INTERVIEW: Fintech dan Masa Depan Kelayakan Kredit Masyarakat Indonesia

Berbincang soal industri teknologi finansial (fintech), khususnya yang terkait dengan produk kredit, tak bisa lepas dari bagaimana data konsumen menjadi landasan pemberian pinjaman. Nah, sebenarnya bagaimana data masyarakat terkait eligibilitas atau kelayakan kredit di Indonesia saat ini? Bagaimana juga masa depan hal tersebut dengan adanya fintech saat ini? Simak wawancara kami bersama Group CEO C88 Financial Technologies Pte Ltd sekaligus Co-Founder CekAja.com, J. P. Ellis.

INTERVIEW: Fintech dan Masa Depan Kelayakan Kredit Masyarakat Indonesia

Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat dengan pertumbuhan ekonomi yang masuk 10 besar dunia. Bagaimana kondisi akses finansial di Indonesia selama ini?

Indonesia adalah negara berkembang yang sedang tumbuh pesat dan tengah gencar berinvestasi di bidang infrastruktur. Infrastruktur bisa berupa jalan, jembatan, pelabuhan, kereta api dan bandara.

Namun, infrastruktur bisa juga terkait hal-hal seperti sistem identifikasi nasional, inisiatif kepatuhan pajak, dan biro kredit. Kondisi akses finansial akhirnya kini mulai berkembang di Indonesia, dan kami berharap industri keuangan akan berkembang pesat selama beberapa tahun mendatang.

Apakah menurut Anda produk keuangan sudah bisa dijangkau oleh seluruh penduduk Indonesia dari Sabang sampai Merauke? Apa saja tantangannya?

Produk keuangan saat ini dapat diakses hari ini di seluruh nusantara, tetapi banyak dari produk ini informal dan tidak memiliki izin. Tantangan yang juga menjadi peluang adalah untuk membantu transisi industri dari keadaannya saat ini, menjadi struktur yang lebih berlisensi, formal dan adil. Tantangannya terkait tentang akses ke data, distribusi ke pelanggan, ketersediaan produk, dan iklim regulasi untuk mendukung.

Terkait dengan data dan distribusi, internet dan smartphone dan penggunaan aplikasi mampu jadi solusi. Regulasi juga cukup maju di sini, setidaknya lebih baik dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya, karena ada Asosiasi FinTech Indonesia dan inisiatif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).

Jadi, apa yang masih dirasa kurang saat ini adalah persediaan produk dan inventaris. Perbankan dan lembaga keuangan sedang duduk di atas banyak modal. Rasio kecukupan modal, yang disebut CAR, secara signifikan lebih tinggi di Indonesia daripada di banyak negara lain. Jadi, ini bukan masalah uang. Pasokan baru dan produk keuangan baru harus dibuat untuk memenuhi kebutuhan pasar.

(Baca juga: Alasan Fintech Mampu Tingkatkan Inklusi Keuangan)

Apakah menurut Anda data historis keuangan masyarakat Indonesia saat ini belum optimal untuk menjadi landasan lembaga keuangan dalam menyalurkan kredit?

Jika kita berbicara tentang masa lalu, kami memiliki situasi kelangkaan data. Hal ini berarti bahwa pemberi pinjaman rata-rata tidak benar-benar tahu siapa peminjamnya dan bagaimana profil keuangannya.

Jadi, kecuali kreditur memiliki data agunan, tahu di mana peminjam dan keluarganya tinggal, atau memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi -salah satunya apakah peminjam sudah memiliki kartu kredit adalah yang paling populer- maka umumnya aplikasi ditolak. Tapi hal ini dengan cepat berubah sekarang.

Bagaimana Anda melihat kondisi kelayakan kredit masyarakat Indonesia saat ini?

Untuk produk pinjaman berlisensi, teregulasi dan formal, tingkat kelayakan kredit masih sangat rendah di Indonesia. Namun, ketika kita berbicara tentang industri pinjaman tanpa izin dan informal, itu cukup besar. Jadi, peralihan yang dibutuhkan adalah, dari tidak diatur dan tidak formal, menjadi diatur dan formal.

Konsumen memperoleh manfaat dari pinjaman sektor formal, karena memiliki perlindungan konsumen yang lebih besar dari undang-undang. Aktivitas meminjam yang eksploitatif sangat umum terjadi di antara populasi yang tidak mengerti bagaimana skema kredit umumnya bekerja.

Banner KTA CekAja

Menurut Anda, apakah fintech bisa menjadi salah satu solusi mengenai masalah data kelayakan kredit masyarakat? Bagaimana contohnya?

Fintech adalah solusi utama saat ini. Salah satu dari banyak peran fintech adalah mengasimilasi dan menganalisis data dan menghasilkan penilaian kelayakan. Contoh yang baik dari ini adalah sistem penjaminan online di CekAja.com, di mana kami menghitung berbagai tingkat risiko dengan tingkat bunga yang berbeda, tergantung profil para peminjam.

Saat ini, apa saja tantangan industri fintech di Indonesia?

Banyak dan beragam. Seperti yang disebutkan sebelumnya, kami melihat tantangan berada di persoalan akuisisi data, distribusi digital, regulasi pendukung, dan persediaan serta inventaris. Dari jumlah tersebut, membuat pasokan produk baru mungkin merupakan tantangan terbesar industri saat ini.

(Baca juga: Perjalanan Bisnis Elon Musk dari Game sampai Space X)

Menurut Anda, apakah pemerintahan Joko Widodo sudah baik dalam mengembangkan industri startup dan fintech di Indonesia?

Benar, sudah cukup baik. Kami telah melihat momentum yang luar biasa di sektor teknologi Indonesia, dan seperti yang disebutkan sebelumnya, komitmen Presiden dan Pemerintah Indonesia terhadap infrastruktur telah membantu menumbuhkan ekonomi dan masyarakat.

Induk usaha CekAja, C88 Financial Technology, baru saja memperoleh pendanaan Series C dari lembaga informasi dan data keuangan terbesar dunia, Experian. Apa saja yang bisa masyarakat nantikan dari kerja sama ini?

Investasi Series-C yang kami terima oversubscribed atau kelebihan permintaan, yang berarti ada lebih banyak permintaan investor untuk berpartisipasi daripada yang bisa kami terima. Itu adalah situasi yang sangat langka dan menggembirakan.

Masyarakat akan melihat lebih banyak inovasi dari CekAja.com, dan mandat serta misi kami adalah untuk memperjuangkan akses keuangan kepada semua orang di Indonesia, sementara juga menjadi perusahaan fintech terbaik yang bisa bekerja di seluruh dunia. Tujuan besar! Tetapi kami memiliki tim yang hebat, berinovasi dengan sangat cepat, memiliki banyak pelanggan, dan kami percaya kami dapat mencapainya.

Menurut Anda, bagaimana potensi fintech di Indonesia dalam 5 tahun ke depan. Apa saja hal yang mungkin terjadi?

Dalam waktu 5 tahun, sebagian besar kebutuhan keuangan masyarakat Indonesia akan dipenuhi oleh perusahaan fintech. Beberapa fintech ini akan bersaing dengan perbankan, tetapi mayoritas, yang jelas akan bersekutu dan berkolaborasi dengan perbankan. Beberapa fintech bahkan mungkin adalah bank itu sendiri.

Akan ada akses nasional di banyak wilayah karena penduduk memiliki smartphone, akses data. Kemudian produk pinjaman yang informal dan predator akan menurun dengan cepat.

Terakhir, apa saran Anda agar masyarakat Indonesia bisa memperoleh literasi keuangan yang lebih baik?

Literasi keuangan dan menjadi cerdas secara finansial adalah keterampilan kunci yang perlu diketahui setiap orang dewasa saat ini. Literasi keuangan harus diajarkan di sekolah. Sebaiknya masyarakat mempelajarinya jika belum mengetahui soal keuangan, sehingga bisa mengendalikan masa depan secara finansial.

Jika Anda tertarik dan membutuhkan berbagai tips finansial untuk mulai menambah literasi keuangan, cukup kunjungi CekAja.com, di mana ribuan artikel dan konten ada untuk mendukung Anda.

Banner CekAja