Perang Dagang AS vs China Dimulai, Ini Dampak versi Bank Indonesia

Tahukah Anda, perang dagang kini tengah dilayangkan oleh Amerika Serikat (AS) ke sejumlah negara. Hal itu muncul akibat kebijakan Presiden AS Donald Trump. Dalam kebijakannya, Trump akan mengenakan bea masuk yang tinggi kepada negara-negara yang mengekspor barangnya ke AS. Apa dampaknya?

 

Ciputra Tutup Usia, Ini Sikap yang Bisa Kamu Teladani!

 Perang dagang ini memanas, setelah China merespon kebijakan Trump yang juga menaikkan bea masuk yang tinggi terhadap produk AS.

Tentunya, akan ada dampak-dampak yang dirasakan akibat dari perang dagang tersebut. Menurut Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, perang dagang antara AS dengan China akan mengakibatkan dampak internasional.

“Ini yang perlu kita terus cermati ketegangan perdagangan akan berdampak buruk tidak hanya pada hubungan bilateral kedua negara, tetapi juga perekonomian dunia,” kata Perry Warjiyo di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (10/7/2018).

Merugikan Semua Negara

Perry membeberkan perang dagang ini ternyata tidak hanya merugikan kedua negara, tetapi merugikan ke semua negara yang mempunyai ikatan perdagangan dengan AS dan China. Indonesia juga termasuk yang akan terkena dampak dari perang dagang itu.

Pasalnya, AS kini tengah merevisi pemberian fasilitas GSP (Generalized System of Preference) yang diberikan oleh AS kepada Indonesia. GSP adalah platform AS untuk memberikan keringanan bea masuk terhadap eksportir dari negara berkembang atau miskin.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memanfaatkan fasilitas tersebut. Nah, jika fasilitas ini dicabut, maka bea masuk produk Indonesia ke AS akan mahal. Dengan begitu, hal tersebut akan memberatkan perusahaan-perusahaan di Indonesia.

(Baca juga: Ini Tahapan Pendaftaran CPNS 2020)

Suku Bunga Acuan The Fed akan Naik Tinggi

Sektor keuangan juga akan berdampak dalam perang dagang tersebut. Perry menggungkapkan perang dagang bisa jadi pemicu kenaikan tinggi AS Fed Fund Rate. Sepanjang tahun ini, Fed Fund Rate telah naik 0,5 persen.

Jika itu terjadi maka akan membuat penarikan modal di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Dengan kata lain, investor-investor akan pergi meninggalkan Indonesia.

Keluarnya dana asing dari pasar keuangan negara berkembang ini juga akan membuat mata uang negara-negara tersebut lemah terhadap dolar AS. Bahkan, mata uang Indonesia rupiah juga terkapar lemah akibat hal tersebut.

Langkah BI Hadapi Ancaman Perang Dagang

BI pun tidak tinggal diam untuk menghadapi dampak perang dagang tersebut. Selama ini, BI telah mengeluarkan langkah-langkah yang dirasa tepat untuk hadapi perang dagang. Diantaranya, BI telah menaikkan bunga acuan BI 7 Days Repo Rate total 1 persen sepanjang Mei-Juni 2018 lalu. Hal ini untuk meningkatkan daya tarik investor asing.

Kemudian pemerintah akan berkoordinasi untuk memastikan ekonomi kita kuat stabilitasnya dan mencari terobosan baru baik dari luar maupun dalam yang diantaranya mendorong pariwisata, dan mendorong perusahaan untuk ekspor produk berdaya saing.

(Baca juga: Ini 7 Orang Terkaya di Dunia Versi Bloomberg, Ada Bos Facebook)

Selain itu, BI juga melonggarkan kebijakan uang muka kredit atau Loan to Value. Kebijakan ini dianggap akan memacu bisnis properti di dalam negeri. Nah dengan langkah-langkah itu, BI meyakini Indonesia bisa menghadapi dampak dari perang dagang. Dengan begitu, perekonomian dalam negeri berjalan dengan lancar dan nantinya akan menguntungkan bagi Anda.