IFC Bantu Indonesia dalam Skema Pendanaan Proyek Infrastruktur

membangun bisnis yang bangkrut _ kredit tanpa agunan - CekAja.com

Otoritas Jasa Keuangan dan International Finance Corporation (IFC) sepakat untuk melanjutkan kerja sama pengembangan Program Keuangan   Berkelanjutan atau Sustainable Finance yang telah dibangun sejak 2014. Salah satu yang termasuk di dalamnya adalah mengenai blended finance untuk pendanaan proyek infrastruktur.

Berdasarkan siaran pers di laman resmi OJK pada Jumat (20/4), kesepakatan kelanjutan kerja sama OJK dan IFC tertuang dalam penandatanganan Nota Kesepahaman yang dilakukan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dan Ethiopis Tafara Vice President and General Counsel Legal, Compliance Risk and Sustainability IFC.

“OJK dan IFC sepakat untuk meneruskan kerja sama dalam pengembangan dan penerapan kebijakan dan regulasi program keuangan berkelanjutan di Indonesia,” kata Wimboh seperti yang tertuang dalam siaran pers.

Sejak tahun 2014, IFC telah berkontribusi pada pembuatan Roadmap Keuangan Berkelanjutan Fase I, beserta implementasinya termasuk penyiapan regulasi POJK No.51 dan 60 tahun 2017 tentang Keuangan Berkelanjutan dan Green Bond, program kepedulian, pengembangan sistem informasi keuangan berkelanjutan, dan penguatan SDM lembaga jasa keuangan melalui serangkaian pelatihan.

Selain itu, IFC juga berkontribusi dalam memfasilitas partisipasi OJK dalam forum internasional terutama di Sustainable Banking Network (SBN).  (Baca juga:  Peringkat Utang Indonesia Naik, Apa Imbasnya?)

OJK menetapkan dua fase program pengembangan keuangan berkelanjutan di Indonesia seperti tertuang dalam Roadmap Keuangan Berkelanjutan, yaitu:

Fase I Roadmap (2015-2019) fokus pada peningkatan kepedulian industri jasa keuangan mengenai pentingnya keuangan berkelanjutan dalam mendukung bisnis, dan meletakan pondasi regulasi.

Fase II Roadmap (2020-2024) fokus pada penguatan implementasi manajemen risiko lingkungan hidup, sosial dan tata kelola oleh Lembaga Jasa Keuangan beserta pengawasannya, serta mendorong inovasi dan pengembangan produk jasa keuangan untuk mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) dan Paris Agreement di bidang perubahan iklim.

Menurut Wimboh, tindak lanjut kerja sama dengan IFC akan difokuskan pada penyiapan petunjuk teknis implementasi POJK No.51/2017 Tentang Implementasi Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten dan Perusahaan Publik,   khususnya bagi perbankan dan memfasilitasi terbentuknya Satuan Tugas Nasional Keuangan Berkelanjutan.

Ke depan, OJK akan melanjutkan kerja sama dengan IFC ini untuk mengembangkan Fase Keuangan Berkelanjutan II, serta melaksanakan proyek-proyek prioritasnya sejalan dengan agenda pemerintah dan prinsip-prinsip SDGs.

Beberapa program diantaranya adalah merancang instrumen untuk mendukung proyek infrastruktur yang diperlukan, seperti pembiayaan blended finance, obligasi hijau dan produk pembiayaan hijau lainnya.

“Kami sangat menghargai bantuan konsultasi IFC untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip penting SDGs secara konsisten dipatuhi dan produk desain berlaku dan menarik bagi investor,” kata Wimboh.

Blended Finance

Dalam kunjungan kerjanya di Washington DC, Wimboh juga melakukan pertemuan bilateral dengan Vice President, Asia and Pacific IFC Nena Stoiljkovic untuk membahas topik blended finance dan penerapannya di Indonesia.

Blended finance saat ini menjadi pembicaraan global sebagaimana dalam World Economic Forum di Davos maupun Blended Finance Forum di Paris pada awal 2018. Sebagai sebuah inovasi, blended finance ditujukan untuk meningkatkan sumber pendanaan khususnya dari sektor swasta untuk pencapaian SDGs (termasuk perubahan iklim).

Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan anggaran pemerintah untuk SDGs serta mengoptimalkan dana-dana internasional termasuk dari para filantropis yang memiliki komitmen terkait SDGs.

Penerapan blended finance di Indonesia dalam tahapan awal difokuskan pada pemenuhan sumber pendanaan proyek-proyek pemerintah di bidang infrastruktur yang memiliki karakteristik memacu pertumbuhan ekonomi, memiliki dampak sosial tinggi dan ramah lingkungan hidup. Keberadaan blended finance diharapkan akan menutup sebagian kebutuhan pendanaan sektor infrastruktur senilai 392 juta dolar AS sampai akhir tahun 2019.

Pada saat ini telah teridentifikasi 10 proyek pemerintah (pusat/daerah) pada sektor transportasi, energi terbarukan, pengelolaan limbah maupun komunikasi yang akan menerapkan skema blended finance.

Proyek-proyek ini akan ditampilkan sebagai Indonesia Show Case dalam Tri Hita Karana Forum di Bali pada tanggal 10-11 Oktober 2018 di sela-sela acara IMF WorldBank Group Annual Meeting.

OJK juga tengah mengembangkan skema blended finance untuk mendukung proyek berskala UKM dengan pola klaster (sektor industri, perkebunan, perikanan dll). (Baca juga:  Ini Tempat Kuliah Para Bos Startup di Indonesia, Cek Yuk!)

Upaya pengembangan blended finance ini tentunya sangat membutuhkan dukungan dan kerjasama dengan berbagai pihak baik domestik maupun internasional, termasuk IFC.

Bentuk dukungan tersebut seperti penyiapan dan pengembangan skema blended finance, bantuan teknis, hibah, penjaminan, soft loans, evaluasi dan penyusunan kebijakan dan sebagainya.