INTERVIEW: Kiat-kiat Investasi di Pasar Obligasi atau Surat Utang

Sepanjang tahun ini, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan berambisi dapat menarik dana dari penerbitan Sertifikat Berharga Negara Ritel (SBN Ritel) atau obligasi ritel sebanyak Rp30 triliun. Adapun penggunaan dana tersebut dimaksudkan untuk mencukupi anggaran pembangunan pemerintah dan juga sekaligus untuk mendiversifikasi sumber pendanaan.

INTERVIEW : Kiat Investasi di Pasar Obligasi Ritel

Dari total target dana Rp30 triliun, pemerintah mengklaim telah berhasil menghimpun dana sebayak Rp17 triliun dari aksi strategis tersebut. Dalam menerbitkan SBN Ritel, pemerintah menggunakan beberapa instrumen investasi, diantaranya adalah Obligasi Negara Ritel (ORI), Sukuk Tabungan Negara, Sukuk Ritel, serta obligasi simpanan ritel (Saving Bond Retail/SBR).

Khusus untuk Sukuk, pemerintah sudah merilisnya lebih dulu, namun pada November ini Kemenkeu bakal kembali merilis Sukuk Ritel. Nah bagi Anda yang memang tertarik berinvestasi pada surat utang, momentum itu dapat dimanfaatkan untuk mengembangbiakkan rupiah Anda.

Untuk mengkaji lebih jauh bagaimana potensi investasi dari penerbitan surat utang khususnya surat utang ritel bagi masyarakat, CekAja.com baru saja melakukan wawancara khusus dengan Ahmad Nasruddin, Fixed Income Analyst dari PT Pefindo. Berikut petikannya.

Bagaimana potensi penerbitan obligasi ritel di masyarakat?

Sebenarnya potensinya masih sangat besar, antusiasmenya juga besar. Hanya dari sisi masyarakat sendiri belum ada yang mengintermediasi. Kalau dari kalangan masyarakat yang sudah advance tingkat pengetahuannya, mereka sudah paham jika ada produk obligasi ritel dan risikonya seperti apa.

(Baca juga: INTERVIEW: Jurus Diversifikasi Investasi dari Bos Indika Energy)

Kondisi saat ini siapa saja yang berhak menjual obligasi ritel?

Saat ini sudah ada beberapa Lembaga keuangan yang ditunjuk, mulai dari bank dan juga Lembaga keuangan fintech. Nah agar masyarakat lebih banyak lagi masuk ke Obligasi, Manajer Investasi (MI) harus lebih aktif lagi, karena sebagian besar investor ritel masuknya lewat MI.

Tantangan yang ada dalam memasarkan obligasi ritel?

Tantangannya lebih ke masalah edukasi dan juga sosialisasi. Pasalnya masih banyak masyarakat yang belum tahu apa itu obligasi ritel. Padahal pemerintah juga sudah mendorong masyarakat untuk berinvestasi di sektor ini dengan mengurangi minimum pembeliannya.

Jika dulu hanya investor yang memiliki dana jumbo yang bisa membeli obligasi, sekarang dengan uang Rp5 juta Anda sudah bisa memiliki obligasi, bahkan kalau saving bond ritel, jumlah pembeliannya lebih kecil lagi. Dulu kalau tidak salah minimum pembeliannya lebih dari Rp20 juta-an

(Baca juga: 5 Jurus Atur Keuangan Keluarga)

Jika dibandingkan dengan pasar obligasi ritel di negara lain, bagaimana kondisi tanah air?

Negara lain yang paling bagus pertumbuhan obligasi ritelnya adalah Jepang. Disana sebagian besat yang beli adalah investor domestik. Nah disini, Pemerintah scara bertahap membuat pasarnya teredukasi dulu, itu makanya penyerapannya juga cukup bagus disini.

Disamping itu, masih banyak dana masyarakat yang tersimpan di Bank, padahal itu bisa dialokasikan ke pasar obligasi. Selain karena yieldnya lebih baik dibanding deposito, obligasi ritel juga relatif aman, karena kecil risikonya negara gagal bayar atau default.

JIka di Bursa Efek Indonesia (BEI) ada slogan Yuk Nabung Saham, mungkin pemerintah bisa juga mengeluarkan slogan Yuk Nabung Obligasi.

Bagaimana masyarakat mendapatkan akses untuk membeli obligasi?

Kalau itu biasanya ada Manajer Investasi. Nah MI juga menyediakan layanan informasi, bisa langsung tanya ke MI-nya, seperti Mandiri Sekuritas atau MI lainnya.

Jenis obligasi apa yang paling baik untuk investor pemula?

Kalau ritel biasanya yang jangka pendek, karena untuk saat ini secara jangka pendek risikonya tinggi. Hal itu disebabkan adanya sentiment suku bunga AS dan juga rupiah. Investor yang besar-besar juga memilki kecenderungan untuk membeli obligasi jangka pendek, karena biasanya high risk high return.

Ditambah kalau jangka pendek, misalnya mereka sewaktu-waktu butuh dana, bisa dijual lagi dengan keuntungan yang lumayan. Karena kalau obligasi jangka panjang, memang harus mengikuti tenornya supaya untungnya dapet.

Bagaimana dengan kupon atau bunga obligasi?

Kalau kupon, kemarin itu sekitar 8,3 persen. Masih jauh lebih tinggi dibanding deposito. Makanya kalau mau, investor ritel itu didorong ke obligasi. Karena sayang kalau hanya di Bank. Cuma itu masalah edukasi saja yang masih kurang ke masyarakat.