Mengintip Nasib RUU Permusikan yang Menuai Protes

Kalangan 7 Musisi Ini Banting Setir dan Terjun ke Dunia Politik sedang hangat membicarakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Permusikan yang menjadi polemik akhir-akhir ini. Penyebabnya, dalam RUU Permusikan terdapat pasal karet yang tidak masuk akal. Seperti apa respons para musisi soal RUU tersebut?

Siapkan Bujet Segini Buat Nonton Konser Megadeth Di Jogjarockarta 2018

Beberapa tahun ke belakang, RUU Permusikan ini memang sempat diusulkan untuk ditetapkan menjadi undang-undang agar bisa melindungi hak-hak para musisi. Namun, sebelum ditetapkan, para musisi malah memprotesnya karena isi rancangan regulasi tersebut dinilai jauh dari harapan.

Diusulkan Komisi X DPR RI

Pada medio 2017, Komisi X DPR RI yang diprakarsai anggotanya yang sekaligus musisi yakni Anang Hermansyah menyerahkan naskah akademik permusikan kepada pimpinan Komisi X. Anang selaku salah satu pencetus RUU tersebut menilai dengan adanya regulasi tentang permusikan di tanah air akan memajukan industri musik.

RUU yang rencananya bisa dibahas pada Prolegnas 2017 itu bisa merangkul dan melindungi hak-hak para musisi atau yang berkaitan dengan industri musik di Indonesia. Di dalamnya dibahas antara lain tentang pengaturan hak-hak keperdataan industri musik, definisi musisi, kualitas insan musik, pengaturan industri rekaman, hingga penyelesaian sengketa bidang musik.

(Baca juga:  Balada Ahmad Dhani, Dari Musisi Jenius Hingga Lagu Sontoloyo)

Masuk Perubahan Prolegnas

Usulan RUU Permusikan yang dilakukan Komisi X ternyata membuahkan hasil. Setelah naskah akademiknya berhasil meyakinkan para pimpinan di DPR, rancangan regulasi tersebut diklaim telah masuk pembahasan prioritas di Senayan pada tahun ini.

Anang Hermansyah berharap pembahasan RUU tersebut bisa selesai pada masa kerjanya di DPR yakni pada periode 2014-2019. Walaupun tidak, ia berharap kalangan anggota DPR yang baru nanti yang berasal dari kalangan musisi bisa melanjutkan untuk merampungkan rancangan regulasi tersebut.

Diprotes Para Musisi

Beberapa hari ini para pelaku musik tanah air memprotes karena keberadaan pasal-pasal yang diduga tidak masuk akal dalam RUU tersebut. Dalam pasal 5 misalnya, RUU itu memasukan poin-poin yang diduga pasal karet.

Misalnya, dalam ayat (a) pasal 5 berbunyi: dalam melakukan proses kreasi, setiap orang dilarang mendorong khalayak umum melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; ayat (b), memuat konten pronografi, kekerasan seksual dan eksploitasi anak; ayat (c), memprovokasi terjadinya pertentangan antarkelompok, antarsuku, antarras dan antargolongan hingga ayat (g) yang bebunyi merendahkan harkat dan martabat manusia. Tentu saja bagi sebagian orang bunyi-bunyi ayat dalam pasal tersebut sangat debatable karena tafsirnya tidak jelas.

Ada juga pasal 50 ayat (f) yang berbunyi: dilarang membawa pengaruh negatif dan budaya asing. Serta pasal 32 hingga pasal 35 tentang uji kompetensi terhadap musisi juga pasal 42 dan 43 tentang musik tradisional yang diwajibkan untuk dimainkan di hotel, restoran, dan tempat hiburan lain yang dinilai janggal.

Dalam hal ini, beberapa musisi menanggapi pasal-pasal tersebut tidak penting dimasukan dalam RUU tersebut. “RUU Permusikan buat gue gak perlu. masalah industri musik, hak cipta, perdagangan, & lainnya kan sudah ada UU-nya juga, disempurnakanlah. Apalagi dalam RUU Permusikan banyak pasal2 karet yang mengekang kreativitas. Di negara2 lain gak ada UU sejenis, karena memang gak perlu,” demikian cuitan Arian, vokalis band Seringai seperti dikutip dari akun twitternya @aparatmati.

Arian menambahkan dalam cuitannya, “pasal 5 & 50 di RUU Permusikan juga sudah bertentangan dengan pasal 28 UUD 1945 juga tuh: ‘Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang'”.

(Baca juga:  5 Musisi dengan Penghasilan Paling Tinggi di Dunia)

Dikawal Para Musisi

Sebelum RUU diketuk palu, sebagian musisi yang tergabung dalam Koalisi Seni Indonesia dan Konferensi Musik Indonesia (KAMI) mendatangi pimpinan DPR Bambang Soesatyo pada Senin 28 Januari 2019.

Dalam laman resmi Koalisi Seni Indonesia, perwakilan dari musisi yang bertemu dengan pimpinan DPR tersebut menilai RUU Permusikan seharusnya fokus terhadap tata kelola musik. Caranya dengan memberikan aturan main yang tegas kepada para pemangku kepentingan di industri musik yang bisa dicontoh dari UU No. 33/2009 tentang Perfilman.

Draf RUU Permusikan juga dianggap bakal membelenggu musisi dalam berkarya dan bisa disalahgunakan oleh pihak lain terutama pada pasal 5 yang telah disebutkan di atas. “Keadaan seperti itu berakibat menumpulnya daya imajinatif musisi. Padahal, tanpa imajinasi yang bebas tidak akan ada musik yang menggugah jiwa,” ujar Hafez Gumay, peneliti Koalisi Seni Indonesia.

Nah, apakah nanti pasal yang diprotes para musisi ini bakal tetap ada atau dihapus? Kita tunggu saja!