Tradisi Malam 1 Suro di Berbagai Daerah di Jawa, Apa Saja?

Malam 1 Suro tahun ini jatuh pada tanggal 1 September 2019. Masyarakat Jawa khususnya di wilayah Yogyakarta dan Solo menyambut malam 1 Suro dengan berbagai tradisi.

Malam 1 Suro

Perayaan malam 1 Suro biasanya berlangsung pada malam hari sebelum tanggal 1 tiba. 1 Suro merupakan hari pertama di bulan Suro pada kalender Jawa. Malam 1 Suro bertepatan dengan 1 Muharam pada kalender Islam.

Awal mula tradisi malam 1 Suro adalah ketika era Kerajaan Mataram Islam. Kala itu sekitar tahun 1613-1645 kerajaan diperintah oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo. Sultan Agung Hanyokrokusumo ingin memperluas ajaran islam di Jawa, sehingga memadukan antara tradisi Islam dan Jawa.

Dia memadukan kalender Hijriyah atau Islam dengan kalender Saka yang merupakan warisan Hindu. Kala itu, masih ada kalangan masyarakat yang memakai kalender Saka. Maka, lahirlah tanggal 1 Suro yang bertepatan dengan 1 Muharam.

Tradisi malam 1 Suro biasanya diselingi pembacaan doa, karena tradisi ini menitikberatkan pada ketentraman batin serta keselamatan. Masyarakat Jawa juga meyakini agar selama bulan Suro terus bersikap eling dan waspada. Eling maksudnya tetap ingat siapa dirinya dan kedudukannya sebagai ciptaan Tuhan. Sedangkan waspada artinya waspada dari godaan yang menyesatkan.

Nah, terlepas dari anggapan tradisi malam 1 Suro yang mistis dan terkesan syirik, inilah beberapa tradisi malam 1 Suro yang menarik di berbagai daerah di Jawa yang dirangkum dari berbagai sumber:

  • Kirab kebo bule

Kirab kebo bule

Keraton Kasunanan Surakarta punya tradisi kirab kebo bule setiap malam 1 Suro. Kirab artinya iring-iringan, sementara kebo adalah kata dalam bahasa Jawa yang artinya kerbau. Keraton Kesunanan Surakarta memang memiliki beberapa ekor kerbau berkulit bule.

Kerbau punya makna penting bagi sejarah keraton. Konon, pada tahun 1725 ketika Paku Buwono II mencari lokasi untuk keraton yang baru, leluhur kebo-kebo bule dilepas. Para abdi dalem keraton mengikuti perjalanannya dan berhenti di lokasi Keraton Kasunanan Surakarta yang sekarang.

Pada malam 1 Suro, kirab kebo bule akan diikuti kirab pusaka. Pusaka akan dibawa oleh para sentana dan abdi dalem keraton.  Pusaka dibungkus kain hitam dengan hiasan bunga melati. Kesan sakralnya kuat ya?

(Baca juga: Tradisi Unik Idul Adha di 6 Negara, Hias Hewan Kurban Salah Satunya)

  • Mubeng benteng

Mubeng benteng

Yogyakarta juga masih melestarikan tradisi malam 1 Suro. Tradisi mubeng benteng atau mengelilingi benteng alias keraton ada di Yogyakarta saat malam 1 Suro. Tradisi ini merupakan simbol dari refleksi dan instrospeksi diri.

Ketika mengelilingi keraton, para peserta yang ikut tidak boleh mengeluarkan suara. Selain itu, peserta juga tidak boleh makan dan minum. Kegiatan mubeng benteng ini terbuka untuk umum, jadi siapa saja bisa ikut.

Kalau kamu penasaran sama tradisi mubeng benteng, datang saja ke Yogyakarta saat malam 1 Suro untuk merasakan suasana yang sakral.

  • Sapi-sapian

Sapi-sapian

Masyarakat Desa Kenjo, Kecamatan Glagah, Banyuwangi menyambut bulan Suro dengan ritual sapi-sapian. Dalam ritual ini, ada arak-arakan dua lelaki dewasa yang mengenakan kostum sapi berwarna merah serta membawa alat bajak. Mereka berkeliling perkampungan diikuti para petani yang membawa berbagai hasil panen.

Tradisi sapi-sapian ini adalah cara untuk bersyukur dan melestarikan budaya leluhur. Tradisi tersebut sempat berhenti tetapi kemudian dihidupkan kembali.

Konon, tradisi sapi-sapian bermula pada abad ke-18. Kala   itu terdapat orang-orang asal Bugis yang mengolah tanah di wilayah tersebut menggunakan sapi dan berhasil. Ilmu bercocok tanam dari mereka pun diwariskan. Kemudian, untuk mengingat jasa mereka, keturunan orang Bugis menggelar tradisi sapi-sapian.

  • Ritual di petilasan raja

Ritual di petilasan raja

Pada malam 1 Suro di Kediri, masyarakat rutin melakukan ritual di Petilasan Pamuksan Sri Aji Joyoboyo. Sri Aji Joyoboyo adalah raja Kerajaan Kediri yang terkenal.

Masyarakat bahkan datang dari berbagai daerah untuk mengikuti prosesi yang digelar. Tradisi ini bertujuan mengenang dan menghormati jasa leluhur dan raja-raja.

Ritual berupa lantunan doa, pembakaran sesaji serta penaburan bunga pada malam hari. Kemudian, pada pagi harinya, diadakan arak-arakan pusaka dari dari balai desa menuju Petilasan Pamuksan Sri Aji Joyoboyo. Pusaka dikawal para sesepuh masyarakat, gadis pengiring, dan rombongan lainnya yang semuanya berpakaian adat.

(Baca juga: Tradisi Sambut Ramadan, Makan Daging Hingga Mandi untuk Menyucikan Diri)

Kalau kamu senang berkeliling Indonesia untuk melihat berbagai tradisi menarik, jangan lupa bekali diri dengan asuransi perjalanan ya! Cek di CekAja,com!