Perbedaan Cuti Menstruasi di Berbagai Negara
3 menit membaca
Cuti melahirkan bagi wanita sudah umum diambil, tapi bagaimana kalau cuti mestruasi? Pasti belum banyak yang tahu kalau wanita diberi keistimewaan untuk cuti menstruasi. Bahkan, aturan tentang cuti ini tertera dalam Undang-undang buruh beberapa negara.
Menstruasi bagi sebagian wanita memang cukup mengganggu aktivitas. Rasa sakit berupa mulas, kram perut, perubahan mood, dan lemas membuat sebagian wanita harus beristirahat. Kalau kamu para wanita menganggapnya sebagai keistimewaan, ternyata aturan ini cukup mengundang perdebatan.
Di tengah usaha keseteraan gender di tempat kerja di berbagai negara, aturan ini justru mengesankan jika wanita itu lemah karena tidak produktif saat menstruasi. Namun pihak yang pro justru menganggap ini sebagai langkah untuk melindungi wanita karena tubuh dan siklus biologi wanita berbeda dengan pria. Negara mana saja yang memberlakukan cuti menstruasi dan apakah Indonesia termasuk ke dalamnya?
Jepang
Jepang telah memberlakukan cuti menstruasi sejak setelah akhir perang dunia II. Berdasarkan hukum ketenaga kerjaan tahun 1947, wanita yang menderita nyeri saat menstruasi atau pekerjaan mereka memperburuk nyeri saat datang bulan, diperbolehkan untuk mengambil cuti (seirikyuuka). Pada saat aturan tersebut ditulis, wanita memang banyak memasuki angkatan kerja demi membangun perekonomian pascaperang. Wanita bahkan banyak bekerja di medan yang cukup keras seperti pertambangan.
Menurit peneliti Alice J. Dan, aturean tersebut dianggap oleh orang Jepang sebagai emansipasi. Undang-undang tersebut membuat wanita bebas berbicara secara terbuka tentang tubuh mereka dan membuat wanita memperoleh pengakuan sosial dalam rangka peran mereka sebagai pekerja.
(Baca juga: Tiga Perusahaan Ini Punya Kebijakan Cuti Melahirkan Paling Asyik)
Kendati demikian, jumlah wanita yang mempergunakan cuti haid telah menurun drastis selama paruh kedua abad ke-20. Alasannya tidak lain karena etos kerja orang Jepang yang merasa bersalah saat harus meninggalkan pekerjaan mereka. Jangankan untuk mengambul cuti menstruasi, banyak oranhg Jepang yang bahkan tidak mengambil jatah cuti normal mereka.
Taiwan
Aturan cuti menstruasi di Taiwan terbilang baru. Pada 2013, amandemen dalam rangka kesetaraan pekerja memberikan kebebaskan untuk pekerja wanita mengambil cuti tiga hari dalam setahun. Ditambah dengan cuti 30 hari karena alasan sakit (dibayar setengah gaji) bagi pria maupun wanita. Awalnya cuti menstruasi termasuk ke dalam 30 hari cuti sakit. Namun para politisi yang tergabung dalam koalisi kesetaraan gender mengklaim hal ini merupakan pelanggaran terhadap hak-hak dasar wanita.
Indonesia
Pekerja wanita di Indonesia diperbolehkan untuk cuti pada hari pertama dan kedua menstruasi. Pengaturan mengenai cuti haid dapat kita jumpai dalam Pasal 81 ayat (1) Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
Selanjutnya, Pasal 81 ayat (2) mengatur bahwa pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Pengusaha juga wajib membayar upah apabila pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan.
Namun kenyataan di lapangan, banyak perusahaan yang mengabaikan aturan ini. Ditambah dengan belum banyak wanita yang menyadari haknya untuk mengambil cuti. (Baca juga: Mau Ajukan KPR Bunga Murah, Ini Syaratnya)
Korea Selatan
Aturan cuti menstruasi di Korea Selatan berlaku sejak 2001. Meskipun percobaan terhadap pemberlakuan hukum ini gagal saat diterapkan pada mahasiswa wanita (pihak fakultas memutuskan jika aturan tersebut justru banyak digunakan sebagai alasan untuk bolos. Di sisi lain, aturan ini juga ditentang oleh aktivis hak-hak pria karena menganggap sebagai bentuk diskriminasi.
Cuti menstruasi di berbagai negara Asia tidak terlepas dari gagasan bahwa wanita yang tidak beristirahat selama menstruasi akan mengalami kesulitan saat melahirkan nanti. Meski belum terbukti secara ilmiah, aturan ini dianggap mampu menjaga generasi yang akan dilahirkan.
Russia
Tahun lalu, seorang anggota parlemen Rusia mengusulkan rancangan undang-undang agar pekerja wanita memperoleh cuti dua hari dalam sebulan. Alasannya karena selama periode menstruasi, kebanyakan wanita mengalami ketidaknyamanan psikologis dan fisiologis. Rasa sakit bagi kaum hawa membuat mereka mudah lelah, konsentrasi, dan ketidaknyamanan emosional. Tapi sayangnya, usulan ini justru ditentang oleh kaum feminis Rusia karena dianggap melemahkan daya tahan wanita dibanding pria.
(Baca juga: Buat Para Bos, Waspadai 25 Alasan Baru yang Dipakai Karyawan untuk Bolos Kerja)
Kesimpulannya, meskipun kebijakan cuti haid bermaksud baik, banyak wanita yang merasa sungkan untuk mengambilnya. Alasannya ada yang malu memberitahu atasan kalau mereka sedang menstruasi dan ada juga yang khawatir dianggap sebagai pegawai tidak kompeten.