Biaya-biaya yang Sebaiknya Diketahui Saat Beli Rumah Seken

biaya rumah bekas_KPR - CekAja.com

Mulai dari biaya cek sertifikat rumah, urus akta jual beli (AJB), biaya balik nama sertifikat rumah, PNBP, PPH, hingga BPHTB, perlu dana tersendiri saat beli rumah seken atau rumah bekas. Proses dan cara urus juga menentukan.

Saat beli rumah pertama, biasanya hanya ada dua pilihan: membeli rumah baru di perumahan baru atau melirik rumah lama. Memang, masing-masing punya kelebihan dan kekurangan.

Kelebihan rumah baru biasanya kondisi rumah masih sangat bagus. Namun, kebanyakan bangunan baru saat ini terbuat dari batako di mana material ini membuat rumah lebih panas dan pengap.

Sedangkan rumah seken biasanya butuh perbaikan baik itu kusen, genteng, mengecat ulang dinding, dan sebagainya. Rumah yang dibangun di tahun 90-an kebanyakan menggunakan bata merah.

Namun, artikel ini tidak bermaksud  membahas kelebihan dan kekurangan membeli rumah baru ataupun seken, melainkan perbedaan biayanya. Karena, beda status rumah, beda pula syarat-syarat dan biaya yang dikeluarkan.  Bagi yang berniat membeli rumah seken, ketahui biaya-biaya yang harus dikeluarkan.

Biaya pengecekan sertifikat rumah

Sebelum proses jual beli dilakukan, calon pembeli rumah harus melakukan pengecekan sertifikat yang dilakukan di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tujuannya untuk memastikan bahwa sertifikat tanah tidak terkena blokir, penyitaan, atau sengketa lainnya. Jika terkenal blokir, transaksi jual beli tidak bisa dilaksanakan. Jual beli bisa dilakukan dengan syarat blokir sudah diangkat.

Pada prinsipnya, blokir hanya bisa diangkat oleh pihak yang memasang catatan blokir. Kalau blokir dilakukan oleh pengadilan dengan surat resmi maka pengadilan pulalah yang harus mengangkat blokir tersebut dengan surat resmi juga.

(Baca:  Cek Biaya Urus Sertifikat Rumah di Sini)

Prosedur pengecekan sertifikat tanah di Kantor BPN cukup mudah. Bawalah sertifikat asli dan foto kopi, lalu ajukan ke bagian loket. Biaya administrasi Rp50.000 akan dikenakan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Biaya administrasi itu telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 128/2015 tentang Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak. Setelah itu, BPN akan mengeluarkan surat keterangan terkait status sertifikat tanah yang diajukan tersebut.

Biaya AJB (akta jual beli) beli rumah

Biaya akta jual beli merupakan uang yang dibayarkan untuk membayar jasa Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Kebanyakan PPAT menarik biaya 1% dari nilai transaksi, namun sebenarnya PPAT bebas menentukan berapa biaya jasanya dalam membuat akta jual beli. Karenanya persentase tersebut tidak kaku karena kita menawar dan mendapatkan harga lebih murah selama disetujui oleh PPAT.

Misalnya jika nilai transaksinya mencapai Rp2 miliar, maka biaya akta jual belinya adalah Rp20 juta. Namun karena anggarannya hanya Rp15 juta, menawar biaya sah saja dilakukan.

(Baca:  6 Kesalahan Penyebab Rumah Sulit Laku Saat Dijual)

Dalam membeli rumah seken, biaya akta jual beli biasanya ditanggung oleh kedua pihak yang dalam hal ini penjual dan pembeli. Namun menutup kemungkinan biaya akta jual beli ini dipikul oleh salah satu pihak sesuai kesepakatan bersama.

Biaya balik nama

Sama dengan biaya pengecekan sertifikat, biaya balik nama juga dilakukan di kantor BPN. Proses balik nama ini diajukan oleh PPAT  dan biayanya ditanggung oleh pembeli rumah.

Kantor PPAT akan mengurus balik nama ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat dengan disertakan sertifikat asli, akta jual beli, fotokopi KTP penjual dan pembeli, bukti pelunasan PPh, bukti pelunasan BPHTB. Proses balik nama sertifikat rumah tidak dapat dilakukan jika akta jual beli belum ditandatangani oleh penjual, pembeli, PPAT, dan saksi.

Biaya PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)

PNBP dibayarkan sekaligus pada saat pengajuan Peralihan Hak atau Balik Nama. Besarnya PNBP ini 1 0/00 (satu perseribu/permill) dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah.

(Baca:  Tanda-tanda Kamu Butuh Over Kredit KPR)

PPh (Pajak Penghasilan)

Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas tanah dan/atau bangunan yang mengatur tarif PPh atas pengalihan tanah dan/atau bangunan turun menjadi 2.5% dari sebelumnya 5% berlaku mulai September 2016.

Selain mengatur tentang turunnya tarif PPh Final, ketentuan yang tertuang dalam peraturan Pemerintah No 34 tahun 2016 (PP-34/2016) juga mengatur tentang PPh final:

  1. Sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah
    Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan;
  2. Sekitar 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan; atau
  3. Sekitar 0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, badan usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah, atau badan usaha milik daerah yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam
    undang-undang yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

PPh wajib dibayarkan sebelum akta jual beli ditandatangani. Pembayaran PPh dilakukan di bank lalu divalidasi ke kantor pajak setempat. PPh sebenarnya merupakan tanggungjawab penjual, tetapi sering pula dibebankan pada pembeli sesuati kesepakatan bersama.

Biaya BPHTB (Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan)

Sama halnya dengan PPh, BPHTB juga harus dibayarkan sebelum akta jual beli ditandatangani. BPHTB dikenakan bukan hanya pada saat terjadinya jual-beli, melainkan juga terhadap setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan, seperti tukar-menukar, hibah, waris, dan lain-lain.

Dasar perhitungan  BPHTB  adalah nilai transaksi atau  Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP)  dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP), lalu dikalikan 5 %. Besarnya  NPOPTKP  berbeda untuk tiap daerah. Di DKI Jakarta  besaran  NPOPTKP  adalah Rp80 juta sedangkan di Bogor Rp60 juta.