Waspadai 10 Tanda Kantor yang Tidak Akan Membuatmu Berkembang

“People don’t leave jobs, they leave toxic work cultures,” kalimat itu dicantumkan dalam profil akun twitter @DoctorAminaUK, milik seorang Doktor dan psikolog cantik asal Inggris, Amina Aitsi-Selmi.

Waspadai 10 Tanda Kantor yang Tidak Akan Membuatmu Berkembang

Jika diterjemahkan, kira-kira artinya seperti ini: Orang tidak meninggalkan pekerjaan, mereka meninggalkan budaya kerja yang beracun.

Sebuah pengingat dari Doktor Amina bagi para pemilik perusahaan, maupun staf Sumber Daya Manusia (Human Resources), untuk menjelaskan mengapa tingkat turnover di perusahaan bisa sangat tinggi.

Turnover adalah istilah untuk menjelaskan seorang karyawan yang meninggalkan perusahaan atau resign, dan ada orang lain yang menggantikannya. Keluar dan masuknya karyawan adalah hal yang wajar, namun jika turnover karyawan terlalu sering terjadi dan mengalami peningkatan, tentunya hal ini akan merugikan perusahaan itu sendiri.

Jika dirunut lagi, setidaknya ada dua tipe turnover karyawan. Pertama secara sukarela atau relawan. Kedua terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Karyawan yang memutuskan untuk mengundurkan diri, umumnya karena mendapat kesempatan kerja yang lebih baik di tempat lain. Atau, bisa jadi tempat kerjanya yang sekarang tidak berfaedah karena memapari dirinya dengan budaya kerja yang buruk (toxic) seperti yang diungkapkan Doktor Amina di atas.

Pemicu tempat kerja toxic

Dikutip dari kolom seorang Motivator Kepemimpinan asal Amerika Serikat (AS), Brigette Hyacinth yang ditulisnya di LinkedIn, pemicu utama tempat kerja menjadi toxic adalah bos seorang diktator.

Parameter ini paling mudah mempengaruhi kadar ke-toxic-an suatu kantor, yang bisa jadi alasan utama para karyawan mengundurkan diri.

Kalau bos kamu di kantor memiliki gaya kepemimpinan seorang diktator yang sudah ketinggalan zaman itu, sudahi saja hubungan profesional dengannya lewat sepucuk surat pengunduran diri daripada terus-terusan makan hati.

(Baca juga: 7 Cara Menjadi Pemimpin yang Baik di Tempat Kerja)

Menurut Brigette, karakter seorang diktator antara lain: selalu menutup pintu gagasan dari anak buah, mempermalukan karyawan, atau memecat karyawan yang berani membantah kebijakannya.

“Lingkungan kerja toxic yang tercipta dipicu oleh kebiasaan buruk si bos, yang membuat semua orang merasa ketakutan dan terintimidasi. Lalu akan muncul karyawan penjilat yang rela mengorbankan rekannya hanya untuk tampak baik di mata bos tersebut, kata Brigette.

Ia melanjutkan, budaya perusahaan yang beracun akan mengikis organisasi dan melumpuhkan fungsi kerja yang ditinggalkan oleh karyawan-karyawannya. Budaya tersebut juga otomatis mengurangi produktivitas kantor, sekaligus menghambat kreativitas dan inovasi di perusahaan itu.

“Harap diingat, karyawan tidak takut untuk melompat dari kapal ketika dihadapkan dengan tempat kerja yang beracun. Dan biasanya karyawan berkinerja tinggi yang akan pergi terlebih dahulu, tegasnya.

10 tanda tempat kerja toxic

Lebih lanjut, berikut adalah 10 tanda-tanda suatu perusahaan memiliki budaya kerja yang beracun menurut Brigette:

  1. Nilai-nilai inti perusahaan tidak berfungsi sebagai dasar menjalankan organisasi.
  2. Saran karyawan diabaikan, akibatnya karyawan takut untuk memberikan pendapat yang jujur.
  3. Manajemen mikro. Karyawan tidak diberikan otonomi dalam menyelesaikan pekerjaan, harus selalu dipantau oleh atasan.
  4. Manajemen selalu menyalahkan atau menghukum karyawan, dan menjadikannya sebagai norma perusahaan.
  5. Banyak karyawan yang absen karena sering sakit, dan tingkat turnover yang tinggi.
  6. Manajemen meminta karyawan untuk bekerja berlebihan jika mau mendapat apresiasi.
  7. Karyawan jarang berinteraksi dengan manajemen karena takut.
  8. Karyawan tidak produktif karena sibuk bergosip hal-hal miring terkait atasannya.
  9. Politik kantor sangat tinggi.
  10. Karyawan sering mendapat perlakuan agresif atau diintimidasi atasan.

Apa ada obatnya?

Brigette menyimpulkan, sebenarnya masih ada cara yang bisa dilakukan untuk memperbaiki tempat kerja beracun yang umumnya merupakan kombinasi dari kepemimpinan yang buruk dan individu yang mengabadikan budaya tersebut.

“Perbaikan harus dimulai dengan yang di atas. Pemimpin harus menunjukkan rasa hormat, integritas, penghargaan, empati, dan memberi kepercayaan kepada bawahan, jelasnya.

(Baca juga: 4 Tipe Kepemimpinan Para Bos Teknologi yang Sukses)

Pemimpin harus menyadari bahwa perusahaan membayar ongkos yang mahal akibat karyawan-karyawannya yang menurun produktivitasnya karena tidak bahagia dalam bekerja.

“Jika kamu tidak menyembuhkan kanker di akar pohon, bukan hanya cabang dan daunnya yang mati, tetapi begitu pula pohonnya,” pungkas Brigette.