Pro-Kontra Rencana Mas Nadiem Hapus Ujian Nasional

Pengangkatan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) sudah cukup menuai kontroversi. Kini, kinerja Nadiem makin menjadi sorotan saat dirinya bertekad menghapuskan Ujian Nasional (UN) mulai 2021.

Nadiem mengatakan pada 2021, UN akan diganti menjadi assessment (penilaian) kompetensi minimum dan survei karakter. Kompetensi ini akan meliputi dua hal, yaitu literasi dan numerasi. Literasi akan lebih mengedepankan bagaimana seorang anak mampu mengerti dan memahami konsep di balik bacaannya.

Begitu pula dengan numerasi juga akan lebih memberatkan bagaimana sang anak mampu menganalisa angka-angka. Selain itu, penilaian kompetensi juga direncanakan bukan berdasarkan mata pelajaran di sekolah lagi.

Mengenai survei karakter, mantan bos Go-Jek itu mengatakan kalau survei karakter merupakan pengamatan guru terhadap perilaku dan sikap peserta didik sesuai dengan Pancasila. Rencana penghapusan UN ini juga menurut Nadiem akan mengurangi tingkat stres yang harus dialami oleh anak-anak yang akan menghadapi UN.

Dari kajian yang tengah dilakukannya diharapkan, rencana penghapusan UN ini memiliki esensi untuk memperbaiki UN, prestasi murid, dan juga prestasi sistem. Nadiem memastikan kalau UN 2020 adalah UN terakhir dengan metode lama.

Menuai Kontra

Bukan dari sembarang orang, rencana menghapuskan UN oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menuai kontra dari Mantan Presiden Jussuf Kalla (JK). Menurut JK, penghapusan ini akan membuat tidak ada standar mutu pendidikan nasional karena kelulusan dipakai rumus dongkrakan, sehingga hampir semua peserta didik diluluskan.

Menurut JK, UN memang harus dievaluasi setiap tahunnya, tetapi yang harus diperbaiki itu adalah hasil pendidikannya.

(Baca juga: Mengintip Kekayaan Nadiem Makarim, Calon Menteri Baru Jokowi)

Selain JK, banyak juga yang kontra dengan rencana penghapusan UN, terutama dari pihak sekolah dan kementerian. Sekolah dan kementerian misalnya berpendapat kalau UN dihapuskan akan membuat motivasi belajar siswa akan menurun. Di sisi lain, selama UN terus dijalankan, sistem pelaksanaannya dinilai tak lebih baik dan tidak memberi dampak positif.

Isu Lama

Isu rencana penghapusan UN bukanlah barang baru. Rencana ini sudah mulai mencuat sejak 2015 ketika Anies Baswedan menjabat sebagai Mendikbud beberapa tahun lalu.

Menurut pria yang sekarang menjabat sebagai Gubernur Provinsi DKI Jakarta itu, UN tidak menjadi penentu kelulusan siswa, melainkan hanya sebagai sarana pemetaan pendidikan nasional dan membantu seleksi ke jenjang pendidikan selanjutnya. Pelaksanaan UN kerap kali menekan siswa dan mendorong terjadinya kecurangan.

Tahun berganti, pada 2017, kursi Mendikbud berpidah tangan ke Muhadjir Effendy yang mengeluarkan kebijakan moratorium UN 2017. Ia beralasan, orientasi pada UN mereduksi mata pelajaran lainnya. Di sekolah, siswa hanya disiapkan untuk UN sehingga guru-guru yang mengajar mata pelajaran lain di luar UN kurang dihargai. Selain itu, menurutnya, UN hanya menguji ranah kognitif.

Kala itu, Muhadjir mengusulkan agar ujian akhir diserahkan ke daerah, ujian siswa SMA-SMK diserahkan ke pemerintah provinsi sedangkan untuk siswa SMP dan SD diserahkan ke pemerintah kabupaten/kota. Namun, rencana moratorium UN 2017 ini gagal karena JK sebagai Wakil Presiden ketika itu tidak merestui.

Hapus Zonasi

Selain menghapuskan UN, Nadiem juga berencana melonggarkan sistem zonasi sekolah demi mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah. Menurut Nadiem, komposisi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) akan dibagi menjadi jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen.

Untuk jalur prestasi atau sisa 0-30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah. Menurut Nadiem, daerah memiliki banyak kontribusi dalam menentukan akses dan kualitas pendidikan.

Baru-baru ini Mendikbud Nadiem membuat empat kebijakan baru yang disebut empat program pokok kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar .
Kebijakan Merdeka Belajar ini merupakan tindak lanjut arahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Selain soal zonasi, kebijakan baru juga mencakup Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.

(Baca juga: Gaji Menteri, Berapa Sih Kira-kira?)

Jadi, gimana menurut kalian rencana kebijakan di bidang pendidikan yang dibuat Nadiem Makarim? Namun, apapun program yang akan dilakukan pemerintah ke depan, tetap saja kamu sebagai orang tua tetap harus menyiapkan dana sekolah anak untuk sampai ke jenjang tertinggi.

Manfaatkan Kredit Tanpa Agunan (KTA) sebagai sumber cadangan apabila kamu perlu dana mendadak untuk keperluan sekolah anak. Ajukan KTA sesuai pilihan dan kebutuhan lewat CekAja.com.