Lupakan 7 Mitos Ini, Ketahui Cara Tepat Menangani Anak Autis

Banyak sekali informasi tentang autisme yang selama ini telah beredar dan akhirnya dipercaya. Namun ternyata, tak semua penyataan tersebut benar. Menjelang Hari Autisme Sedunia, yuk singkirkan mitos yang cenderung menyesatkan itu cara tepat menangani penyandang autisme.

Cara Tepat Menangani Anak Autis

Autisme adalah gangguan perkembangan otak yang memengaruhi kemampuan penderita dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Penyandang autis umumnya memiliki kecerdasan yang normal, bahkan di atas rata-rata.

Namun tingginya IQ mereka tidak sebanding dengan EQ (kecerdasan emosional) dan SQ (kecerdasan spiritual). Berdasarkan data yang dihimpun World Health Organization (WHO), autisme terjadi pada 1 dari 160 anak di seluruh dunia.

Meski bisa disembuhkan, tapi banyak mitos tentang autisme yang terlanjur jadi momok di tengah masyarakat. Simak 7 kesalahkaprahan berikut ini:

1. Vaksin menyebabkan autis

Sering kali penyebab autisme disebut-sebut karena vaksin. Hal ini jelas merupakan mitos yang amat keliru. Menurut psikolog klinis dari Autism Speak Thomas Frazier, hasil penelitian selama dua puluh tahun belakangan sudah membuktikan tidak ada hubungan antara vaksin imunisasi dengan autisme. Oleh karenanya, jangan ragu untuk terus melengkapi vaksinasi anak sejak lahir.

2. Anak autis tak acuh dengan perasaan orang lain

Terkadang, penyandang autisme juga ditakutkan lantaran mitos yang beredar kalau mereka tak tidak bisa merasakan emosi selain marah, hingga ogah peduli dengan perasaan orang lain.

Padahal kenyataannya, sebagian besar anak dengan autisme bisa mengenali dan merasakan berbagai macam emosi sederhana, seperti bahagia atau sedih. Fakta ini dikemukakan dalam jurnal Pediatric Health, Medicine, and Therapeutics. Hanya cara mengekspresikannya saja yang berbeda.

3. Autisme penyakit jiwa? Salah!

Kalau ada yang bilang autisme itu penyakit jiwa, salah besar ya. Autisme bukanlah penyakit jiwa atau gangguan kesehatan mental. Berdasarkan jurnal American Psychiatric Association, gangguan spektrum autis adalah kumpulan kondisi gangguan neurodevelopmental dengan karakteristik defisit dalam komunikasi sosial dan menunjukkan perilaku, minat, atau aktivitas dengan pola berulang.

(Baca Juga: Anak Dian Sastro Pernah Idap Autisme, Kenali 7 Ciri-Cirinya)

4. Down syndrome dan autis sama

Banyak juga yang menganggap bahwa autisme dan down syndrome itu sama. Padahal kedua gangguan tersebut jelas berbeda. Baik dari segi penyebab, gejala, hingga ciri fisik penyandangnya.

Umumnya penyandang autisme sempat berkembang dengan normal, namun sebelum mencapai umur 3 tahun perkembangannya terhenti, lalu timbul kemunduran secara bertahap. Sementara anak dengan down syndrome sangat mudah dikenali dari profil wajah dan bentuk fisik mereka. Penyebab munculnya sindrom ini pun murni akibat kelainan pada kromosom.

5. Penyandang autis tak bisa bergaul

Terbatanya kemampuan komunikasi dan sosial, anak autis memang sering terlihat pemalu, tidak ramah, dan kesulitan bergaul. Menurut Foundation for Autism Support and Training, mereka punya keinginan untuk menjalin hubungan pertemanan seperti anak pada umumnya, kok. Akan tetapi, anak-anak dengan autisme ini tak tahu cara memulai dan melakukannya.

6. Autisme hadir karena pola asuh salah

Mitos autisme ini berawal dari teori refrigerator mother yang menyebutkan kalau pola asuh orang tua yang dingin dan cuek bisa membuat anak trauma dan akhirnya menjadi autis. Namun, studi yang dilakukan oleh Dr. Bernard Rimland dari Autism Research Institute membuktikan kalau gaya pola asuh anak sama sekali tidak menyebabkan autisme.

Faktor penyebab autisme cukup banyak, beberapa di antaranya diduga kuat berkaitan dengan obat-obatan yang dikonsumsi saat hamil seperti valproic dan thalidomide. Lalu karena ada kelainana area tertentu di otak, termasuk serebal korteks dan cerebellum yang bertanggung jawab pada konsentrasi, pergerakan dan pengaturan mood, berkaitan dengan autisme.

7. Kecerdasan di bawah rata-rata

Tahukah kamu kalau beberapa ilmuwan seperti Albert Einstein dan Isaac Newton adalah penyandang autisme? Nah, jadi salah apabila ada yang menyebut kecerdasan anak autis di bawah rata-rata.

Berdasarkan National Research Council, anak autis umumnya memiliki IQ normal sampai tinggi dan beberapa bahkan sangat berbakat dalam matematika, musik, maupun bidang lain. Saat dewasa nanti, mereka juga bisa bekerja dengan baik dalam bidang yang ditekuninya.

(Baca Juga: Autisme dan Penyandangnya yang Berpengaruh di Dunia)

Cara Tepat Menangani Anak Autis

Membesarkan anak dengan kondisi autisme bukanlah hal mudah. Anak seolah memiliki dunia dan lamban dalam merespon komunikasi. Tak heran kalau orangtua membutuhkan kesabaran lebih untuk menanganinya.

Bagi kamu yang diaugerahi anak dengan “keistimewaan” ini, jangan putus asa. Ada banyak jalan untuk membantunya lebih percaya diri dalam berkomunikasi dan meningkatkan kemampuan belajar, sehingga tumbuh kembang sang buah hati tak jauh berbeda dengan orang normal.

Pertama, lakukan konsultasi dengan psikolog atau psikiater mengenai seluk beluk autism. Mulai dari penyebabnya, keluhan yang muncul pada anak, dan pilihan jenis terapinya. Jika kamu sudah dibekali banyak informasi yang valid dari sang ahli, kemudian tinggal lanjutkan penanganan dengan 3 cara ini:

  • Memilih jenis terapi

Anak autis biasanya mengalami keterlambatan di beberapa hal. Semisal dalam berbicara, perkembangan motorik halus, hingga masalah sensitivitas. Untuk memperbaikinya, ada beberapa pilihan terapi yang dapat kamu pilih sesuai dengan keluhan anak dan rujukan psikolog atau psikiater. Mulai dari terapi wicara, terapi okupasi, terapi perilaku dan terapi pendidikan.

  • Alternatif pengobatan

Umumnya anak dengan gangguan autisme mudah sekali cemas hingga depresi. Selain itu mereka juga sering susah tidur dan perilakunya cenderung agresif. Maka di samping terapi dari segi psikologis, kamu juga perlu mencari alternatif pengobatan.

  • Bergabung dengan komunitas

Jika merasa sendiri menghadapi kondisi ini, terlebih ada saja cemooh dari orang lain, cobalah bergabung dengan komunitas autisme di Indonesia. Biasanya selain mendapat dukungan moril, kamu juga bisa lebih mudah bertukar info seputar penanganan anak autis berdasarkan pengalaman mereka pribadi. Tanpa disadari, lama kelamaan lebih percaya diri dan bersemangat untuk mendampingi anak.

Penyandang autisme juga berhak atas jenjang pendidikan seperti anak-anak pada umumnya. Demi masa depan yang cerah, dukung kebutuhan utama mereka ini dengan memiliki asuransi pendidikan, agar seluruh biaya sekolahnya ditanggung sampai kuliah nanti. Jadi, sebagai orangtua kamu bisa fokus mengurus terapinya hingga sang buah hati berhasil tumbuh dan berkembang normal.

Cek jenis asuransi lain yang tak kalah pentingnya melindungi segala risiko dalam hidupmu melalui CekAja.com!