Kaitan Bunga Perbankan dan Riba

Riba dalam hukum Islam termasuk salah satu dosa besar dan dalam praktiknya terdapat dalam tiap transaksi finansial, baik dalam jual beli mapun simpan pinjam. Kaum Muslimin amat sangat menghindari yang namanya riba ini.

Walau pada kenyataannya banyak sekali masyarakat yang susah membedakan sebuah transaksi apakah terdapat riba di dalamnya atau tidak. Dan apakah bunga perbankan termasuk riba apa tidak.

Secara bahasa Riba bermakna tambahan (ziyadah), dan secara linguistik dimaknai tumbuh dan membesar. Secara pemahan menyeluruh Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan pada peminjam.

(Baca juga: Ini Perhitungan Bunga yang Lebih Menguntungkan Bila Ingin Mengajukan Kredit Bank)

Selain Islam, ternyata praktek riba juga ditentang oleh agama lain, baik itu dari Kristen, Hindu, Budha, dan Yunani. Salah satu dalil yang menyatakan larangan akan riba dalam Kristen terdapat dalam Perjanjian Baru Injil Lukas ayat 34,

“Jika kamu menghutangi kepada orang yang kamu harapkan imbalannya, maka di mana sebenarnya kehormatanmu, tetapi berbuatlah kebaikan dan berikanlah pinjaman dengan tidak mengharapkan kembalinya, karena pahala kamu akan sangat banyak .

Dengan demikian dipahami bahwa riba tidak sesuai dan dilarang dalam banyak agama. Lalu bagaimana dengan bunga bank? Apakah termasuk riba?

Lembaga keuangan di negara kita yang umumnya kita kenal dengan istilah bank, menggunkan sistem bunga dalam tiap transaksinya. Dan bunga merupakan tulang punggung bagi bank konvensional sebagi sumber penghasilan untuk menutupi biaya operasional dan mengambil keuntungan. Namun tidak semua bank menggunakan sistem bunga, bank syariah menerapkan sistem bagi hasil.

Ada 2 jenis bunga yang diberikan pihak bank pada nasabahnya;

  • Bunga simpanan, yang mana balas jasa dari bank pada nasabahnya yang telah menyimpang uangnya. Contohnya adalah bunga tabungan dan bunga deposito
  • Bunga pinjaman, yang mana nasabah akan dibebankan bunga karena memiliki pinjaman di bank. Contohnya bunga kredit.

Pendapat ulama pun beragam,

A. Majelis Tarjih Muhammadiyah

  • Riba hukumnya haram dengan nash sharih Al Qur’an dan Sunnah,
  • Bank dengan sistem riba hukumnya haram, bank tanpa riba hukumnya halal
  • Bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara pada nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku, hukumnya musytabihat (samar-samar, butuh penelitian lebih lanjut)

B. Lajnah Bahsul Masa’il Nahdhatul Ulama

  • Haram, sebab termasuk utang yang dipungut rentenir
  • Halal, sebab tidak ada syarat pada waktu akad atau perjanjian kredit
  • Syubhat (tidak tentu halal haramnya), sebab para ahli hukum berselisih pendapat tentangnya.

Sebagian besar para ulama berpendapat bahwa hukum dari bunga perbankan adalah haram, meskipun juga ada yang berpendapat belum jelas halal haramnya sehingga dibutuhkan penelitian yang lebih mendalam lagi.

Lalu apa yang membedakan bunga bank dengan sistem bagi hasil yang diterapkan bank syariah?

(Baca juga: Serba-serbi KTA Syariah, Pinjaman Dana Halal dengan Berbagai Kelebihan)

Pada dasarnya dan sederhananya adalah dalam sistem bunga, pihak yang memberikan pinjaman akan selalu untung, sedangkan dalam sistem bagi hasil, kedua belah pihak baik si peminjam maupun pemberi pinjaman bisa mengalami untung atau rugi.

cekaja-daftar-kartu-kredit

Dampak buruk dari praktik riba ini adalah si peminjam akan terpaksa menerima perjanjian kredit yang mana posisinya akan sangat lemah dan hasil jerih payahnya akan terus diperas oleh si pemberi pinjaman.

Penerima pinjaman juga akan sangat berpotensi terlilit dalam hutang yang tidak berkesudahan, yang mana bunga yang dipikul bisa berbunga jika penerima pinjaman telat membayar hutangnya. Contoh kasus yang sering terjadi adalah di praktek pinjaman pada rentenir.

Dengan penjelasan riba dan bunga perbankan ini diharapkan masyarakat bisa lebih teliti lagi dalam urusan finansial, terlebih untuk simpan pinjam ini.

Semoga bermanfaat.