Mau Ajukan KPR Syariah? Ketahui Dulu Akad dan Simulasi Kreditnya

Saat ingin ajukan KPR Syariah, Anda ditawari skema pembiayaan yang berbeda dari KPR Konvensional. Bahkan, selain dari perhitungan cicilan yang berbeda, skema yang ditawarkan memiliki istilah yang mungkin tidak Anda mengerti.

Saat ini, KPR Syariah memang dianggap menjadi alternatif pembiayaan bagi seseorang yang memiliki rencana untuk ajukan kredit pembelian tempat tinggal. Selain tabungan, produk kredit kepemilkikan rumah (KPR) syariah juga saat ini banyak diminati masyarakat. Sistem kredit tanpa bunga dengan angsuran tetap, dianggap menjadi kelebihan KPR syariah dibandingkan KPR konvensional.

Seseorang yang mengambil kredit secara syariah akhirnya merasa lebih tenang. Karena mereka akhirnya tidak lagi merasa khawatir jika di tengah masa kredit, suku bunga tiba-tiba naik dan menyebabkan ketidakmampuan membayar sisa angsuran.

Mengapa? Karena secara mendasar perbedaan pokok antara KPR konvensional dengan syariah terletak pada skema atau akadnya. Jika pada bank konvensional kontrak KPR didasarkan pada suku bunga tertentu yang sifatnya bisa fluktuatif, namun di KPR Syariah bisa dilakukan dengan beberapa pilihan skema atau akad sesuai dengan kebutuhan.

(Baca juga: Pilih KPR Syariah atau Konvensional, Ini Bedanya)

Berbeda dengan perjanjian KPR rumah pada bank konvensional yang menjadikan suku bunga sebagai acuan, dalam KPR syariah memiliki landasan jual beli dan kerjasama bagi hasil.

Ada beberapa skema atau akad yang digunakan dalam sistemnya. Di antaranya adalah KPR iB Jual Beli (skema murabahah), KPR iB Kepemilikan Bertahap (musyarakah mutanaqisah), KPR iB sewa (skema ijarah), dan KPR iB Sewa Beli (skema Ijarah Muntahia Bittamlik-IMBT).

Namun, dari beberapa akad yang ditawarkan tersebut, sebagian besar bank yang memiliki produk KPR syariah, mengunakan dua skema, yaitu skema jual beli (skema murabahah) dan skema kepemilikan bertahap (musyarakah mutanaqisah). Karena lebih banyak ditawarkan, pada artikel ini CekAja akan membahas hanya 2 akad tersebut.

Apa itu murabahah?

Dalam sistem syariah, pengertian murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank dan nasabah. Di sistem ini, bank syariah akan membeli barang yang diperlukan oleh nasabah, kemudian menjualnya kembali kepada nasabah sebesar harga sebenarnya ditambah dengan keuntungan yang telah disepakati antara nasabah dan bank.

Itulah yang menjadi pembeda antara murabahah dengan cara penjualan yang lain. Sebab, bank syariah yang bertindak sebagai penjual secara jelas memberi tahu kepada pembeli (nasabah) tentang berapa nilai pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang dibebankannya pada nilai itu.

Berikut adalah simulasinya:

Misal, Anda membeli rumah seharga Rp 300 juta. Dengan uang muka sebesar 20% dari harga rumah, maka Anda akan menyetor sebesar Rp 60 juta. Uang muka tersebut bisa langsung dibayarkan ke pengembang. Dengan begitu, pembiayaan yang akan diberikan kepada Anda adalah Rp 240 juta.

(Baca juga: Punya Cicilan Kredit Lain Tapi Ingin Ajukan KPR, Pelajari Dulu Simulasinya)

Perhitungannya; Rp 300 juta – Rp 60 juta = Rp 240 juta.

Dari jumlah tersebut, dengan memakai prinsi murabahah, bank akan membeli rumah yang akan Anda beli sebesar Rp 240 juta.

Kemudian, bank akan menjual kembali Anda setelah ditambah keuntungan untuk bank. Misalnya pembiayaan syariah yang Anda ajukan menetapkan keuntungan sebesar 5% dengan tenor atau lama pembayaran 15 tahun.

Rumusnya; (Harga dibiayai bank x (keuntungan bank x plafon) + Harga dibiayai bank) : bulan tenor

= (( 240 juta x ( 5% x 15 )) + 240 juta ) : 180 bulan

= (180 juta + 240 juta ) : 180 bulan

= (Rp 420 juta) : 180 bulan

Maka, angsuran yang akan Anda keluarkan adalah = Rp. 2.333.333

Besar angsuran itu biasanya akan tetap perbulannya dan tidak berubah sepanjang jangka waktu KPR

Apa itu musyarakah mutanaqishah?

Skema pembiayaan KPR jenis ini berdasarkan atas kerja sama bagi hasil. Dalam skema ini, nantinya bank dan Anda sebagai nasabah bersama-sama membeli rumah sesuai porsinya masing-masing.

Misalnya, Anda harus menyetor sebesar 20% dari harga rumah, dan bank menyetor sekitar 80%. Kemudian, rumah tersebut disewakan. Siapa penyewanya? Anda lah penyewanya.

Sebab, Anda adalah seseorang yang berniat menempati rumah tersebut. Namun, porsi kepemilikan bank terhadap rumah tersebut setiap bulan akan Anda beli secara bertahap.

Berapa jumlahnya? Sesuai dengan perhitungan yang disepakati di awal. Jika Anda mengambil tenor 10 tahun, maka akhir sewa Anda akan berakhir dalam waktu tersebut. Dan, di akhir masa sewa, otomatis persentase kepemilikan bank atas rumah tersebut juga akan 0%.

Berikut adalah simulasinya;

Anda membeli rumah seharga Rp 300 juta. Bila bank menyetor porsi 80%, maka jumlahnya adalah Rp 240 juta. Setoran Anda sebesar 20% atau sebesar Rp 60juta.

Kemudian, dari pengumpulan setoran bank ditambah dengan setoran Anda, uang tersebut dibelikan sebuah rumah. Selanjutnya, bank pun akan melakukan kesepakatan dengan Anda untuk harga sewa yang harus Anda setorkan per bulannya.

Misal, disepakati harga sewa adalah Rp 1.600.000, maka jumlah itulah yang Anda harus bayarkan setiap bulannya sebagai harga sewa. Tapi ingat, kepemilikan rumah tersebut adalah milik bersama, yaitu Anda dan bank.

Jadi, ada porsi bagi hasil di sini. Namun, Anda mempunyai tujuan untuk memiliki rumah tersebut, karena itu Anda harus membeli bagian dari kepemilikan bank atas rumah tersebut.

Karena itulah, biasanya biaya sewa pun akan ditambah biaya untuk membeli porsi kepemilikan bank terhadap rumah tersebut. Selanjutnya, di akhir periode atau di akhir tahun ke 10, porsi kepemilikan Anda menjadi 100% dan porsi kepemilikan bank menjadi 0%.

Ajukan segera Kredit Pemilikan Rumah Anda sekarang juga.