Cek 6 Pilar untuk Kerek Inklusi Keuangan
3 menit membacaPertumbuhan inklusi keuangan di Indonesia hingga kini belum juga meningkat.
Kondisi tersebut jika dibiarkan dapat berakibat negatif pada berbagai aspek, apa saja?
Lalu, bagaimana upaya pemerintah untuk mengerek inklusi keuangan? Cek enam pilar untuk kerek inklusi keuangan.
Berdasarkan data Global Findex 2014, hanya ada sekitar 36 persen saja masyarakat yang terhitung bisa mengakses jasa keuangan dengan leluasa.
Seperti menabung di bank, melakukan transfer, atau mengajukan pinjaman investasi. Itupun tidak mencakup daerah-daerah pelosok.
Sisanya? Bisa dibilang masih unbankable alias jauh dari kegiatan perbankan.
Dampak Jika Inklusi Keuangan Tidak Ditingkatkan
Ada berbagai dampak negatif yang akan terjadi apabila inklusi keuangan tidak ditingkatkan.
Dampak tersebut termasuk hilangnya budaya menabung sehingga masyarakat tidak memiliki dana untuk berjaga-jaga ataupun keperluan di masa depan.
Selain itu, dampak-dampak kurang mengenakan lain yang mungkin terjadi ialah sebagai berikut:
Keterbatasan memiliki aset
Rendahnya inklusi keuangan juga bisa membuat banyak orang tidak berkesempatan memiliki aset. Hal ini tentu erat kaitannya dengan kesejahteraan mereka, serta menyebabkan inefisiensi dalam melakukan transaksi pembayaran.
Memperbesar shadow economy
Dari segi ekonomi secara menyeluruh, eksklusivitas bisa memperbesar shadow economy. Dengan kata lain, berbagai transaksi ekonomi berpotensi tidak tercatat sehingga rawan menimbulkan tindak pencucian uang, pendanaan terorisme, sampai berkurangnya buffer bagi sistem keuangan apabila terjadi resensi.
Menghambat pertumbuhan Dana Pihak Ketiga
Inklusi keuangan juga otomatis mengganggu pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK). Hal itu akan sangat mempengaruhi stabilitas sIstem keuangan yang berakibat pada kurang optimalnya fungsi intermediasi dari lembaga keuangan.
Timbulnya kesenjangan sosial
Adanya kesenjangan antara masyarakat kota dan kampung, tentu tidaklah sehat.
Secara tidak langsung akan ada oknum yang nantinya selalu membeda-bedakan.
Kalau sudah begitu, angka kemiskinan pun akan semakin sulit dipangkas.
Strategi Pemerintah Tingkatkan Inklusi Keuangan
Tentunya pemerintah tidak tinggal diam akan eksklusivitas yang masih mendominasi ini. Beberapa strategi mulai dicanangkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Mulai dari pemerataan pendapatan, pengentasan kemiskinan serta stabilitas sistem keuangan.
Pun sudah seharusnya, strategi yang dimaksud difokuskan pada kelompok masyarakat yang masih mengalami banyak hambatan untuk mengakses jasa keuangan.
Baru-baru ini, ada cara komprehensif yang disusun bersama antara Bank Indonesia, kantor wakil presiden (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan/TNP2K) dan Kementerian Keuangan yang disebut dengan Strategi Nasional keuangan Inklusif.
Ada 6 pilar, di antaranya adalah:
1. Edukasi keuangan
Pilar pertama ini memiliki strategi yang mengacu pada edukasi dalam mengelola keuangan.
Edukasi tersebut dimulai dari peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat mengenai produk atau jasa keuangan, baik itu ragamnya atau risiko yang terkait.
Diikuti dengan pengetahuan akan hak perlindungan nasabah, dan keterampilan mengelola keuangan.
2. Fasilitas keuangan publik
Strategi pada pilar ini mengacu pada kemampuan dan peran pemerintah dalam penyediaan pembiayaan keuangan publik baik secara langsung maupun bersyarat guna mendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Beberapa inisiatif dalam pilar ini meliputi subsidi dan bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, juga pemberdayaan UMKM.
3. Pemetaan informasi keuangan
Pilar ketiga adalah pemetaan informasi keuangan. Tujuannya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat, terutama yang tadinya dikategorikan tidak layak untuk menjadi layak.
Atau, dari unbankable menjadi bankable dalam memperoleh akses akan layanan keuangan oleh institusi keuangan formal.
(Baca juga: Alasan Fintech Bisa Tingkatkan Inklusi Keuangan)
4. Kebijakan atau peraturan yang mendukung
Selanjutnya, pilar kebijakan atau peraturan yang mendukung program keuangan inklusif. Dukungan tersebut hadir dari pemerintah maupun Bank Indonesia guna meningkatkan akses akan layanan jasa keuangan.
Inisiatif untuk mendukung pilar ini salah satunya adalah kebijakan mendorong sosialisasi produk jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
5. Fasilitas intermediasi dan saluran distribusi
Adapun pilar yang kelima ialah bagaimana pemerintah meningkatkan kesadaran lembaga keuangan akan keberadaan segmen yang potensial di masyarakat.
Sekaligus mencari beberapa metode alternatif untuk meningkatkan distribusi produk dan jasa keuangan.
Contohnya seperti peningkatan kerja sama antar lembaga keuangan untuk meningkatkan skala usaha.
6. Perlindungan konsumen
Terakhir ada pilar perlindungan konsumen. Pilar ini bertujuan agar masyarakat memiliki jaminan rasa aman dalam berinteraksi dengan institusi keuangan dalam memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan yang ditawarkan.
Komponen yang termasuk terdiri dari transparansi produk, penanganan keluhan nasabah, mediasi, dan edukasi konsumen.
Seperti itulah gambaran lebih mendalam mengenai strategi untuk meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia. Besar harapan pemerintah, keenam pilar di atas benar-benar bisa terealisasi agar tak ada lagi dampak eksklusivitas yang harus dirasakan masyarakat ke depannya.