Yuk Mengenal Redenominasi! Uang Rp10.000 Jadi Rp10!
2 menit membacaWacana redenominasi rupiah terus bergulir. Sebagian dari Anda mungkin bertanya-tanya apa itu redenominasi. Lalu, mengapa diperlukan redenominasi di negara ini?
Sejak 1923, setidaknya sudah ada sekitar 50 negara yang telah melakukan redenominasi. Negara pertama yang melakukannya pada 1923 adalah Jerman. Tak tanggung-tanggung, Jerman memangkas 12 digit angka 0 pada mata uangnya.
Beberapa negara lain yang sukses melakukan redenominasi mata uang misalnya Islandia pada 1981 yang menghilangkan 2 angka nol dalam 1 kali operasi.
Ada pula Rusia yang menghilangkan 3 angka nol dalam 3 kali operasi pada 1947, 1961, dan 1998.
Lalu, Meksiko yang menghilangkan 3 angka nol dalam 1 kali transaksi pada 1993. Peru juga menghilangkan 6 angka nol melalui 2 kali operasi yaitu pada 1985 dan 1991. Sedangkan Bolivia menghilangkan 9 angka nol melalui 2 kali operasi.
Indonesia ke depannya juga akan menerapkan redenominasi. Yuk, mengenal redenominasi rupiah!
Apa Itu Redenominasi Rupiah?
Redenominasi rupiah merupakan penyederhanaan jumlah digit pada pecahan mata uang rupiah dengan cara menghilangkan tiga angka nol.
Namun, hal tersebut tidak akan mengurangi nilai, daya beli, maupun nilai tukar rupiah terhadap barang atau jasa.
Contohnya untuk uang senilai Rp10.000 menjadi Rp10, sedangkan Rp100.000 menjadi Rp100. Namun, tak perlu khawatir daya beli menurun.
Masyarakat tidak akan mengalami kerugian dengan adanya redenominasi, karena daya beli akan tetap sama.
Terdapat istilah lain yang sering dihubungkan dengan redenominasi yaitu sanering. Sanering adalah pemotongan nilai uang. Namun, harga-harga barang tetap sehingga daya beli masyarakat menurun.
Tujuan sanering adalah mengurangi jumlah uang yang beredar. Sanering dilakukan karena terjadi hiperinflasi (inflasi yang sangat tinggi). Berbeda dengan redenominasi yang dilakukan saat kondisi makroekonomi stabil.
(Baca juga: Puasa, Harga Bahan Pokok Naik? Hadapi dengan Cara Ini!)
Apa Manfaat Redenominasi Rupiah?
Apakah Anda pernah merasa kerepotan ketika melakukan pencatatan yang berkaitan dengan keuangan karena banyaknya angka nol? Nah, dengan adanya redenominasi, akan terjadi efisiensi dan kenyamanan dalam berbagai aktivitas yang menyangkut dengan nilai uang.
Baik pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat akan lebih mudah dalam membuat catatan keuangan.
Selain itu, akan meminimalisir kesalahan dalam transaksi, karena jumlah digitnya sudah jauh berkurang.
Dengan adanya redenominasi, pusat perbelanjaan atau restoran bisa mencantumkan harga dengan lebih singkat.
Namun, jika Anda mengamati, saat ini redenominasi informal memang sudah sering terlihat misalnya di coffee shop yang mencantumkan harga 45K, 50K, dan sebagainya.
Manfaat lain dari redenominasi yaitu mengangkat citra rupiah setara dengan mata uang negara lain di dunia. Ya, karena saat ini tak sedikit negara di dunia yang sudah melaksanakan redenominasi.
Perkembangan Redenominasi Rupiah
Jika menilik sejarah Indonesia, pada awal tahun 1950 ada peristiwa Gunting Syafruddin, yaitu menggunting uang kertas menjadi dua.
Bagian kiri bisa digunakan sebagai alat pembayaran yang nilainya separuh dari nilai sebelumnya.
Sedangkan bagian kanan bisa ditukar dengan obligasi pemerintah. Melalui peristiwa Gunting Syafruddin, pemerintah saat itu bertujuan mengurangi jumlah uang yang beredar.
Kemudian pada Agustus 1959, pemerintah juga pernah menurunkan nilai uang kertas menjadi hanya 10% dari nilai sebelumnya.
Saat itu, uang sebesar Rp1.000 menjadi Rp100 dan Rp500 menjadi Rp50. Namun, uang pecahan lain tidak berubah nilainya.
Pemerintah juga menerapkan kebijakan sanering tersebut untuk mengurangi jumlah uang beredar. Kebijakan ini berlaku hingga awal 1960-an.
Lalu bagaimana dengan redenominasi? Indonesia sebenarnya pernah melakukan redenominasi pada 13 Desember 1965.
Kala itu pemerintah melakukannya secara tiba-tiba dengan menerbitkan uang desain baru Rp 1 yang setara dengan Rp1.000.
Kebijakan pemerintah tersebut berlandaskan Penetapan Presiden No. 27 Tahun 1965. Tujuannya untuk mewujudkan kesatuan moneter bagi seluruh wilayah Republik Indonesia, termasuk wilayah Provinsi Irian Barat.
(Baca juga: Salurkan Pembiayaan Rp294,7 Triliun, Industri Syariah Diharap Terjun ke Fintech)
Kondisi terbaru saat ini, RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi Rupiah) pernah diusulkan oleh pemerintah kepada DPR sebagai prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2013.
Namun, sejak 2014 hingga sekarang belum juga terdaftar dalam Prolegnas Prioritas. Tunggu saja kelanjutannya!