Melawan Pelecehan dan Kekerasan Seksual di Hari Perempuan

8 Maret selalu diperingati sebagai Hari Perempuan Sedunia. Perayaan ini sekaligus mengungkap banyaknya ‘pekerjaan rumah’ yang belum harus diselesaikan pemerintah dan masyarakat untuk memberikan hak-hak perempuan yang masih sering terabaikan.

Penetapan Hari Perempuan Sedunia tersebut rupanya tak sembarangan, ada proses yang cukup panjang sejak 100 tahun silam. Semua berawal dari unjuk rasa buruh perempuan pada sejumlah pabrik tekstil di New York, Amerika Serikat (AS).

Mereka secara vokal memprotes perlakuan yang kurang adil. Seperti kondisi tempat kerja yang tidak manusiawi serta pendapatan yang rendah. Tak berjalan mulus, protes mereka justru disambut buruk oleh aparat keamanan setempat. Sehingga, mereka justru menerima kekerasan berupa serangan represif.

Faktor lain yang semakin mendorong lahirnya Hari Perempuan Internasional ini juga berasal dari kejadian mengenaskan yang pernah menimpa buruh perempuan. Kejadian di Pabrik Triangle Shirtwaist tahun 1911 itu menewaskan setidaknya 123 nyawa buruh perempuan.

(Baca juga: Catat, Ini Biaya Persalinan di 6 Rumah Sakit Elit Jakarta)

Walaupun peringatan Hari Perempuan Sedunia sempat menghilang dari peredaran, pada akhirnya peringatan tersebut berhasil kembali dihidupkan pada era 60-an, bersamaan dengan bangkitnya kembali pergerakan feminisme.

Hari Perempuan Sedunia di Indonesia

Peringatan Hari Perempuan Sedunia kini memang tidak lagi memperjuangkan nasib buruh perempuan. Cakupannya menjadi lebih diperluas, yakni mengarah pada persamaan hak perempuan di berbagai bidang dan profesi.

Dalam memperingati Hari Perempuan Sedunia, banyak tradisi yang dilakukan. Kalau di Indonesia sendiri, aksi long march sudah menjadi agenda wajib. Ribuan wanita dari berbagai kalangan turun langsung ke jalan. Mereka saling bergandengan tangan sembari menunjukkan papan-papan penuh kata yang menyuarakan keresahan, perjuangan dan perlawanan akan berbagai hal yang tak kunjung usai menciderai kaum hawa.

Beberapa pesan yang seringkali disampaikan lewat aksi turun ke jalan antara lain:

  • Emansipasi
  • Tuntutan menghapus kekerasan berbasis gender
  • Mengecam pelecehan dan kekerasan seksual
  • Peningkatan kesejahteraan pekerja rumah tangga
  • Mengkampanyekan larangan pernikahan anak perempuan di bawah umur.

Atas latar belakang inilah, Hari Perempuan Sedunia sayang jika dilewatkan begitu saja. Peringatan itu bisa menjadi kesempatan besar bagi kaum perempuan untuk menuntut hak mereka yang masih belum terpenuhi dengan baik hingga sekarang.

Aksi #MeToo Movement

Menyambut Hari Perempuan Sedunia, sedikit flashback dengan apa yang pernah dilakukan sejumlah public figure Negeri Paman Sam rasanya pas sekali. Demi membela keadilan bagi perempuan, mereka sempat dengan kompak meramaikan aksi #MeToo Movement. Apa itu #MeToo Movement?

#MeToo adalah hashtag Twitter yang menjadi sorotan dunia pada 15 Oktober 2017 lalu. Penggagasnya seorang aktivis bernama Tarana Burke. Saat itu, aktris Hollywood Alyssa Milano mendorong para perempuan untuk menyebarkan hashtag tersebut sebagai bentuk solidaritas untuk korban kekerasan seksual.

(Baca juga: 3 Aktor Indonesia di Film Berbujet Mahal Hollywood)

Cuitan itu pun berhasil membuka rahasia kelam dunia perfilman Hollywood. Melalui laporan Rose McGowan, ada sekitar 20-an perempuan yang mengajukan gugatan pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap produser paling berpengaruh di Hollywood, Harvey Weinstein.

Termasuk di dalamnya nama-nama seleb beken, seperti Angelina Jolie, Gwyneth Paltrow dan Ashley Judd. Tentunya hal ini mencengangkan dunia entertainment. Bahkan, sejumlah aktor dan sutradara Hollywood dilaporkan untuk kasus yang serupa.

Riuhnya pengakuan kasus pelecehan seksual di #MeToo Movement membuat sejumlah perempuan akhirnya membuat aksi Time’s Up. Ini merupakan gerakan perempuan untuk mendorong kesetaraan dan keselamatan para pekerja di industri entertainment dibahas melalui undang-undang resmi.

Organisasi ini bahkan mampu menggalang dana sekitar 13 juta dolar AS yang diberi nama legal defense fund. Sejumlah selebritas Hollywood mendukung kedua gerakan tersebut, seperti Merryl Streep, Eva Longoria, Jennifer Aniston, America Ferera, Taylor Swift, dan Selena Gomez.

#MeToo Movement memang tidak harus dilakukan menjelang Hari Perempuan Sedunia. Aksi ini bisa dilakukan kapan saja, mengingat kasus-kasus kekerasan seksual yang semakin merebak. Terlebih masifnya penggunaan media sosial akan sangat berpengaruh positif dalam menggalakkan suatu perubahan, tak terkecuali di Tanah Air.

Indonesia dan Kasus Kekerasan Seksual

Berbicara mengenai kasus kekerasan seksual, perempuan Indonesia mengalami beberapa kasus yang bikin geregetan belakangan ini. Menurut laporan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), terdapat 7.238 kasus kekerasan seksual pada 2018. Angka tersebut meningkat pula setiap tahunnya.

Jika melihat media elektronik atau pun cetak, seolah tak ada habisnya kasus keserasan seksual diberitakan. Misalnya, kasus terbaru inscest antara bapak dan anak kandung berkebutuhan khusus di Lampung. Bahkan yang miris, kedua saudara kandungnya bahkan ikut melakukan tindak asusila tersebut.

Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Riri Khariroh pernah menyebut setidaknya ada empat alasan mengapa angka kasus kekerasan seksual di Indonesia terus meningkat.

Empat alasan tersebut adalah ketimpangan relasi kuasa, kuatnya budaya patriarki, pembiaran atau pemakluman oleh masyarakat, dan penegakkan hukum yang lemah.

Untuk sementara, pemerintah berusaha mengurangi kasus kekerasan seksual ini melalui upaya rehabilitasi terhadap pelaku. Jadi pelaku-pelaku yang sudah hiperseksual aktif bisa diterapi untuk menurunkan libido abnormalnya.

Di samping itu, upaya promotif dan preventif juga turut dilakukan, yakni berupa skrining adiksi pornografi. Sebab kemungkinan besar pendorong terjadinya kekerasan seksual pun berasal dari rasa candu tersebut.

Berpartisipasi di Hari Perempuan

Pada dasarnya, banyak cara yang bisa dilakukan dalam rangka memperingati Hari Perempuan Sedunia ini. Selain long march, kamu juga dapat berpartisipasi lewat situs Internasional Women’s Day: https://www.internationalwomensday.com/Pledge yang berupaya menolong perempuan dan anak-anak perempuan untuk meraih cita-citanya.

Tak ada salahnya pula meramaikan hari tersebut dengan cara yang Tarana Burke lakukan melalui #MeToo Movement. Entah dengan nama yang sama, atau membuat gerakan baru.

Keadilan yang belum sepenuhnya didapat perempuan di dunia, bukan hanya kewajiban pemerintah. Tetapi memerlukan partisipasi setiap individu untuk secara sadar memberikannya secara sukarela kepada kaum perempuan.

Cara yang paling gampang adalah, bayangkan bahwa setiap perempuan yang kamu temui dalam interaksi sehari-hari adalah ibu kamu sendiri. Tentu kamu akan menaruh rasa hormat dan tidak berani menyakitinya.