Sederet Hal yang Bedakan Cara Perhitungan Pesangon

perhitungan pesangon - CekAja.com

Masih banyak pekerja di Indonesia yang keliru akan perhitungan pesangon. Beda masa kerja, beda pula perhitungan pesangon yang bisa diterima karyawan.

Ketentuan soal uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak dapat dilihat dalam Pasal 156 – Pasal 172 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Inilah 10 Hak Karyawan Sesuai UU Ketenagakerjaan).

Peraturan itu berbunyi: “Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

Perbedaan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak

Uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak muncul karena adanya pemutusan hubungan kerja (PHK). Secara konsep, terdapat dua jenis PHK yaitu PHK secara sukarela dan PHK dengan tidak sukarela.

PHK sukarela diartikan sebagai pengunduran diri pekerja tanpa paksaa. Begitu pula karena habisnya masa kontrak, tidak lulus masa percobaan, memasuki usia pensiun atau meninggal dunia.

PHK tidak sukarela dapat terjadi karena adanya pelanggaran, baik yang dilakukan pekerja maupun perusahaan. Adapun perhitungan ketiga hak tersebut berbeda-beda.

1. Uang pesangon berdasarkan masa kerja

Uang pesangon adalah pembayaran berupa uang dari perusahaan kepada pekerja sebagai akibat adanya pemutusan hubungan kerja. Berikut cara menghitung uang pesangon berdasarkan Pasal 156 ayat (2) UU Ketenagakerjaan:

Masa Kerja

Uang Pesangon

Kurang dari 1 tahun 1 bulan upah
1 tahun atau lebih tapi kurang dari   2 tahun 2 bulan upah
2 tahun atau lebih tapi kurang dari 3 tahun 3 bulan upah
3 tahun atau lebih tapi kurang dari 4 tahun 4 bulan upah
4 tahun atau lebih tapi kurang dari 5 tahun 5 bulan upah
5 tahun atau lebih tapi kurang dari 6 tahun 6 bulan upah
6 tahun atau lebih tapi kurang dari 7 tahun 7 bulan upah
7 tahun atau lebih tapi kurang dari 8 tahun 8 bulan upah
8 tahun atau lebih 9 bulan upah

2. Uang penghargaan masa kerja

Selain gaji, apa yang kita kerjakan selama ini juga dinilai dan dihargai. Apabila kita terkena pemutusan hubungan kerja setelah bekerja selama minimal tiga tahun, maka kita berhak mendapat penghargaan tersebut dalam bentuk uang.

Berikut perhitungan uang perhargaan masa kerja berdasarkan Pasal 156 ayat (3) UU Ketenagakerjaan:

Masa Kerja

Uang Penghargaan

3 tahun atau lebih tapi kurang dari 6 tahun 2 bulan upah
6 tahun atau lebih tapi kurang dari 9 tahun 3 bulan upah
9 tahun atau lebih tapi kurang dari 12 tahun 4 bulan upah
12 tahun atau lebih tapi kurang dari 15 tahun 5 bulan upah
15 tahun atau lebih tapi kurang dari 18 tahun 6 bulan upah
18 tahun atau lebih tapi kurang dari 21 tahun 7 bulan upah
21 tahun atau lebih tapi kurang dari 24 tahun 8 bulan upah
24 tahun atau lebih 9 bulan upah

Upah yang dimaksud pada uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja adalah jumlah gaji pokok dan segala bentuk tunjangan yang bersifat tetap. Contoh tunjangan tetap misalnya tunjangan transportasi, dan kesehatan.

(Baca juga:  Ide Bisnis yang Cocok Modal Uang Pesangon)

Tunjangan setiap perusahaan bisa berbeda-beda dan akan selalu dibayarkan meskipun kita sedang berhalangan hadir ke kantor.

3. Uang penggantian hak

Terjadinya pemutusan hubungan kerja juga membuat karyawan berhak untuk menerima uang penggantian hak. Hal ini diatur dalam Pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan. Adapun Uang Penggantian Hak (UPH) terdiri dari:

  • cuti tahunan yang belum sempat diambil dan belum gugur
  • biaya transportasi pekerja sekaligus keluarganya ke tempat dimana ia dipekerjakan
  • biaya penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan yang ditetapkan 15% dari uang pesangon atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat
  • hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama

Beda kasus, beda pula perhitungan pesangonnya

Ketika terjadi pemutusan hubungan kerja, uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak adalah jenis uang yang wajib dibayarkan oleh perusahaan dan menjadi hak pekerja untuk menerimanya. Ketiga hak tersebut memiliki perhitungan yang berbeda-beda, tergantung dari alasan pemutusan hubungan kerja.

Pekerja yang berhak untuk mendapatkan ketiganya (uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak) adalah pekerja yang terkena PHK karena:

  1. Pekerja melakukan pelanggaran perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perusahaan
  2. Pekerja mengajukan PHK karena pelanggaran pengusaha
  3. Pernikahan antar pekerja (jika diatur oleh perusahaan)
  4. PHK massal karena perusahaan rugi
  5. PHK massal karena perusahaan melakukan efisiensi
  6. Peleburan, penggabungan, perubahan status dan pekerja tidak mau melanjutkan hubungan kerja
  7. Peleburan, penggabungan, perubahan status dan pengusaha tidak mau melanjutkan hubungan kerja
  8. Perusahaan pailit
  9. Pekerja meninggal dunia
  10. Pekerja sakit berkepanjangan atau karena kecelakaan kerja (setelah 12 bulan)

Pekerja juga bisa saja hanya mendapatkan uang penghargaan masa kerja (UMPK), dan uang penggantian hak (UPH) karena:

  1. Pekerja ditahan dan tidak dapat melakukan pekerjaan (setelah 6 bulan)
  2. Pekerja ditahan dan diputuskan bersalah

Kemudian, pekerja hanya akan mendapatkan uang penggantian hak UPH dan uang pisah, jika terjadi PHK karena:

  1. Pekerja mangkir 5 hari atau lebih dan telah dipanggil 2 kali secara patut
  2. Mengundurkan diri tanpa tekanan

Perhitungan pesangon untuk pekerja yang  mengundurkan diri

Sedangkan pekerja yang mengundurkan diri dengan sukarela atau atas kemauan sendiri (resign) tidak berhak mendapatkan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja. Mereka hanya berhak atas uang penggantian hak (UPH).

(Baca juga:  Cara Mengelola Uang Pesangon yang Benar)

Khusus bagi karyawan yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, berdasarkan Pasal 162 ayat (2) UU Ketenagakerjaan juga berhak diberikan uang pisah yang besaran nilainya dan prosedur pemberiannya menjadi kewenangan para pihak yang terlibat dalam perjanjian kerja.