Paruh Pertama 2019, Utang Pemerintah Naik 8,09 Persen!

Hingga Juni 2019, total utang pemerintah sudah mencapai Rp4.570,17 triliun. Jumlah itu lebih tinggi 8,09 persen atau sekitar Rp342,39 triliun dibanding posisi utang di Juni 2018 yang sebesar Rp4.227,78 triliun.

Tetapi jika dibanding dengan total utang di bulan sebelumnya, posisi utang di paruh pertama 2019 malah susut 3,76 persen dari Rp4.571,89 triliun di bulan Mei menjadi Rp4.570,17 triliun.

Meningkatnya utang memang selalu menjadi kekhawatiran bagi sebagian banyak orang. Tetapi sepanjang pengelolaan dan juga penggunaannya jelas, utang malah bisa menjadi positif.

Ditambah, rasio utang pemerintah masih sangat jauh dari batas atas jika mengacu pada UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Tengok saja, UU membatas rasio utang berada diangka 60 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), sementara per Juni rasio utang baru mencapai 29,50 persen.

Utang Didominasi SBN

Komponen utang pemerintah didominasi oleh penerbitan surat berharga negara (SBN) yang mencapai 82,81 persen atau sekitar Rp3.784,56 triliun. Jika dilihat dari denominasi, penerbitan SBN rupiahlah yang terbanyak, nilainya mencapai Rp2.735,76 triliun atau 59,86 persen.

Sementara SBN yang diterbitkan dengan denominasi valuta asing (valas) mencapai Rp1.048,80 triliun atau sekitar 22,95 persen. Untuk penerbitan Surat Utang Negara (SUN), nilainya mencapai RP2.275,29 triliun dan Rp460,47 triliun tersisa merupakan utang yang dihasilkan dari penerbitan surat berharga Syariah negara.

Nah terkait pinjaman, komposisi pinjaman dari total utang pemerintah ternyata hanya mencapai 17,19 persen. Jumlah itu terbagi atas Rp778,64 triliun pinjaman dari luar negeri dan Rp6,97 triliun berupa pinjaman dalam negeri.

Naiknya utang pemerintah tampaknya tidak dapat dihindari. Terlepas dari isu politik, pembiayaan melalui utang memang menjadi tren yang juga dilakukan oleh pemimpin – pemimpin bangsa ini sebelumnya.

Tetapi harus diakui bahwa selama era pemerintahan Joko Widodo, jumlah utang meningkat 75,16 persen sejak awal dirinya menjabat di 2014 lalu. Kala itu, jumlah utang Indonesia masih berkutat diangka Rp2.609 triliun.

Tetapi jangan juga lupa, utang yang selama ini digunakan juga dapat dirasakan secara langsung efeknya oleh masyarakat luas. Mulai dari tersambungnya ruas tol dari ujung jawa barat hingga ujung jawa timur, pembangunan beberapa bandar udara, pemberian dana desa untuk membangun wilayahnya dan masih banyak lagi proyek infrastruktur yang muaranya adalah memudahkan mobilitas orang dan barang.

Selain itu pembangunan di wilayah Sumatera dan juga Papua juga tidak luput dari pembiayaan utang. Mulai dari ruas tol trans sumatera dan jalan trans papua yang sekarang sudah mulai dapat dinikmati oleh masyarakat merupakan hasil dari utangan pemerintah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan dana untuk pembangunan infrastruktur dan juga sumber daya manusia (SDM) tidak dapat sepenuhnya digantungkan dari pendapatan negara.

(Baca juga:  Berhutang Tapi Hasilkan Uang? Begini Caranya)

Bisakah Tidak Berutang?

Pertanyaan yang banyak dilontarkan oleh orang awam dengan melihat gunungan utang tersebut adalah bisakah bergerak maju tanpa utang? Nah, sebelum itu kamu harus tahu terlebih dahulu alasan negara berutang.

Mengutip laman kemenkeu, alasan negara berutang adalah karena pemerintah mengambil kebijakan kebijakan fiskal ekspansif dimana Belanja Negara lebih besar daripada Pendapatan Negara.

Pemerintah tampaknya agresif dalam mengejar ketertinggalan, tetapi hal itu perlu dilakukan untuk mendorong perekonomian tetap tumbuh.

Ya, disamping memikirkan kebutuhan masyarakat yang mendesak dan tidak dapat ditunda, pemerintah juga berupaya untuk mendorong pembangunan manusia dan juga konektivitas infrastruktur.

Sedangkan pendapatan negara belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan tersebut, alhasil yang muncul kemudian adalah defisit. Nah utang merupakan cara untuk menutupi defisit tersebut.

Dikatakan aman juga karena utang yang dihasilkan digunakan untuk belanja produktif. Salah satu sasaran dalam belanja negara adalah transportasi. MRT, LRT dan juga gebrakan didalam sistem pengelolaan kereta api juga merupakan produk dari belanja negara yang produktif.

Meskipun ada kekhawatiran akan angka utang yang menanjak, tetapi menurunkan angka defisit rancangan anggaran dari tahun ke tahun. Bahkan defisit anggaran di 2019 ini merupakan defisit yang terendah sejak tahun 2015 lalu.

Hal itu menandakan bahwa ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan positif. Nah harapannya adalah ke depannya dengan infrastruktur yang semakin memadai dapat membuat perekonomian Indonesia semakin tumbuh sehingga angka defisit semakin kecil.

Pengelolaan utang negara sama dengan pengelolaan utang pribadi. Kamu juga bisa berutang sepanjang untuk hal produktif. Untuk memulai bisnis misalnya ataupun untuk meningkatkan kemampuan intelegensia kamu melalui pendidikan.

Nah di CekAja.com ada banyak produk keuangan yang bisa kamu gunakan untuk menunjang itu. Cek dan ajukan untuk mendapatkan kemudahannya.