4 Penyebab BPJS Kesehatan Tekor Terus, Kamu Sudah Bayar Iuran?

Masalah kesehatan mengintai hampir setiap orang. Oleh karena itu, perlindungan kesehatan amat diperlukan bagi setiap warga negara. Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memungkinkan setiap warga negara Indonesia punya perlindungan kesehatan yang terjangkau dan memadai. Namun sayangnya, BPJS Kesehatan terus mengalami defisit keuangan dari tahun ke tahun.

4 Penyebab BPJS Kesehatan Tekor Terus, Kamu Sudah Bayar Iuran?

Defisit BPJS Kesehatan tahun ini diperkirakan bisa mencapai Rp32 triliun kalau tidak ada pembenahan! Wah besar sekali ya? Pada tahun lalu yaitu 2018, defisit BPJS Kesehatan tercatat sebesar Rp18,3 triliun.

Sementara, berdasarkan data dari situs resmi BPJS Kesehatan, peserta program JKN per tanggal 30 September 2019 tercatat sebanyak 221.203.615 orang.

Rinciannya adalah peserta golongan Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBN sebanyak 94.147.742 orang dan Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBD 37.182.619 orang.

Selain itu, Pekerja Penerima Upah Pegawai Negeri (PPU-PN) 17.488.627 orang dan Pekerja Penerima Upah Badan Usaha (PPU-BU) 34.771.762 orang.

Golongan lainnya adalah Pekerja Bukan Penerima Upah/PBPU-Pekerja Mandiri 32.606.544 orang dan Bukan Pekerja 5.006.321 orang.

Nah, terdapat beberapa penyebab yang membuat BPJS Kesehatan mengalami defisit keuangan terus menerus.

Inilah 4 diantaranya yang sering disebut sebagai penyebab tekornya BPJS Kesehatan: 

Iuran terlalu kecil

Iuran BPJS Kesehatan memang dapat dikatakan sangat terjangkau apabila dibandingkan dengan premi asuransi kesehatan swasta.

Namun rupanya, premi yang terbilang kecil tersebut justru yang menjadi penyebab mengapa BPJS Kesehatan keuangannya acak-acakan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah mengungkapkan bahwa struktur iuran BPJS Kesehatan masih di bawah perhitungan aktuaria atau underpriced.

Padahal, dengan iuran yang kecil, manfaat yang diberikan oleh BPJS Kesehatan sangat banyak. Peserta BPJS Kesehatan juga tak sedikit, dengan begitu maka risiko yang ditanggung BPJS Kesehatan menjadi tinggi.

Sebagai gambaran, saat ini iuran untuk peserta yang tergolong PBPU kelas I sebesar Rp80.000, kelas II Rp51.000, dan kelas III Rp25.500.

Sedangkan untuk PPU-PN, iurannya 5% dari gaji pokok dan tunjangan keluarga, dengan rincian 3% ditanggung pemerintah dan 2% ditanggung ASN/TNI/POLRI.

Untuk peserta golongan PPU-BU, iurannya sebesar 5% dari total upah dengan batas atas upah sebesar Rp8juta, sebanyak 4% ditanggung pemberi kerja dan 1% ditanggung pekerja.

Maka dari itu, pemerintah berencana akan menaikkan besaran iuran BPJS Kesehatan untuk mengatasi permasalahan defisit keuangan. Kamu setuju?

(Baca juga: Jurus Jitu Hadapi Kenaikan Biaya BPJS Kesehatan!)

Peserta tidak taat bayar iuran

Sudah iurannya terbilang kecil, rupanya masih banyak saja peserta BPJS Kesehatan yang tidak taat membayar iuran lho! Rata-rata mereka adalah peserta golongan PBPU dari sektor mandiri atau informal.

Mereka biasanya melakukan pendaftaran BPJS Kesehatan ketika sakit. Namun, berhenti membayar iurannya setelah mendapatkan layanan kesehatan.

Lalu, mereka yang merasa sehat dan tidak membutuhkan BPJS Kesehatan, banyak yang tidak taat membayar iuran.

Menurut data Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) baru-baru ini, kolektabilitas iuran di peserta mandiri hanya 53%.

Artinya, dari 100 orang, yang taat membayar iuran hanya 53 orang.

Tunggakan iuran terus menjadi masalah karena belum ada sanksi tegas bagi peserta. Ketika seorang peserta sakit dan kartunya tidak aktif karena menunggak, peserta masih bisa membayar tunggakan dan dendanya.

Setelah itu, kartunya langsung bisa digunakan lagi. Saat peserta tersebut sudah sembuh, belum tentu dia akan kembali taat membayar iuran.

Pemerintah kini tengah menyiapkan aturan untuk memberikan sanksi bagi penunggak iuran BPJS Kesehatan.

Sebenarnya, terkait sanksi sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial.

Aturan tersebut telah mengatur tentang sanksi tidak bisa mendapatkan izin mendirikan bangunan (IMB), surat izin mengemudi (SIM), sertifikat tanah, paspor, dan surat tanda nomor kendaraan (STNK) jika menunggak iuran BPJS Kesehatan. 

Namun, sanksi tersebut belum pernah terlaksana karena institusi terkaitlah yang punya kewenangan.

Beban pada penyakit katastropik besar

Permasalahan BPJS Kesehatan lainnya adalah beban pembiayaan untuk penyakit katastropik yang sangat besar.

Penyakit katastropik adalah penyakit yang butuh biaya tinggi untuk pengobatannya dan memiliki komplikasi yang dapat mengancam jiwa.

Penyakit yang masuk dalam golongan katastropik adalah penyakit-penyakit tidak menular. Penyakit tersebut antara lain jantung, kanker, stroke, gagal ginjal, leukimia, thalassaemia, dan sebagainya.

Penyakit katastropik dapat menghabiskan 25% dari jumlah proporsi pembiayaan secara keseluruhan.

BPJS Kesehatan mencatat jumlah kasus dan pembiayaan penyakit katastropik dari 2014 – 2018 mengalami kenaikan.

Pada tahun 2014, ada 6.116.535 kasus dengan total pembiayaan sebesar Rp9.126.141.566.873. Kemudian pada tahun 2018, ada 19.243.141 kasus dengan jumlah pembiayaan Rp20.429.409.135.197.

(Baca juga: Mau Bayar Iuran Tapi Lupa Nomor BPJS? Ini Cara Cek Nomor BPJS Kesehatan)

Penyalahgunaan layanan

Hal lain yang disebut-sebut sebagai penyebab tekornya BPJS Kesehatan adalah adanya penyalahgunaan layanan.

Misalnya saja, ketika seorang peserta mengikuti prosedur fisioterapi, padahal seharusnya hal tersebut tak perlu dilakukan.

Atau, apabila ada peserta yang melahirkan caesar padahal seharusnya dapat melahirkan dengan proses persalinan normal.

Nah, itulah beberapa alasan mengapa BPJS Kesehatan mengalami defisit keuangan.

Bagaimana denganmu? Apakah sudah taat membayar iurannya? Jika kamu ingin memiliki perlindungan kesehatan lainnya dari asuransi swasta, kamu bisa cek pilihannya di CekAja.com ya!