Banjir Awal Tahun 2020: Ini Pelajaran Finansial yang Bisa Kamu Petik
4 menit membacaAwal tahun 2020, sejumlah titik di wilayah Jabodetabek dan Banten mengalami bencana banjir. Banjir tersebut menciptakan kerugian dalam bentuk materi yang tak sedikit, bahkan mengakibatkan adanya korban jiwa. Sesungguhnya, ada sejumlah pelajaran finansial yang bisa kamu petik dari bencana banjir tersebut.
Pada dasarnya, tidak semua orang atau keluarga siap dalam mengantisipasi datangnya bencana. Bencana seperti banjir merusak kendaraan serta properti beserta isinya hingga berpotensi membawa berbagai jenis penyakit. Meski mengalami kerugian, para korban banjir tetap harus mulai menata kembali kehidupannya.
Curah Hujan Ekstrim
Salah satu pemicu terjadinya banjir di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya adalah curah hujan ekstrim dengan durasi yang panjang.
Hujan turun cukup merata pada Selasa (31/12/2019) sore hingga Rabu (1/1/2020) di wilayah DKI Jakarta. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat adanya curah hujan ekstrim dengan intensitas lebih dari 150 mm/hari dengan durasi yang panjang.
Bahkan, curah hujan dengan intensitas 377 mm/hari di Halim, Jakarta Timur memecahkan rekor baru.
Curah hujan tersebut merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah pengukuran dan pencatatan curah hujan di Jakarta. Pengukuran pertama kali dilakukan pada tahun 1866.
Selain di Halim, curah hujan tertinggi tercatat di TMII: 335 mm/hari, Kembangan: 265 mm/hari; Pulo Gadung: 260 mm/hari, Jatiasih: 260 mm/hari, Cikeas: 246 mm/hari, dan di Tomang: 226 mm/hari.
Intensitas curah hujan ketika Jakarta dilanda banjir besar berdasarkan catatan BMKG yaitu 216 mm/hari pada tahun 1996, 168 mm/hari pada 2002, 340mm/hari pada 2007, 250mm/hari pada 2008, 100mm/hari pada 2003, dan 277mm/hari pada 2015 dan serta 100 – 150 mm/hari pada 2016.
Bukan cuma curah hujan yang ekstrim, faktor lain yang juga disebut oleh BMKG sebagai penyebab banjir antara lain besarnya limpasan air dari hulu, penyempitan dan pendangkalan sungai karena sedimentasi, serta berkurangnya waduk dan danau tempat penyimpanan air banjir.
Antisipasi Bencana
Tak ada orang yang mau tertimpa bencana, tetapi tak ada salahnya melakukan antisipasi akan datangnya peristiwa buruk tersebut.
Tujuannya agar dapat meminimalisir kerugian finansial yang harus ditanggung kala bencana datang. Nah, dari kejadian banjir di awal tahun 2020, inilah beberapa pelajaran finansial yang bisa kamu petik:
1. Pentingnya dana darurat
Bisa jadi, kamu sudah bosan dengan anjuran dari para ahli keuangan untuk memiliki dana darurat.
Nah, walau sudah sering mendengar anjuran ini, belum tentu kamu sudah mempraktikannya bukan? Hayo ngaku?
Mengumpulkan dana darurat bisa jadi tidak mudah buat kamu yang merasa penghasilan pas-pasan, hanya cukup untuk menyambung hidup dari gaji ke gaji.
Namun, jika mengumpulkan tekad yang bulat dan memahami betul manfaatnya, pasti akan lebih mudah bagimu untuk mulai mengumpulkan dana darurat sedikit demi sedikit.
Jumlah ideal dana darurat yang dibutuhkan bagi setiap orang atau keluarga berbeda-beda. Jumlah dana darurat yang dianjurkan adalah 6 kali pengeluaran bulanan seseorang yang masih lajang.
Bagi keluarga yang belum memiliki anak, jumlahnya mencapai 9 kali pengeluaran bulanan keluarga.
Lalu apabila sudah ada anak, jumlahnya mencapai setidaknya 12 kali pengeluaran bulanan keluarga. Semakin banyak jumlah anak, maka jumlah dana darurat yang dibutuhkan semakin besar.
Dalam kondisi banjir, dana darurat bisa jadi dewa penolong. Dengan adanya dana darurat, seseorang bisa segera membenahi kondisi rumah atau kendaraannya yang rusak akibat banjir.
Selain itu, bisa segera memperbaiki atau membeli lagi barang-barang penting yang rusak atau bahkan hancur.
(Baca juga: Cara Memperbaiki Kondisi Keuangan Setelah Menjadi Korban Banjir)
2. Pentingnya perluasan jaminan asuransi
Tahukah kamu bahwa asuransi properti dan asuransi kendaraan memiliki perluasan jaminan terhadap bencana banjir?
Memang, dengan menambah perluasan jaminan, artinya premi yang harus dibayarkan juga menjadi lebih besar daripada premi untuk perlindungan standar.
Kalau kamu sama sekali belum memiliki asuransi properti dan asuransi kendaraan bermotor, cobalah pertimbangkan untuk memilikinya.
Apalagi, bagi kamu yang punya aset properti dan kendaraan yang nilainya lumayan, gak ada salahnya berjaga-jaga dengan asuransi, tentunya dengan tambahan perluasan jaminan ya!
3. Tak ada salahnya memulai hidup minimalis
Hidup minimalis ala orang Jepang memiliki banyak sisi positif. Dengan hidup minimalis, seseorang hanya memiliki sedikit benda.
Mereka hanya menyimpan benda-benda yang benar-benar berguna dan jumlahnya pun tak banyak.
Karena, bagi mereka yang menerapkan gaya hidup minimalis, yang paling utama adalah pengalaman dan kualitas diri.
Prinsipnya, kita dapat hidup hanya dengan hal-hal yang menjadi kebutuhan, artinya kepemilikan barang bukanlah hal yang prioritas.
Nah, bagi kamu yang jadi korban banjir, kamu mungkin merasa sangat lelah karena harus memilah dan membersihkan berbagai macam barang.
Apakah saat melakukannya kamu merasa barang-barangmu terlalu banyak? Padahal, semakin sedikit barang yang kamu miliki, maka semakin cepat pula waktu yang kamu butuhkan untuk berbenah bukan?
(Baca juga: Mengenal Banjir Bandang, Ini Ciri-ciri dan Hal yang Harus Diwaspadai)
4. Asuransi kesehatan senantiasa dibutuhkan
Dalam kondisi banjir, terdapat berbagai jenis penyakit yang berpotensi datang seperti leptospirosis, diare, Demam Berdarah Dengue (DBD), serta Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
Nah, biaya untuk berobat kerap memakan jumlah yang lumayan, inilah pentingnya asuransi kesehatan.
Asuransi kesehatan pada dasarnya dibutuhkan dalam segala kondisi, bukan cuma saat kondisi bencana.
Bahkan, dapat dikatakan, jenis asuransi yang satu ini wajib dimiliki oleh setiap orang. Selain asuransi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, kamu juga bisa menambah perlindungan dari asuransi kesehatan swasta.
Itulah beberapa pelajaran finansial yang bisa kamu petik dari peristiwa banjir di awal tahun ini. Semoga berguna ya!