Seluk-beluk Industri 4.0, Siapkah Indonesia Menerapkannya?

Belakangan ini, media sering kali membahas era revolusi industri 4.0. Revolusi industri 4.0 ditandai dengan maraknya penggunaan mesin-mesin automasi yang terintegrasi jaringan internet. Adapun teknologi utama yang menopang penerapan industri 4.0, terdiri dari Internet of Things, Artificial Intelligence, Human-Machine Interface, Robotik dan Sensor, serta 3D Printing.

 

Ilustrasi Stabilitas Keuangan

 

Presiden Joko Widodo bersama Kementerian Perindustrian sendiri telah meresmikan peta jalan yang disebut ‘Making Indonesia 4.0’. Sebagai agenda nasional terbesar, roadmap tersebut nantinya akan menjadi pedoman bagi pergerakan industri nasional di masa depan.

Sebagai langkah awal dalam menjalankan ‘Making Indonesia 4.0’, terdapat lima industri yang menjadi fokus implementasi industri 4.0 di Indonesia, yaitu:

  • Makanan dan minuman
  • Tekstil
  • Otomotif
  • Elektronik
  • Kimia

Sektor-sektor tersebut merupakan ‘tulang punggung’ yang patut dijadikan contoh bagi penerapan industri 4.0, lantaran kelimanya amat dibutuhkan oleh masyarakat luas. Dengan harapan kelak, bisa sekaligus membawa pengaruh besar dalam hal daya saing dan kontribusi terhadap ekonomi Indonesia menuju 10 besar ekonomi di tahun 2030 mendatang.

Lahirnya industri 4.0 tentu akan memberi banyak perubahan. Setiap langkah produksi diprediksikan menjadi lebih efisien, sehingga output yang dihasilkan pun maksimal.  Lantas, seberapa siap Indonesia dalam menyongsong era serba canggih ini?

(Baca juga: Meneropong Masa Depan Manusia dan Hubungannya dengan Artificial Intellegence)

Sudah Mulai Diterapkan di Indonesia

Dunia yang telah memasuki era revolusi industri 4.0 nampaknya bukan lagi sekadar wacana. Berbagai teknologi yang menjadi tanda dimulainya revolusi industri 4.0, sudah mulai diterapkan pada berbagai lini.

Jika melihat negara sendiri, sebenarnya Indonesia sudah cukup banyak mengimplementasikan industri generasi empat itu. Contoh paling nyata adalah berkembangnya transportasi online. Lima tahun lalu, butuh perjuangan untuk mencari taksi atau ojek. Begitupun ketika ingin membeli makanan, mau tak mau harus datang langsung restoran.

Pada intinya, semua hal dulu hanya bisa dilakukan secara ‘manual’. Namun, berkat kolaborasi dengan teknologi, transportasi kini menjadi lebih mudah dijangkau bahkan terasa multifungsi.

Selain transportasi online, implementasi industri 4.0 juga terlihat seiring dengan bermunculannya fintech. Financial technology begitu kepanjangannya, merupakan inovasi yang menggabungkan teknologi internet dengan layanan keuangan terpilih. Geliat fintech di Indonesia telah merambah ke berbagai sektor, uang elektronik, peminjaman (lending), perencanaan keuangan (personal finance), pembiayaan (crowdfunding), hingga marketplace produk keuangan.

Berkat adanya fintech, masyarakat yang belum terjangkau oleh perbankan pun bisa memperoleh layanan keuangan dengan lebih baik. Salah satu fintech yang memudahkan masyarakat dalam mengakses produk keuangan seperti Kredit Perumahan Rakyat (KPR) dan kartu kredit adalah CekAja.com.

Fasilitas Teknologi Masih Belum Merata

Dalam menerapkan industri 4.0 secara menyeluruh, Indonesia masih harus memperbaiki fasilitas teknologi yang masih belum merata. Internet bukan suatu hal yang langka bagi masyarakat kota besar. Namun, berbeda cerita jika tinggal di daerah terpencil, teknologi atau internet mendadak sulit didapat. Lima provinsi dengan indeks pembangunan teknologi paling rendah yaitu Papua, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, dan Maluku Utara.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengakui, internet memang dinikmati merata oleh semua masyarakat. Indonesia adalah negara kepulauan, sehingga membangun infrastruktur digital pun tidak mudah, kendati harus membangun kabel optik melalui jalur laut. Oleh karenanya, pemerintah bekerja sama dengan operator untuk membangun Palapa Ring untuk menyatukan kabupaten dan kota di seluruh Indonesia, agar semua terhubung dengan jaringan internet berkecepatan tinggi.

Selain itu, perlu diingat pula bahwa keamanan siber dalam penyediaan layanan transaksi pembayaran juga patut menjadi perhatian besar penyedia layanan. Termasuk bagaimana melindungi data privasi konsumen.

(Baca juga: 4 Sektor Bisnis Ini Banyak Pecat Karyawan Karena Kemajuan Teknologi)

Akankah Menjadi Ancaman Bagi Tenaga Kerja?

Revolusi industri 4.0 dicetuskan pertama kali oleh Jerman pada 2011. Beberapa negara yang telah memiliki program-program untuk mendukung industrinya menuju Industri 4.0 seperti Jerman, Inggris, Amerika Serikat, China, India, Jepang, Korea, dan Vietnam.

Layaknya koin yang punya dua sisi berbeda, industri 4.0 tak hanya membawa keuntungan bagi sektor industri, tapi juga tantangan baru bagi para tenaga kerja. Adanya otomasi atau pemanfaatan robot dalam proses produksi manufaktur memungkinkan terjadinya pengurangan tenaga kerja, walaupun jumlahnya tak signifikan.

Seperti misalnya petani. Profesi ini perlu dikenalkan dengan marketplace atau e-commerce untuk memasarkan hasil produksinya secara online. Sehingga ketika dunia sudah mengadaptasi era digital lebih menyeluruh, mereka tak harus khawatir penghasilannya berkurang karena kalah saing. Selain itu, pengembangan transaksi perdagangan secara online dan offline pun otomatis diseimbangkan.