Penerapan Mata Uang Digital untuk Fintech Perlu Kajian
2 menit membacaPerubahan gaya hidup masyarakat dan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi memicu tumbuhnya bisnis berbasis digital. Menjamurnya bisnis berbasis digital yaitu e-commerce dan financial technology tentunya membutuhkan alat pembayaran yang lebih cepat, aman dan efisien. Apakah itu?
Seperti yang disampaikan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, menurutnya penggunaan e-money dan cryptocurrency dalam bisnis berbasis digital akan terhambat beberapa keterbatasan.
Karena itu, banyak negara mulai mengkaji dan mencoba menerapkan Central Bank Digital currency (CBDC) dan Crypto Fiat Currency yang menggunakan teknologi Block Chain (Distributed Ledger Technology) serta didukung oleh sovereign currency (diterbitkan oleh Bank Sentral).
(Baca juga: 6 Produk Tabungan Terbaik untuk Bisnis yang Bisa Dimiliki!)
Wimboh menyampaikan bahwa penerapan CBDC yang menggunakan teknologi Distributed Ledger di Indonesia perlu untuk terus dikaji penerapannya. Mengapa? Karena adanya manfaat pada penguatan sistem pembayaran.
“Untuk Indonesia yang berpenduduk besar dan kondisi demografi yang tersebar di sekitar 17 ribu pulau, berkembangnya financial technology dan digital payments yang handal harus terus kita dukung karena merupakan salah satu solusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui tersedianya akses keuangan,” kata Wimbom dalam acara Seminar tentang Standarisasi Mata Uang Digital Fiat (DFC) dan Penerapannya di Cornell Tech, New York, seperti dikutip CekAja.com dari siaran pers OJK.
Seminar tersebut membahas tren teknologi terbaru dan inovasi di penerbitan mata uang digital dan pengaruhnya terhadap ekonomi dan stabilitas sistem keuangan.
Menghemat Banyak Biaya
Wimboh mengatakan bahwa penerapan CBDC ini harus tetap mempertahankan peran Bank Sentral sebagai Otoritas Moneter dan Sistem Pembayaran. Aspek stabilitas sistem keuangan dan perlindungan konsumen juga tidak boleh dikesampingkan dalam penerapan CBDC.
Penerapan CBDC ini akan menghemat banyak biaya di sistem pembayaran dan mempercepat peningkatan inklusi keuangan masyarakat. Dalam penerapannya, tentu memerlukan transisi bertahap dan paralel serta mekanisme konversi juga harus jelas dan transparan. Begitu pula dari aspek legalitas juga perlu untuk disesuaikan.
Penyesuaian legalitas sistem pembayaran digital di negara berkembang terbilang relatif lebih mudah daripada di negara Amerika Serikat yang membutuhkan proses lebih panjang. Hal tersebut berdasarkan riset dari Angela Walch, Professor di St. Mary’s University School of Law.
GPN Patut Diapresiasi
Ekosistem sistem pembayaran yang terintegrasi sangat dibutuhkan sehingga kehadiran National Payment Gateway alias Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) oleh Bank Indonesia merupakan langkah awal yang patut diapresiasi yang menghadirkan single network untuk transaksi domestik.
OJK bersama dengan Pemerintah, Bank Indonesia akademisi dan juga lembaga internasional memiliki komitmen sebagai global collective efforts untuk menerapkan CBDC dapat berkembang ke arah yang dikehendaki dan membawa manfaat bagi masyarakat luas.