Tambang Batu Bara Ombilin, Situs Budaya Terbaru di Indonesia

UNESCO kembali menerbitkan daftar nominasi Warisan Dunia pada 2019. Terdapat 36 nominasi yang terpilih dan terbagi menjadi tiga kategori, yakni situs alam, kombinasi alam dan budaya, serta situs budaya. Tambang Batu Bara Ombilin di Sawahlunto, Sumatera Barat (Sumbar), pun terpilih sebagai Warisan Dunia Kategori Budaya.

tambang batu bara

Selain Ombilin, ada enam Warisan Dunia lain yang juga masuk pada tahun ini. Enam Warisan Dunia tersebut yaitu Dilmun Burial Mounds di Bahrain, Budj Bim Cultural Landscape di Australia, Archaeological Ruins of Liangzhu City di China, Jaipur di India, Mozu-Furuichi Kofun Group di Jepang, dan Megalithic Jar Sites in Xiengkhouang di Laos.

Meski begitu, perjalanan Tambang Batu Bara Ombilin hingga menjadi warisan budaya tidaklah mudah. Sejak 2015, Sawahlunto dimasukkan ke daftar sementara warisan budaya dunia. Sejak itu, proses pengumpulan data, penyusunan dokumen, dan pengumpulan bahan lainnya dilakukan secara intensif yang melibatkan pakar dari dalam dan luar negeri. Setelah empat tahun berjuang, akhirnya Sawahlunto dinobatkan sebagai warisan budaya.

Selain perjalanan panjangnya untuk pencapaian ini, Tambang Ombilin memiliki beragam hal yang patut masyarakat Indonesia tahu. Apa saja hal itu? Simak pemaparannya!

(Baca juga: Konglomerat Batu Bara di Indonesia: Dari Boy Thohir Hingga Kiki Barki)

Menggambarkan Dinamisnya Interaksi Sosial dan Budaya

Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto yang sudah ada sejak era kolonial dipandang pantas diposisikan sebagai warisan dunia karena konsep tiga serangkai yang dicetuskan oleh Pemerintah Belanda pada masa itu.

Tiga serangkai meliputi industri pertambangan batubara di Sawahlunto, yang selanjutnya dibawa keluar Sawahlunto dengan menggunakan transportasi kereta api melalui wilayah Sumatera Barat, dan sistem penyimpanan di Silo Gunung di Pelabuhan Emmahaven, atau Teluk Bayur sekarang. Hubungan sistemik industri tambang batubara, sistem perkeretaapian, dan pelabuhan ini berperan penting bagi pembangunan ekonomi dan sosial di Sumatera dan di dunia.

Keunikan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto menunjukkan contoh rangkaian kombinasi teknologi dalam suatu lanskap kota pertambangan yang dirancang untuk efisiensi sejak tahap ekstraksi batu bara, pengolahan, dan transportasi, sebagaimana yang ditunjukkan dalam organisasi perusahaan, pembagian pekerja, sekolah pertambangan, dan penataan kota pertambangan yang dihuni oleh sekitar 7.000 penduduk.

(Baca juga: Lima Fakta Rinjani yang Nyaris jadi Gunung Syariah Pertama di Dunia)

Tambang Batu Bara Satu-satunya di Indonesia

Penambangan batu bara telah secara signifikan mengubah lanskap pedesaan Sawahlunto menjadi situs industri. Selama pengembangannya pada abad ke-19, perusahaan pertambangan merancang lokasi penambangan Sawahlunto menjadi lima kegiatan spasial. Pembagiannya yaitu industri tambang batu bara, area komersial dan perdagangan, area pemukiman, wilayah administrasi, dan utilitas kesehatan.

Untuk mendukung kegiatan tersebut, Belanda membangun beberapa jaringan transportasi. Salah satunya, membuat jaringan kereta api guna mengangkut batu bara dari Sawahlunto ke pantai barat Sumatera. Hindia Belanda juga membangun Pelabuhan Emmahaven (dikenal sebagai Teluk Bayur). Pelabuhan tersebut menjadi pelabuhan pengiriman untuk ekspor batu bara, menggunakan kapal uap SS Sawahlunto dan SS Ombilin-Nederland.

Karena tersedianya infrastruktur tersebut, Sawahlunto pernah menjadi kota industri pada masanya. Selain itu, tambang ini juga menjadi satu-satunya tambang batu bara di bawah tanah di Indonesia, yang dikelola oleh pemerintah kolonial dan kemudian dikelola PT Bukit Asam Tbk.

Hingga saat ini, Indonesia telah memiliki total 9 Warisan Dunia. Lima diantaranya masuk pada kategori Warisan Budaya. Selain Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto (2019), yang masuk kategori tersebut adalah candi ternama yaitu Kompleks Candi Borobudur (1991) dan Kompleks Candi Prambanan (1991). Ada pula Situs Manusia Purba Sangiran (1996) dan Lanskap Budaya Provinsi Bali: Sistem Subak sebagai Manifestasi dari Filosofi Tri Hita Karana (2012).  

Adapun pada kategori Warisan Alam terdapat empat warisan. Yang masuk kategori tersebut yaitu Taman Nasional Ujung Kulon (1991), Taman Nasional Komodo (1991), Taman Nasional Lorentz (1999), dan Hutan Hujan Tropis Sumatera (2004).

Nah, buat kamu yang senang menjelajah, termasuk mengunjungi tempat-tempat yang jadi Warisan Dunia, jangan lupakan asuransi perjalanan ya. Cek pilihannya   di CekAja.com!