Bagaimana Beli Rumah Lewat KPR Syariah dan Developer Syariah?
4 menit membacaPamor pembelian rumah dengan cara mencicil sesuai prinsip syariah perlahan mulai banyak diminati masyarakat. Bagaimana tidak, di tengah situasi ekonomi seperti sekarang ini, boleh dibilang membeli rumah secara tunai memang sangat jarang dan sulit. Maka salah satu solusinya adalah membeli rumah melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Setidaknya ada dua skema pembelian rumah dengan cara kredit yang berlaku di Indonesia, yakni antara lain KPR konvensional dan KPR syariah.
KPR konvensional merupakan kredit yang diberikan bank-bank konvensional dengan bunga yang fluktuatif. Sementara KPR syariah bunganya tetap hingga akhir cicilan.
Namun, selain dari dua jenis KPR tersebut, saat ini mulai marak pembelian rumah dengan kredit tanpa melibatkan perbankan. Jenis kredit satu ini biasa dilakukan oleh pengembang mengatasnamakan developer syariah.
Kali ini CekAja akan membahas KPR syariah dan developer syariah. Skema pembelian rumah jenis ini mulai banyak digandrungi masyarakat dengan alasan tak ingin terjerat utang riba dan cicilan tetap hingga lunas. Untuk lebih jelasnya, yuk cek aja ulasan berikut ini.
(Baca juga: BI Sempurnakan Aturan DP Rumah, Apa Bedanya dengan yang Lama?)
KPR Syariah
KPR syariah merupakan pemberian kredit pemilikan rumah terhadap nasabah dengan skema syariah.
Pastinya, kreditur pemberi pinjaman biasanya adalah pihak perbankan atau lembaga keuangan yang menerapkan prinsip-prinsip syariah.
Murabahah
Sedikitnya ada dua jenis KPR syariah yang populer di tengah masyarakat, yakni akad murabahah atau skema jual beli dan akad musyarakah mutanaqishah atau skema kerja sama bagi hasil.
Sebagai contoh, Anda berencana mengambil rumah seharga Rp500 juta dengan skema murabahah. Jika uang muka KPR disepakati 30 persen, maka Anda harus membayar uang muka Rp150 juta.
Sisanya, bank akan membeli rumah tersebut seharga Rp350 juta. Setelah itu, akan ada kesepakatan antara Anda dengan perbankan terkait margin pembiayaan.
Jika margin disepakati 9 persen dengan tenor cicilan 15 tahun, maka Anda harus bayar cicilan per bulan sekitar Rp3,54 juta.
Musyarakah mutanaqishah
Skema berikutnya adalah akad musyarakah mutanaqishah atau skema kerja sama bagi hasil. Misalkan Anda ingin membeli rumah dengan akad ini, maka pihak perbankan dan Anda sama-sama membeli rumah seharga Rp500 juta tersebut sesuai porsi masing-masing.
(Baca juga: Yuk Mengenal Istilah Kredit Macet)
Perhitungannya, bank menyetorkan porsi 80 persen atau Rp400 juta dan Anda menyetor porsi 20 persen atau Rp100 juta. Maka terkumpul uang Rp500 juta dari Anda dan bank.
Setelah itu, rumah tersebut dibeli balik dan disewakan kepada Anda. Jika tenor pinjaman disepakati 15 tahun, maka Anda harus membayar sewa sekaligus kepemilikan bank atas rumah tersebut.
Misalkan kesepakatan sewa per bulan Rp2,2 juta. Namun, Anda juga harus membeli kepemilikan bank dari rumah yang Anda sewa yang besarannya dari awal telah disepakati kedua pihak.
Namun, perlu diperhatikan, biaya-biaya dari simulasi di atas belum termasuk biaya tambahan lain seperti biaya notaris, biaya balik nama, BPHTB dan lainnya.
(Baca juga: OJK Rilis Aturan Baru Fintech Agar Masyarakat Merasa Aman)
Developer Syariah
Anda mungkin sering mendengar atau melihat iklan properti syariah dengan slogan Tanpa Riba, Tanpa BI Checking, Tanpa Denda, Tanpa Sita dan Tanpa Melibatkan Bank. Ya, promosi jual beli properti semacam itu dilakukan oleh kalangan developer syariah.
Semua transaksi pembelian rumah dengan developer syariah terdapat pada kesepakatan perjanjian yang sudah ditandatangani kedua pihak dengan bermaterai.
Untuk cicilan bulanan, developer syariah menetapkan angsuran tetap selama tenor disepakati.
Jadi jika Anda membeli rumah seharga Rp265 juta dengan tenor 10 tahun dan margin sesuai kesepakatan 5 persen per tahun, maka setiap bulannya cicilan Anda mencapai Rp2,52 juta.
(Baca juga: Proses Pendaftaran CPNS Bakal Lebih Mudah, Cek di Sini!)
Tanpa sita dan denda
Kalau misalkan di tengah jalan Anda tidak mampu melanjutkan cicilan atau gagal bayar, pihak developer tidak akan menyita rumah Anda seperti yang biasa dilakukan bank konvensional, tetapi akan ada kesepakatan ‘win-win solution’ kedua pihak.
Misalnya, rumah yang separuh jalan dicicil, Anda over kredit ke orang lain dengan tetap menentukan margin, dan hasil dari over kredit itu dibayarkan kepada pengembang sementara marginnya boleh diambil nasabah.
Jadi penyitaan tidak dilakukan karena kesepakatan dari awal memang dilakukan secara musyawarah dan tidak merugikan kedua pihak.
Begitu juga jika Anda telat bayar cicilan. Misalnya, Anda telat menyerahkan angsuran selama lima bulan. Jika Anda ingin melunasi keterlambatan cicilan tadi, maka tidak ada denda dari pihak developer. Asalkan Anda mempunyai itikad baik untuk melunasi cicilan.
(Baca juga: Ini Tindakan dan Barang yang Dilarang di Pesawat)
Tanpa bank
Sebetulnya, skema pembelian rumah ini tidak jauh berbeda dengan KPR syariah yakni akad murabahah.
Hanya saja, skema ini benar-benar tidak melibatkan perbankan. Jadi transaksi benar-benar dilakukan kedua pihak antara pembeli rumah dengan developer.
Kalangan pengembang syariah ini meyakini jika prinsip jual beli yang sesuai syariah adalah tanpa melibatkan pihak ketiga seperti perbankan baik untuk urusan KPR maupun dalam urusan pembangunan.
Sebab, biaya pembangunan benar-benar dari nasabah dan investor dengan sistem bagi hasil sesuai prinsip syariah.
Ciri-ciri lain pembelian rumah dari pengembang syariah adalah penyerahan kunci kepada nasabah yang lebih lama.
Jika biasanya penyerahan kunci sekitar 6 bulan, maka developer syariah akan menyerahkan kunci selama satu hingga dua tahun.
(Baca juga: Cek Daftar Kebiasaan yang Membuat Anda Mudah Dapat Pinjaman)
Hal itu dilakukan karena pengembang benar-benar membangun rumah dari biaya setoran angsuran nasabah yang terkumpul.
Oleh karena itu, semakin lancar Anda membayar angsuran, maka akan semakin lancar proses pembangunan rumah yang Anda beli.
Nah, jadi Anda tertarik Bagaimana Beli Rumah Lewat KPR Syariah dan Developer Syariah? yang melibatkan perbankan atau langsung ke pengembang syariah tanpa bank?