Izin Frekuensi First Media dan Bolt Dicabut, Ini Fakta-faktanya

Grup Lippo lagi-lagi ketiban sial. Perusahaan-Perusahaannya seakan terus dilanda masalah. Usai permasalahan megaproyek properti Meikarta, yang terbaru, Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR) dua entitas Lippo yakni PT First Media Tbk (KBLV) dan anak usahanya yakni PT Internux selaku produsen Bolt! dicabut oleh Kominfo per hari ini.

Router Internet First Media - CekAja

Kabar pencabutan izin dua perusahaan ini menggegerkan masyarakat terutama para pelanggan dari dua produk perusahaan tersebut. Apa yang sebenarnya terjadi dengan dua perusahaan Lippo ini? Simak ulasan berikut ini.

Mengenal First Media dan Internux

First Media merupakan salah satu pelopor layanan telekomunikasi terintegrasi dengan mengusung konsep Triple Play. Konsep ini diusung untuk melayani masyarakat berupa televisi berlangganan, internet pita lebar dengan kecepatan tinggi serta layanan komunikasi data melalui jaringan digital.

Sementara Internux merupakan anak usaha First Media yang bekerja dengan Mitsui & Cp, Ltd. Internux mengeluarkan produk layanan internet dengan nama Bolt! Produk ini meluncurkan layanan 4G LTE secara komersial di Indinesia sejak awal 2014 lalu dengan nama Bolt! Super 4G LTE.

Tak lama kemudian perusahaan mengeluarkan 4G Ultra LTE. Layanan ini menggunakan fiber optic. Teknologi yang diusung Bolt! ini berajalan pada frekuensi TDD 2,3 Ghz di mana para pelanggan bisa mengakses data internet super cepat hingga 72 Mbps.

(Baca juga:  Trik Memilih Internet Rumah yang Bagus dan Murah)

Menunggak pembayaran

Dari sekian perusahaan yang diancam dicabut izinnya, dua entitas milik Lippo ini tercatat sebagai perusahaan yang menunggak kewajiban membayar biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi radio 2,3 Ghz.

Adapun kedua perusahaan tersebut menunggak pembayaran masing-masing Rp364,84 miliar untuk First Media dan Rp343,57 untuk Internux. Diketahui, dua entitas Grup Lippo ini telah menunggak pembayaran sejak 2016 lalu. Waktu jatuh tempo pembayarannya sendiri yakni Sabtu, 17 November 2018.

Gugatan First Media

Sebelum jatuh tempo pembayaran BHP, First Media telah melayangkan gugutan kepada Kominfo yang ditujukan pada Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Post dan Informatika (Ditjen SDPPI) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Gugatan dengan nomor perkara 266/G/2018/PTUN.JKT itu berisi tentang permintaan penundaan pembayaran BHP oleh First Media. Selain itu, dalam gugatan juga pihak First Media meminta Kominfo menunda segala tindakan atau paksaan penagihan pembayaran BHP.

Sementara itu, dalam pokok perkara, First Media juga mengajukan dibatalkannya dua surat yang telah dirilis Kominfo terkait surat pemberitahuan pembayaran BHP serta surat pengenaan sanksi. Adapun sidang gugatan perdana dilaksanakan pada Selasa, 13 November 2018.

Sementara sidang lanjutan digelar pada Senin, 19 November 2018. Kominfo sendiri dalam laman resminya merespons bahwa pihaknya akan mengikuti setiap tahap gugatan tersebut sesuai prosedur hukum yang berlaku.

(Baca juga:  Tips Sukses Jualan di Instagram)

Keuangan First Media makin mengempis

Kondisi keuangan First Media mungkin sedang tidak stabil. Itulah mengapa perusahaan ini belum membayar tunggakan BHP. Buktinya, kondisi keuangan per September 2018, First Media megalami rugi bersih hingga Rp2,9 triliun. Kerugian ini lebih tinggi atau loncat hingga 152 persen dibandikan dengan rugi bersih yang diterima perusahaan pada periode sama tahun lalu.

Melorotnya keuangan First Media juga dikarenakan oleh aksinya yang menjual sebgaian saham PT Link Net pada 2014, salah satu anak usahanya. Perusahaan ini merupakan salah satu penyumbang laba bersih First Media dari jasa televisi kabel langganan hingga 32 persen saat itu.

Saat ini, First Media bergantung pada sejumlah usaha yang dijalaninya antara lain penjualan perangkat komunikasi, jasa langganan internet, komunikasi data dan jenis-jenis usaha lainnya.

Internux dililit utang

Produsen Bolt! yakni Internux tengah dilillit utang yang harus dibayarkan kepada para kreditur hingga mencapai Rp5,65 triliun. Rinciannya, utang tersebut dibayarkan kepada 282 kreditur sebesar Rp5,37 triliun dan sisanya kepada 3 kreditur senilai Rp274,55 triliun.

Utang menggunung tersebut diduga berasal dari investasi perusahaan untuk memperoleh alokasi frekuensi pita lebar pada 2009. Namun, perusahaan baru bisa menggunakan izin teknologi tersebut pada 2012. Alih-alih mendapat untung, perusahaan malah harus menanggung rugi.

(Baca juga:  Mau Tambah Penghasilan dengan Jadi Influencer Instagram? Ini Tipsnya!)

Layanan yang terdampak

Masyarakat resah dengan adanya kabar ancaman pencabutan izin kepada pelanggan First Media dan Bolt karena menunggak pembayaran BHP sejak 2016. Namun, yang harus diketahui, layanan First Media yang berbasis kabel koaksial dan fiber optic tidak akan terdampak.

Sebabnya, layanan First Media yang dioperasikan PT Link Net adalah TV kabel degan fixed broadband cable internet berbasis hybrid fiber coaxial (HFC).

Di sisi lain, First Media sendiri merupakan penyelenggara jaringan telekomunikasi berbasis packet switched melalui kabel dan pita frekuensi 2,3 Ghz.

Kominfo sendiri menyerahkan kepada perusahaan masing-masing untuk menggunakan operator lain secara business to business (B2B). Nantinya, operator yang izinnya dicabut bisa menunjuk operator lain agar tetap melayani pelanggan.