negara Berutang Terbesar

Belakangan ini, berita soal Peringkat Utang Indonesia Naik, Apa Imbasnya? Indonesia mencapai Rp4.000 triliun yang dinilai menumpuk, ramai diperbincangkan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun sampai harus “turun tangan” menjelaskan soal posisi utang negara. Namun, apa benar utang Indonesia saat ini bisa dikatakan menumpuk? Bagaimana dengan negara lainnya?

5 Hal yang Sebabkan Dolar Jadi Mata Uang Dunia

Dalam penjelasannya melalui akun Facebook resminya, Sri Mulyani menyatakan bahwa perhatian politisi dan beberapa ekonom mengenai kondisi utang beberapa bulan terakhir sungguh luar biasa.

Dikatakan luar biasa dikarenakan isu ini dibuat dan diperdebatkan seolah-olah Indonesia sudah dalam kondisi krisis utang, sehingga masyarakat melalui media sosial juga ikut terpengaruh dan sibuk membicarakannya.

Perhatian elit politik, ekonom dan masyarakat terhadap utang, kata Sri Mulyani, tentu sangat berguna bagi Menteri Keuangan selaku Pengelola Keuangan Negara untuk terus menjaga kewaspadaan, agar apa yang dikhawatirkan yaitu terjadinya krisis utang tidak menjadi kenyataan.

(Baca juga: Jokowi dan Pemimpin ISIS Masuk Daftar Orang Paling Berpengaruh Dunia)

Namun, ia menilai semua pihak perlu mendudukkan masalah agar masyarakat dan elit politik tidak terjangkit histeria dan kekhawatiran berlebihan yang menyebabkan kondisi masyarakat menjadi tidak produktif.

“Kecuali kalau memang tujuan mereka yang selalu menyoroti masalah utang adalah untuk membuat masyarakat resah, ketakutan dan menjadi panik, serta untuk kepentingan politik tertentu. Upaya politik destruktif seperti ini sungguh tidak sesuai dengan semangat demokrasi yang baik dan membangun,” katanya.

Ia mengajak semua pihak untuk mendudukkan masalah utang dalam konteks seluruh kebijakan ekonomi dan keuangan negara, karena utang adalah salah satu instrumen kebijakan dalam pengelolaan keuangan negara dan perekonomian. Utang bukan merupakan tujuan dan bukan pula satu-satunya instrumen kebijakan dalam mengelola perekonomian.

(Baca juga: Cek Perusahaan Tempat Bekerja Terbaik 2018 Versi LinkedIn)

“Mereka yang membandingkan jumlah nominal utang dengan belanja modal atau bahkan dengan belanja infrastruktur juga kurang memahami dua hal. Pertama, belanja modal tidak seluruhnya berada di Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat, namun juga dilakukan oleh Pemerintah Daerah,” jelasnya.

Dana transfer ke daerah yang meningkat sangat besar, dari Rp573,7 triliun pada 2015 menjadi Rp766,2 triliun pada 2018, sebagian yaitu sebesar 25 persen diharuskan merupakan belanja modal, meski belum semua Pemerintah Daerah mematuhinya.

Kedua, dalam kategori belanja infrastruktur, tidak seluruhnya merupakan belanja modal, karena untuk dapat membangun infrastruktur diperlukan institusi dan perencanaan yang dalam kategori belanja adalah masuk dalam belanja barang.

(Baca juga:  Utang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp 5.000 Triliun)

Salah kesimpulan

Oleh karena itu, pernyataan bahwa ‘tambahan utang disebut sebagai tidak produktif karena tidak diikuti jumlah belanja modal yang sama besarnya’ adalah kesimpulan yang salah.

Selain melihat neraca, dalam melihat utang perlu juga melihat keseluruhan APBN dan keseluruhan perekonomian. Bila diukur dari jumlah nominal dan rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), defisit APBN dan posisi utang Pemerintah terus dikendalikan (jauh) di bawah ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara.

Defisit APBN tahun 2016 yang sempat dikhawatirkan akan melebihi 3 persen PDB, dikendalikan dengan pemotongan belanja secara drastis hingga mencapai Rp167 triliun. Langkah tersebut telah menyebabkan sedikit perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Tahun 2017, defisit APBN yang diperkirakan mencapai 2,92 persen PDB, berhasil diturunkan menjadi sekitar 2,5 persen. Tahun 2018 ini target defisit Pemerintah kembali menurun menjadi 2,19 persen PDB.

“Pada kurun 2005-2010, saat masa saya menjabat Menteri Keuangan sebelum ini, Indonesia berhasil menurunkan rasio utang terhadap PDB dari 47 persen ke 26 persen, suatu pencapaian yang sangat baik, dan APBN Indonesia menjadi semakin sehat, meski jumlah nominal utang tetap mengalami kenaikan,” imbuh Sri Mulyani.

Keseimbangan primer

Demikian juga dengan kekhawatiran mengenai posisi keseimbangan primer, ia menilai pemerintah dalam berbagai penjelasan menyatakan akan menurunkan defisit keseimbangan primer, agar APBN menjadi instrumen yang sehat dan sustainable.

Buktinya, pada tahun 2015 keseimbangan primer mencapai defisit Rp142,5 triliun, menurun pada tahun 2016 menjadi Rp125,6 triliun, dan kembali menurun pada tahun 2017 sebesar Rp121,5 triliun. Untuk tahun 2018, pemerintah menargetkan keseimbangan primer menurun lagi menjadi Rp87,3 triliun.

“Tahun 2019 dan kedepan kita akan terus menurunkan defisit keseimbangan primer untuk mencapai nol atau bahkan mencapai surplus,” ungkap Sri Mulyani.

Namun memang, jika dibandingkan dengan PDB, rasio utang Indonesia justru membengkak dalam kurun 4 tahun terakhir. Pada 2014 rasio utang tercatat sebesar 25,84 persen dari PDB. Setahun kemudian naik menjadi 27,43 persen. Pada 2016 menjadi 27,96 persen dan tahun 2017 terus membengkak di angka 29,2 persen.

Di sisi lain, meski menanjak, kondisi rasio utang Indonesia terhadap PDB masih terbilang aman. Pasalnya di beberapa negara lain, bahkan yang masuk kategori negara maju, rasio utangnya malah lebih mengkhawatirkan dibandingkan Indonesia.

Lima Negara dengan Utang Terbesar

(Baca juga: Ilmuwan Juga Bisa Tajir, Cek Kekayaan Stephen Hawking)

Amerika Serikat

Negeri Paman Sam ini seringkali disebut sebagai negara adidaya karena kekuatan politik dan militernya. Namun, negara ini ternyata memiliki tumpukan utang yang sangat mengkhawatirkan.

Pemerintah Amerika menghabiskan sekitar 6 persen dari anggaran tahunannya untuk membayar kembali pembayaran bunga atas utangnya, yang secara signifikan mengurangi jumlah uang yang tersedia untuk membayar program pemerintah lainnya.

Pada 2017, utang Amerika Serikat tercatat sebesar 19,23 triliun dolar AS atau setara Rp263.451 triliun (asumsi kurs Rp13.700 per dolar AS). Sementara, rasio utang Negeri Paman Sam sudah mencapai 106,1 persen dari PDB.

(Baca juga: 10 Orang Indonesia Terkaya 2018, Cek Yuk!)

Jepang

Negeri Sakura ini menjadi negara dengan jumlah utang terbesar kedua di dunia. Karena pertumbuhan ekonominya yang terus lesu, pemerintah Jepang terus menumpuk utang untuk merangsang ekonomi dan membiayai negara.

Total utang negara para samurai dan ninja itu mencapai 9,087 triliun dolar AS atau setara Rp124.491,9 triliun dan rasio utang sebesar 239,82 persen dari PDB, yang tertinggi dibandingkan dengan negara lainnya. Wow!

China

Sama halnya dengan Jepang, Negeri Tirai Bambu ini diketahui juga sempat mengalami krisis finansial. China yang termasuk negara yang sangat bergantung dengan utang terhadap negara lain sempat mengalami bubble sektor finansial.

Pada tahun ini, tercatat utang China sudah mencapai angka 4.976 miliar dolar AS. Bahkan, Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi rasio utang Negeri Panda itu bakal meningkat menjadi hampir 300 persen dari PDB pada 2022.

(Baca juga: Belum Berusia 40 Tahun, Para Pria Indonesia Ini Masuk Jajaran Orang Terkaya)

Italia

Negeri Pizza ini berada di urutan ketiga negara dengan utang terbesar. Pada 2017 lalu, negara ini harus berjuang dengan pertumbuhan ekonomi yang lemah dan tingkat pengangguran yang tinggi. Hal itu menyusul resesi berturut setelah tahun 2007.

Sepanjang tiga bulan pertama 2017, krisis perbankan Italia kembali mencuat setelah bertahun-tahun bergerak lesu. Total utang Italia pada 2017 tercatat sebeesar 2,48 triliun dolar AS atau setara Rp33.976 triliun dengan rasio utang sebesar 137,81 persen dari PDB.

Perancis

Negara dengan Menara Eiffel ini ternyata meminjam banyak utang untuk membiayai kelangsungan negeri. Pemerintah Perancis memiliki utang sebesar 2,375 triliun dolar AS atau setara dengan Rp32.537 triliun dengan rasio utang mencapai 97 persen dari PDB.

Namun, Pemerintah Perancis tengah menjalankan program pemangkasan utang untuk tahun 2018. Mereka berharap program pajak dapat berhasil dan mampu menambah pendapatan negara, sehingga tak perlu lagi menumpuk utang.

Setelah melihat daftar negara tersebut, kita bisa melihat bahwa Indonesia masih tergolong dalam kondisi rasio utang yang aman. Namun, pemerintah diharapkan untuk tetap bekerja sesuai prioritas pembangunan dan juga mewaspadai kondisi ekonomi global.

Anda pun, dalam mengelola keuangan seharusnya tetap mengontrol kondisi keuangan. Jika membutuhkan pinjaman, sebaiknya memastikan bahwa besar utang Anda tidak lebih dari 30 persen dari penghasilan. Demi kemudahan, Anda bisa memperoleh pinjaman dengan cepat dan aman melalui CekAja.com.