Cara Hitung Pajak Bumi dan Bangunan dan Biaya Lainnya
4 menit membacaPajak Bumi dan Bangunan atau PBB adalah jenis pembayaran yang bersifat kebendaan. Artinya, besarnya nilai yang terutang ditentukan oleh keadaan objek.
Bagi kita yang baru saja beli rumah, tentunya segala hal tentang pajak yang wajib dibayarkan pada properti yang kita miliki ini menjadi sangat penting. Sebab secara keseluruhan pajak yang ditarik dari rumah memiliki banyak peran.
Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan sendiri memang dilakukan setiap satu tahun sekali. Akan tetapi pembayaran pajak melibatkan nilai-nilai lain dalam sebuah objek properti.
Di Indonesia, dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan ini tertuang pada Undang-undang No. 12 tahun 1985, yang kini diubah menjadi Undang-undang No.12 tahun 1994.
Bahkan saat ini peraturan PBB untuk sektor pedesaan dan perkotaan menjadi pajak daerah yang didasarkan pada Undang-undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Pasal 77 sampai dengan Pasal 84 mulai tahun 2010.
Contoh perhitungan PBB
Berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1985, batas nilai jual properti kena pajak minimal adalah senilai Rp 8.000.000. Sementara itu besar nilai PBB yang dibayarkan setiap tahunnya adalah 0,5% x Nilai Jual Kena Pajak.
Namun, menghitung PBB tidak hanya tentang nilai yang dikalikan dengan Nilai Jual Kena Pajak saja. Masih ada hal-hal lain yang perlu dipahami. Beberapa diantaranya adalah:
1. NJOP
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Tanah atau harga tanah, NJOP Bangunan atau harga bangunan, NJOP Tanah dan Bangunan (harga keseluruhan).
2. NJOPTKP
Selain itu masih terdapat juga istilah Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak (NJOPTKP), yang ditetapkan per regional dan nilai tertingginya adalah Rp12 juta.
3. NJKP
Terakhir, Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), yaitu 20% jika memiliki rumah yang harganya kurang dari Rp1 miliar dan 40% jika harga rumah lebih dari Rp1 miliar.
Sebagai ilustrasi, jika kita membeli rumah dengan ukuran bangunan sebesar 200 meter persegi dengan nilai bangunan sebesar Rp300 ribu per meter persegi.
Sementara itu, luas tanahnya adalah 300 meter persegi dan harga tanah di sekitar tempat tinggal rumah yang dihuni adalah Rp500 ribu per meter persegi, maka perhitungan PBB adalah:
Harga tanah = Rp500 ribu x 300 meter persegi = Rp150 juta
Harga bangunan = Rp300 ribu x 200 meter persegi = Rp60 juta.
Harga keseluruhan = Rp150 juta + Rp60 juta = Rp210 juta
NJOP untuk penghitungan PBB =
Harga keseluruhan – NJOPTKP = Rp210 juta – Rp12 juta = Rp 198 juta.
NJKP = 20% x Rp198 juta = Rp39,6 juta
Sehingga, PBB yang harus dibayarkan setiap tahun adalah:
0,5% x Rp39,6 juta = Rp198.000
Pajak selain PBB
Satu hal lagi yang menjadi hal penting adalah PBB bukan lah satu-satunya jenis pajak yang harus dibayarkan oleh seorang pemilik rumah. lalu, apa saja jenis pajak yang harus dibayarkan oleh pemilik rumah selain PBB?
Nah, berikut adalah jenis-jenis pajak properti yang berlaku di Indonesia dan harus ditunaikan pemilik rumah:
1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak pertama yang sangat penting dalam pajak properti adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Namun, Pajak Pertambahan Nilai hanya akan dibayarkan satu kali saja, saat kita akan membeli properti pertama kali, baik dari pihak pengembang (developer) atau saat membeli rumah dari seorang individu.
Nilai Pajak Pertambahan Nilai sendiri adalah 10% dari nilai transaksi. Bagi kita yang membeli rumah langsung dari pengembang, maka pelaporan dan pembayaran PPN dapat dilakukan oleh pihak pengembang itu sendiri.
Akan tetapi, jika membeli rumah dari perorangan kita harus melakukan pembayarannya sendiri dalam janga waktu 15 hari setelah transaksi pembelian disepakati.
Selain pembayaran pajak, jangan lupa pula untuk melaporkan baha pembayaran PPN telah dilaksanakan langsung ke kantor pajak.
2. Bea Balik Nama (BBN)
Selanjutnya dana yang perlu dipersiapkan untuk hal-hal yang terkait dalam pembayaran pajak adalah Bea Balik Nama atau disingkat menjadi BBN.
Bea Balik Nama, merupakan tangugng jawab dari pembeli yang dibayarkan untuk proses balik nama sertifikat dari penjual kepada pihak pembeli.
Jika membeli rumah dari pengembang maka pajak ini biasanya akan langsung diurus oleh pengembang yang bersangkutan.
Akan tetapi, jika kita membeli properti atau rumah dengan penjual yang sifatnya perorangan, maka Bea Balik Nama harus dilakukan sndiri bersama pihak Notaris.
Nilai BBN sendiri di setiap daerah biasanya akan berbeda-beda. Jadi, jangan langsung membuat persepsi bahwa Bea Balik Nama untuk rumah di Jakarta akan sama dengan di Yogyakarta.
Akan tetapi, jika diambil nillai rata-ratanya, nilai Bea Balik Nama biasanya akan berkisar sekitar 2% dari nilai transaksi.
3. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan / atau Bangunan (BPHTB)
Terakhir, bentuk pajak yang harus dibayarkan dalam pembelian properti adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan / atau Bangunan atau disingkat dengan BPHTB.
Berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 BPHTB merupakan objek pajak dari perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh pribadi maupun badan.
Beberapa objek pajak tersebut diantaranya adalah aktifitas jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, hadiah, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang terjadi akibat peralihan, penunjukan pembeli saat lelang dan pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan pajak dan di luar pelepasan hak.
Nilai yang ditetapkan BPHTB sendiri adalah sebesar 5%. Lalu, bagaimana Beda Cara Menghitung BPHTB Jual Beli dan BPHTB Warisan? Rumus yang menjadi acuan adalah 5% dikalikan dengan Nilai Jual Objek Pajak – Nilai Perolehan Objek Tidak Kena Pajak.
Hal penting yang perlu dicermati adalah Nilai Perolehan Tidak Kena Pajak (NPOTKP) di setiap daerah memiliki nilai yagn berbeda-beda. Jadi sebelum membayar BPHTB pastikan juga untuk mengetahui nilai NPOTKP rumah di wilayah kita tinggal.