Saat Kamu Workaholic, Tujuh Risiko Kesehatan Ini Bakal Mengancam
2 menit membaca
Pernah mendengar istilah karoshi? Karoshi merupakan kata dalam bahasa Jepang yang diterjemahkan sebagai kematian karena kerja berlebihan alias overwork.
Orang yang mengalami karoshi meninggal secara tiba-tiba karena serangan jantung atau stroke meskipun tidak punya riwayat penyakit apapun sebelumnya. Penyebab tersebut muncul tak lain karena stres atau overwork.
Berdasarkan sebuah studi yang dimuat dalam Journal of Management, terdapat perbedaan signifikan antara senang bekerja dan ketagihan bekerja. Sementara kategori pertama diartikan sebagai kerja keras karena senang dengan apa yang dilakukannya, kategori kedua umumnya didorong oleh rasa bersalah dan keterpaksaan.
Kerja berlebihan memberikan efek buruk pada kehidupan sosial dan pribadi. Dan yang terburuk, seperti telah disebut di atas, adalah munculnya penyakit yang bisa menyebabkan kematian. Berikut akibat jika kamu terlalu gila kerja.
Stres
Ada tiga tahap stres bagi workaholic; stres akut, stres akut episodik, dan stres kronis. Stres akut jangka pendek adalah jenis yang paling dialami banyak orang. Stres ini umumnya ditandai dengan rasa cemas dan khawatir dengan kehidupan sehari-hari. Meskipun tidak terlalu menganggu, stres tipe ini bisa memberikan efek jangka panjang yang buruk.
Stres akut kemuddian berkembang menjadi stres akut episodik yang ditandai dengan selalu terburu-buru, selalu terlambat, dan selalu merasa tertekan. Kamu yang menderita stres tahap ini juga jadi mudah tersinggung. Banyak orang yang menderita stres kronis kemudian tergantung pada obat penenang dan malah sampai bunuh diri.
Serangan jantung
Media Taiwan pernah melaporkan kasus karoshi. Seorang teknisi yang bekerja untuk Nanya Technology selama tiga tahun sejak 2006-2009, meninggal di depan komputer dengan dikelilingi dokumen-dokumen tumpukan pekerjaan. Penyidikan kemudian menemukan jika penyebab kematiannya akibat cardiogenic shock.
(Baca juga: Ini Dia Penyakit yang Tidak Ditanggung Oleh BPJS Kesehatan)
Cardiogenic shock adalah kondisi di mana jantung tidak bisa memompa cukup banyak darah sesuai yang dibutuhkan oleh tubuh. Kondisi ini disebabkan oleh serangan jantung. Orangtua sang teknisi kemudian mengungkap jika anaknya bekerja selama 16-19 jam sehari.
Sakit punggung
Sakit punggung dan sakit leher adalah dua nyeri yang paling sering dikeluhkan pekerja yang duduk sepanjang waktu. Ini disebabkan peredaran darah tidak lancar dan otot kaku. Setiap dua jam sekali, luruskan kaki dengan berjalan-jalan kecil selama lima menit.
Mata minus
Menatap komputer terlalu lama bisa menyebabkan kerusakan mata jangka panjang. Jika kamu harus menatap cahaya terus menerus, imbangi dengan senam mata, atau melihat jarak jauh secara bergantian.
Obesitas
Jangan meremehkan akibat dari makan di meja kerja. Waktu makan siang adalah waktu yang tepat untuk menyegarkan pikiran. Aktivita bangkit dari meja kerja dan berjalan-jalan kecil bisa menghindari kamu dari obesitas. Pasalnya studi terbaru di Inggris menemukan jika orang yang makan siang di meja kerja beresiko tinggi terkena obesitas.
Depresi
Kalau kamu merasa susah tidur, tidur tidak teratur, sulit berkonsentrasi, tidak punya motivasi, merasa lelah secara fisik maupun emosional meskipun masih pagi, sesak napas, dan menangis tiba-tiba, adalah tanda-tanda bahwa kamu mengalami depresi. Segera ambil cuti sebelum kamu mengalami penyakit lebih serius.
Stroke
Berdasarkan hasil penelitian Universitas Umea di Swedia yang dipublikasikan di jurnal Lancet, mereka yang bekerja lebih dari 40 jam per minggu mengalami peningkatan yang signifikan terkena stroke.
Dibandingkan dengan orang-orang yang bekerja 35 sampai 40 jam per minggu, mereka yang bekerja 41-48 jam per minggu 10% lebih mungkin untuk menderita stroke.
(Baca juga: Cegah Penyakit Stroke Dengan Konsumsi 4 Buah Berikut)
Sedangkan mereka yang terbiasa bekerja 49-54 jam per minggu berada dalam bahaya yang lebih besar. Risiko stroke mereka 27% lebih tinggi dibandingkan kelompok sebelumnya.
Yang terburuk adalah mereka yang bekerja setidaknya 55 jam per minggu. Persentase risiko stroke mereka melonjak menjadi 33%. Penelitian ini dilakukan pada 528.908 orang bebas stroke selama tujuh tahun.