Menguji Kebesaran Iman Lewat Kisah Nabi Ibrahim

Menguji Kebesaran Iman Lewat Kisah Nabi Ibrahim

Menguji Kebesaran Iman Lewat Kisah Nabi Ibrahim dan selalu menjadi panduan umat muslim hingga saat ini tertuang dalam rukun Islam yang kelima yaitu ibadah Haji.

Pada masanya, Nabi Ibrahim bersama anaknya, Nabi Ismail mendapatkan perintah yang langsung turun dari Allah SWT untuk mendirikan Ka’bah sebagai tempat Ibadah haji.

Dikenal sebagai Nabi yang paling bijak, kisah Ibrahim justru bermula ketika dilahirkan dari keluaraga yang memuja berhala.

Namun, sejak anak-anak, Allah SWT telah memberikan karunia berupa keyakinan dan kemampuan berpikir layaknya orang dewasa kepada Nabi Ibrahim.

Meskipun berbeda prinsip dengan keluarganya, ternyata Ibrahim tetap memutuskan untuk mengIkuti ajaran Islam, dan kemudian menikah dengan Sarah.

Namun, sayang beribu sayang, pernikahan Ibrahim dengan Sarah tidak pernah dikarunia seorang anak.

Berkat pesan dari Allah SWT, Ibrahim kemudian menikah Hajar atas persetujuan Sarah yang kemudian melahirkan seorang anak yang juga nantinya menjadi seorang Nabi yaitu Ismail.

Meneladani kisah Nabi Ibrahim

Hidup sebagai orang baik yang kemudian diberikan sebuah keistimewaan seperti Nabi memang tidak pernah mudah. Ibrahim selalu mendapatkan berbagai macam rintangan dalam hidupnya.

Hal pertama adalah ketika berusia masih 16 tahun, Nabi Ibrahim sudah bersebrangan dengan keluarganya, dan mencoba untuk mengajak Ayahnya untuk mengikuti ajaran Islam, dan mulai menghancurkan berhala di dalam api.

Hal ini terus berlanjut Nabi Ibrahim beranjak dewasa, termasuk saat ia berdakwah dengan cara berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Mulai dari Mesir, Syria, hingga tanah Arab merupakan tempat-tempat yang pernah disinggahi Ibrahim dalam mengajarkan agama Islam.

Bahkan, saat hijrah dari Irak ke Suria, Nabi Ibrahim bertemu dengan raja Namrud yang sangat zalim dan serakah kepada umat manusia. Nabi Ibrahim justru difitnah dan dituding ingin melakukan kejahatan dan merusak kerajaan. Fitnah ini pun datang dari Raja Namrud tersebut.

Namun, dengan keikhlasan yang dimilikinya, Nabi Ibrahim tetap mengajarkan dakwahnya, bahkan tidak hanya berhenti Di Syria saja. Dari Syria, nabi Ibrahim bahkan melanjutkan dakwahnya menuju Mesir hingga Palestina.

Di tengah perjalanan jauh dan panjang dari suatu tempat ke tempat lain, Nabi Ibrahim yang selalu dihujat dan difitnah tetap memiliki kedewasaan yang luar biasa.

Sebuah ujian kesabaran dan kedewasaan mental serta semangat berkorban merupakan andalan dari Nabi Ibrahim pada saat itu.

Pelajaran yang bisa dipetik dari awal mula dakwah Nabi Ibrahim adalah jangan pernah takut dengan fitnah dan ujian, dengan hinaan dan cacian serta dengan ancaman dan pemboikotan.

Jika seseorang menebar kebaikan, maka Allah SWT pun akan membuka jalan bagi seseorang untuk bisa terus berbuat baik dan menuai hasil investasi dari kebaikannya.

Sayangnya perbekalan yang ditinggalkan tidak cukup sehingga sang Istri Hajar pun mencari air untuk putranya, Ismail dengan berlari dari bukit Safa dan Marwah untuk mendapatkan air.

Namun, berkat kekuasaan Allah SWT, air pun muncul justru berada di dekat kaki sang anak. Tidak berhenti disitu kisah Nabi Ibrahim diuji dengan pengorbanan yang harus dilakukannya sendiri untuk anaknya.

Pada saat itu, Nabi Ibrahim diuji untuk menyembelih atau membunuh anaknya sendiri sebagai bentuk pengorbanannya kepada Allah SWT.

Namun, berkat ketulusan kejujurannya serta kuatnya Iman dan kepercayaan terhadap Allah SWT, maka Tuhan menganggap Nabi Ibrahim memang benar-benar mampu menunjukkan sifat teladan.

Kisah pengorbanan ini tidak pernah berhenti hingga ia wafat. Bahkan sebelum wafat Nabi Ibrahim mendapatkan tantangan ketika akan membangun Ka’bah di Mekah, namun tetap menyelesaikannya dan menjadi salah satu panduan umat Islam ketika akan beribadah melalui dakwah yang disampaikannya.