Indonesia dan Hari Anti Korupsi Sedunia

Hari ini, tanggal 9 Desember 2019 diperingati sebagai Hari Anti Korupsi Internasional. Perayaan yang ditetapkan sejak tahun 2003 itu sengaja dilahirkan untuk meredam dan memberantas aktivitas korupsi di dunia. Lalu bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia dan Hari Anti Korupsi Sedunia

Indonesia sendiri merupakan salah satu negara didalam Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mendukung lahirnya Hari Anti Korupsi. Dampaknya yang luar biasa, menjadikan korupsi sebagai aktivitas yang mencuri perhatian dunia.

Betapa tidak, dari satu aktivitas korupsi, dampak turunannya bisa mencapai ke semua lini. Apalagi, dana yang “dimakan” merupakan dana Anggaran Penerimaan Belanja Negara (APBN) yang sumber utamanya berasal dari masyarakat.

(Baca juga: KPK Antisipasi Modus Korupsi Baru Lewat Fintech)

Sejarah Hari Anti Korupsi

Hari Anti Korupsi lahir dari Konvensi PBB Melawan Korupsi pada 31 Oktober 2003 lalu. Gelaran itu diadakan untuk meningkatkan kesadaran anti korupsi di dunia internasional.

Melalui resolusi 58/4 lah yang kemudian menandai lahirnya Hari Anti Korupsi. Hingga kemudian disepakati bahwa setiap tanggal 9 Desember merupakan Hari Anti Korupsi Internasional.

Saking berbahayanya tindakan korupsi, Majelis tersebut sampai mendesak semua negara dan organisasi ekonomi regional yang terintegrasi untuk menandatangani juga meratifikasi Konvensi tersebut.

Buntut dari kesepakatan tersebut adalah dilahirkannya United Nations Conventions against Corruptions (UNCAC) yang berada di dalam kerangka United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC).

Korupsi tidak hanya merugikan uang negara dan mengambil secara paksa uang rakyat, tetapi lebih jauh dari itu. Korupsi juga mampu melemahkan sendi-sendi ekonomi dan juga memperlebar jurang kemiskinan.

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia

Berdasarkan data Transparency International Indonesia (TII), indeks persepsi korupsi di Indonesia pada tahun 2018 lalu masih berada di level yang mengkhawatirkan.

Dari 180 negara yang disurvei, Indonesia hanya mengantongi 38 poin dari total 100 poin.

Dengan hasil itu, negeri ini berada di peringkat 89 negara bebas korupsi dari total 180 negara dan teritori. Melansir laman TII, dalam indeks persepsi korupsi tersebut terjadi dekadensi atau kemerosotan dalam upaya pemberantasan korupsi oleh sebagian negara.

Karena lebih dari 2/3 negara yang disurvei berada dibawah skor 50 dengan nilai rata-rata global 43.

Capaian itu stagnan jika dilihat dengan rerata skor indeks persepsi korupsi (IPK) sejak tahun 2015 lalu yang juga berada di angka 43.

Direktur Pelaksana Transparency International Patricia Moreira mengatakan kegagalan sebagian besar negara untuk mengendalikan korupsi telah terbukti berkontribusi pada krisis demokrasi di seluruh dunia.

Meski begitu, capaian Indonesia dalam IPK tetap patut diapresiasi. Pasalnya dibanding tahun 2017, IPK Indonesia berhasil naik 1 poin.

Peneliti TII, Wawan Suyatmiko mengungkapkan meningkatnya IPK Indonesia menunjukkan upaya positif anti korupsi yang telah dilakukan berbagai pihak, baik itu pemerintah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kalangan bisnis dan juga masyarakat sipil.

Pemberantasan Korupsi Zaman Orde Baru

Kegiatan pemberantasan korupsi di Indonesia sejatinya sudah berjalan hampir setengah abad. Pada zaman orde baru kegiatan untuk memberantas korupsi sudah muncul.

Kala itu pada tahun 1970, bertepatan dengan Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia, Presiden Soeharto menyatakan bahwa dia sendiri yang bakal memimpin pemberantasan korupsi.

Mengacu pada laman Anti Corruption Clearing House (ACCH), secara yuridis pemberantasan korupsi sudah dimulai pada tahun 1957. Hal itu ditandai dengan keluarnya Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/06/1957.

Setelah itu, Presiden juga menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) No 28 Tahun 1967 tentang pembentukan tim pemberantasan korupsi.

Namun dalam pelaksanaannya, tim tersebut tidak bisa berjalan maksimal dan memicu sejumlah demonstrasi.

Puncaknya pada tahun 1970 dibentuk Komisi IV yang bertugas menganalisa permasalahan dalam birokrasi dan mengeluarkan rekomendasi untuk mengatasinya. Di tahun itu juga muncul wacana bahwa Korupsi telah membudaya di Indonesia.

Wacana tersebut dikeluarkan oleh Mohammad Hatta, Wakil Presiden pertama di Republik ini. Pada Zaman Orde Baru juga dikenal sebagai era dimana banjir peraturan untuk memberantas korupsi.

Seperti adanya UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang memberikan hukuman maksimal pidana penjara seumur hidup dan denda Rp30 juta bagi semua delik.

Melengkapi hal itu muncul juga Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1973 tentang Pembinaan Aparatur yang Berwibada dan Bersih dalam Pengelolaan Negara.

Lalu GBHN tahun 1978 tentang kebijakan dan langkah-langkah dalam rangka penertiban aparatur negara dari masalah korupsi, penyalahgunaan wewenang kebocoran dan pemborosan kekayaan dan keuangan negara, pungutan-pungutan liar serta berbagai bentuk penyelewengan lainnya yang menghambat pelaksanaan pembangunan.

Ada juga Keppres No 52 tahun 1971 tentang pelaporan pajak para pejabat dan PNS, Inpres No 9 Tahun 1977 tentang operasi penertiban dan UU No 11 Tahun 1980 tentang tindak pidana suap. Jika dihitung, tidak kurang sekitar 8 peraturan pemberantasan korupsi diterbitkan selama orde baru.

(Baca juga: Dampak Korupsi di Indonesia Bagi Perekonomian)

Reformasi

Nah pada saat reformasi di 1998, muncul Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang pengelolaan negara yang bersih dan bebas KKN.

Hingga kemudian orang nomor satu saat itu, Presiden Abdurrahman Wahid juga membentuk beberapa badan negara untuk mendukung pemberantasan korupsi.

Seperti Tim Gabungan Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara, dan beberapa badan negara lainnya.

Tongkat estafet kemudian diteruskan oleh Presiden Megawati Soekarno Putri yang membentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK) yang juga diduga sebagai cikal bakal lahirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pembentukan Lembaga anyar itu dianggap sebagai terobosan atas mandeknya upaya pemberantasan korupsi di negeri ini. Hingga akhirnya pada tahun 2002, KPK resmi didirikan masih pada era yang sama.

Korupsi secara rerata persektif merupakan tindakan seseorang yang menyahgunakan kepercayaan dalam suatu masalah atau organisasi untuk mendapatkan keuntungan.

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesa, Korupsi atau rasuah merupakan penyelewengan atau penyalahgunaan yang negara untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Butuh uang? jangan korupsi, akses CekAja.com saja.