Lima Tokoh yang Rela Lepaskan Gaji Ratusan Juta Demi Indonesia
5 menit membaca
Gaji tinggi ibarat puncak kesuksesan bagi mereka yang berkarier di dunia kerja. Mereka yang bergaji paling tinggi biasanya menempati posisi teratas di sebuah perusahaan atau institusi.
Rupanya, gaji tinggi tidak melulu jadi target. Ada lho orang-orang yang rela mengesampingkan gaji tinggi karena ingin melakukan hal yang lebih mulia seperti berbakti untuk negara. Jika pahlawan di zaman kemerdekaan berjuang dengan cara berperang demi kemerdekaan Indonesia, para tokoh berikut berjuang mengisi kemerdekaan dengan meninggalkan kehidupan nyaman di luar negeri demi membangun Indonesia.
B. J. Habibie

Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936. Awalnya Habibie belajar teknik mesin di Universitas Indonesia Bandung (Sekarang Institut Teknologi Bandung) tahun 1954. Namun hanya setahun di sana, ia pindah ke Jerman Barat untuk belajar studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, tepatnya di RWTH Aachen atas biaya sang Ibunda. Habibie menerima gelar diplom ingenieur pada 1960 dan gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude.
Berbekal prestasi dan otak cemerlang, BJ Habibie sendiri tidak mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan. Setelah lulus, BJ Habibie bekerja di Messerschmitt-Bolkow-Blohn atau MBB Hamburg. Selama empat tahun ia menjabat sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktur Pesawat Terbang. Kariernya semakin menanjak karena pada 1969 diangkat sebagai Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri pesawat terbang Komersial dan militer di MBB. Selama empat tahun lebih ia memegang jabatan prestisius tersebut.
(Baca juga: 6 Cara Sederhana dan Efektif Bangun Disiplin Kerja)
Kemudian pada tahun 1973, BJ Habibie dipercaya sebagai Vice President sekaligus Direktur Teknologi di MBB periode 1973-1978. Tahun 1978, Habibie diminta pulang ke tanah air oleh Soeharto untuk menjadi penasihat pemerintah di bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi tinggi hingga tahun 1978. Kemudian sejak diangkat sebagai Menristek pada tahun 1978, BJ Habibie melepaskan jabatan dan posisi strategisnya di Jerman demi fokus membangun industri pesawat terbang di tanah air. Tahun 1998, Habibie menjadi Presiden Indonesia ketiga menggantikan Soeharto.
Dalam buku “Habibie dan Ainun”, Habibie menyebutkan bahwa Jerman pernah mengajukan tawaran warga negara kehormatan padanya. Sebuah tawaran yang amat jarang diberikan oleh Jerman. Namun demikian, ia secara tegas menolak tawaran tersebut dan memilih setia sebagai WNI.
Sri Mulyani

Kembalinya Sri Mulyani Indrawati disambut baik oleh masyarakat Indonesia. Sebelumnya, ekonom yang lahir di Lampung, 26 Agustus 1962 ini adalah wanita sekaligus orang Indonesia pertama yang menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia sejak 2010. Namun dalam perombakan kabinet atau reshuffle jilid II, Presiden Joko Widodo memintanya kembali ke Indonesia untuk menjadi menteri keuangan.
Sri Mulyani merupakan sarjana ekonomi dari Universitas Indonesia tahun 1986. Tahun 1988, ia kemudian melanjutkan S2 kebijakan ekonomi di University of lllinois Urbana Champaign Amerika hingga memperoleh gelar doktor di universitas Indonesia pada 1992.
Sri Mulyani siap hijrah dari Washington DC ke Jakarta dan meninggalkan gajinya yang tinggi sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia. Berapa gaji yang ditinggalkan Mbak Ani? Ia menerima gaji tahunan lebih dari US$347.000 (Rp 3,14 miliar) atau sekitar Rp 250 juta per bulan. Jika ditambah dengan tunjangan pensiun senilai US$52.752 dan tunjangan lain-lain sejumlah US$76.698. Jadi, jumlah yang diterima Sri Mulyani sekitar US$ 476 ribu atau Rp 4,28 miliar per tahun.
Jumlah ini masih jauh dengan gaji yang akan diterima jika menjabat sebagai menteri keuangan. Gaji pokok menteri adalah Rp19 juta ditambah dana tunjangan serta operasional yang kira-kira mencapai Rp 140-170 juta. Jika dalam sebulan Sri Mulyani mengantongi Rp 170 juta/bulan, maka dalam setahun, wanita berusia 53 tahun ini setidaknya bisa mengantongi Rp2 miliar. Jumlah ini kurang dari setengah gajinya di bank dunia.
Arcandra Tahar

Nama Arcandra Tahar terdengar asing. Maklum saja, dia memang bermukim di Amerika selama 20 tahun. Tapi namanya justru disebut Presiden Jokowi untuk menjabat sebagai Mentri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menggantikan Sudirman Said.
Ia merupakan ahli kilang lepas pantai atau offshore, lantaran dirinya terakhir kali menjabat sebagai President Direktur Petroneering di Houston, sebuah perusahaan pengembangan teknologi dan enginering yang fokus dalam desain dan pengembangan kilang offshore yang lebih tahan lama, efektif dan aman.
Arcandra menerima gelar sarjana bidang Teknik Mesin di Institut Teknologi Bandung, Indonesia. Selanjutnya ia memperoleh gelar Master of Science dan Doctor of Philosophy degrees in Ocean Engineering dari Texas A&M University. Tahar memiliki pengalaman lebih dari 14 tahun di bidang hidrodinamika dan offshore. Dari tahun 2007-2009, Tahar menjabat Presiden Asia Pasific AGR Deepwater Development System. pada 2009–2013 menduduki posisi Principal di Horton Wison Deepwater. Pada tiga tahun terakhir, sejak 2013-2016 dia menjabat sebagai Presiden Direktur Petroneering di Houston.
Gaji rata-rata seorang Presiden Direktur adalah senilai USD 135.046. Jika dikonversikan ke rupiah nilainya mencapai Rp 1,77 miliar per tahun. Perhitungan gaji ini berdasarkan hitungan rata-rata 946 posisi Presiden Direktur berbagai perusahaan yang ada di Houston.
Sedangkan gaji sebagai Menteri ESDM, berdasarkan data Kementerian Keuangan tahun 2005, gaji total menteri negara sebesar Rp 18.648.000. Angka tersebut terdiri dari gaji pokok sebesar Rp 5.040.000 dan tunjangan jabatan sebesar Rp 13.608.000. Dalam kurun waktu 10 tahun selama masa pemerintahan Presiden SBY, gaji menteri tidak mengalami kenaikan.
(Baca juga: Mau Dongkrak Kekayaan di Dunia Investasi? Ini Tipsnya)
Iwan Setiawan

Kalau kamu bertanya-tanya siapakah Iwan Setiawan, dia adalah penulis novel 9 Summers 10 Autumns. Pria kelahiran Malang, 2 Desember 1974 ini merupakan lulusan terbaik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor angkatan 34. Iwan lulus sebagai mahasiswa Departemen Statistika.
Iwan pernah bekerja selama tiga tahun di Jakarta sebagai data analis di Nielsen dan Danareksa Research Institute. Berkat kesungguhan tekad untuk mengeluarkan keluarganya dari kemiskinan, ia berhasil mendapatkan pekerjaan di Amerika sebagai Senior Manager Operations. Selanjutnya, ia meniti karier di New York City selama 10 tahun.
Iwan meninggalkan New York pada Juni 2010 dengan posisi terakhir sebagai Director Internal Client Management di Nielsen Consumer Research. Yang lebih membanggakan, Irwan berasal dari keluarga sederhana. Niatnya merantau sungguh sederhana, yakni untuk mencari uang agar bisa memiliki kamar sendiri di rumah.
Meski puncak karier sudah dalam genggaman, Iwan justru memutuskan meninggalkan gemerlapnya Amerika dan kembali untuk membangun kampung halamannya di Malang Jawa Timur. Ia pun menuangkan kisah hidupnya dalam novel yang menjadi best seller, 9 Summers 10 Autumns.
Martha Tilaar

Sosok Martha Tilaar sudah tidak asing lagi di bidang kosmetik. Nama Martha Tilaar lekat merk dagang Sariayu, kosmetik asli Indonesia yang mengangkat kekayaan alami sebagai bahan baku. Dilahirkan di kota Kebumen, Jawa Tengah pada tanggal 4 September 1937, Martha Tilaar kecil justru tidak senang bersolek.
Lulusan IKIP ini pernah menjadi guru SD selama dua tahun, lalu hijrah ke Amerika mengikuti suaminya Dr. Henry A. Rudolf Tilaar. Di sanalah dia belajar kecantikan dan lulus 1967. Martha kemudian bekerja selama tiga tahun di Campes Beauty Salon, Universitas Indiana sebelum kembali ke Jakarta tahun 1969 untuk membuka salon kecantikan sendiri dengan modal Rp1 juta.
Martha tak segan pergi ke Eropa seperti Prancis, Inggris, dan Jerman Barat untuk belajar ramuan kecantikan dari pabrik-pabrik merek terkenal. Kembalinya ke Indonesia, dia mendirikan Martha Griya Salon yang memperkenalkan perawatan tradisional. Usaha tersebut kemudian berkembang menjadi PT Sari Ayu yang kita kenal sekarang. Berbagai prestasi berhasil ditoreh, salah satunya adalah doktor Kehormatan (Honoris Causa) dalam bidang Fashion and Artistry dari World University Tuscon, Arizona, AS tahun 1984.