Ngobrol Bersama Shantica Warman, Produsen Pakaian Anak yang Sukses Menembus Pasar Premium

Ngobrol Bersama Shantica Warman Produsen Pakaian Anak

Di zaman kita kecil dulu, mungkin kita lebih sering memakai baju bergambar kartun atau kaos-kaos polos.

Tapi sekarang, baju anak semakin beragam dan tidak hanya membuat anak makin lucu, tapi juga terlihat keren. Tentunya hal ini mendukung keinginan orangtua yang memang senang memajang foto anak mereka di media sosial.

Untuk memenuhi pasar ini, Shantica Warman menggandeng desainer Sebastian Gunawan untuk merilis Bubble Girl. Simak wawancara CekAja bresama Shantica Warman tentang Bubble Girl serta tantangan bisnis yang dihadapi di sela-sela event Financial Talk for Millenial Parents yang digelar CekAja.com bersama DBS Treasures.

dsc_0233

Bisa diceritakan awal berdirinya Bubble Girl?

Bubble Girl itu pertama berdiri tahun 2004. Udah 12 tahun ya. Waktu itu saya bekerja sama dengan Sebastian Gunawan desainer. Sebastian saat itu sudah punya brand baju dewasa. Cuma ketika tahun 2004 itu belum ada pakaian khusus anak-anak. Jadi saya dan juga Sebastian membukalah Bubble Girl ini untuk mengisi pasar fesyen anak-anak.

Karena waktu itu fesyen anak-anak cuma kaya kartun, princess, atau tidak ada yang berdasarkan selera desainer. Nah kami memberikan baju anak-anak yang punya desainer touch.

Apa saja suka duka selama membangun Bubble Girl?

Suka dukanya banyak. Jadi dari awal kami masih trial and error karena ini bisnis pertama saya. Jadi kami desain baju yang seru-seru, tapi ternyata di pasar kurang laku. Dari size juga, kadang-kadang size gak sesuai dengan anak Indonesia karena kami pakai size anak Australia. Jadi kami selalu perbaiki lagi perbaiki lagi.

Kemudian pada masa krisis di bulan-bulan yang nggak ada lebaran, nggak ada natal, penjualan turun karena saat itu brandingnya belum bagus.

(Baca juga: Ingin Menikmati Hidup di Masa Pensiun Tanpa Beban Finansial? Ini Caranya)

Bagaimana kiat Bubble Girl untuk mengatasi hal ini?

Untuk mengatasinya kami membuat show tahunan tunggal. Jadi show layaknya baju ala desainer. Karena dengan show setiap tahun, brand kami lebih terekspos, banyak wartawan datang, sehingga orang-orang akan berpikir oh ini ada alternatif baju anak-anak.

img_20161217_154628

Misalnya dulu kan orangtua berpikir kalau bawa anak-anaknya ke undangan harus ngasih baju Princess. Tapi kita menawarkan ternyata bisa loh pakai baju katun. Seperti itu.

Selama ini Bubble Girl lebih banyak membuat baju-baju feminin untuk anak perempuan. Apa tidak terpikir untuk membuat versi anak laki-laki?

Kalau yang kasual kami memang tidak bikin. Kalau dulu kami memang pernah berniat ingin bikin Bubble Boy. Cuma kami tangguhkan karena mengingat kalau baju anak laki-laki, begitu keluar kartun baru, kami susah ngejarnya. Jadi kami ambil kesimpulan ya sudah deh anak laki-laki punya pasarnya sendiri sehingga kami fokus saja membuat baju anak perempuan.

(Baca juga: Pilihan-Plihan Investasi yang Cocok dengan Profil Orang Indonesia

Bagaimana strategi branding Bubble Girl? Terutama untuk meyakinkan orangtua kalau baju anak-anak buatan desainer memang worth to buy?

Waktu itu sih kami mulainya bukan dari butik, tapi dari department store alias memang produksi masal. Jadi biar semua orang tahu dulu gitu. Jadi strategi marketingnya memang dari department store seperti Metro. Departement store kan juga punya strategi branding sendiri misalnya ganti koleksi tiap season, pasang iklan di koran, dan lain-lain.

Dari situ kami belajar. Kemudian baru tahun kelima kami buka butik sendiri. Sekarang butik kamu ada di Plaza Indonesia, tapi di department store juga masih ada. Jadi brand kita sudah dikenal massal dulu.

Apakah ada keinginan untuk ekspansi ke luar negeri?

Sejauh ini kami masih memenuhi permintaan buyer saja. Waktu itu ada buyer dari Australia tapi sistemnya beli putus.

Artikel ini didukung oleh Wealth Management DBS Treasures.