Tips Agar Tidak Tertipu Saat Beli Rumah Baru
2 menit membacaMembeli rumah baru butuh strategi. Apalagi rumah yang akan dibeli belum dibangun, alias masih hanya tanah kosong yang baru sekadar memiliki perencanaan. Agar tidak tertipu, berikut adalah hal-hal yang mesti kamu ketahui;
Properti jadi salah satu investasi yang menjanjikan. Investasi jenis ini makin diminati karena harga properti meningkat setiap tahun. Peminatnya pun tidak sedikit yang masih berusia muda. Berdasarkan sebuah survei online yang hasilnya dipublikasikan pada tahun 2014 lalu, anak muda berusia dibawah 25 tahun sudah mulai mencari-cari informasi properti. Dan mereka yang berusia 25-35 tahun adalah golongan yang bersemangat membeli rumah pertama (first time home buyer).
Survei tersebut dilakukan sejak bulan Juni sampai Agustus 2014 dengan melibatkan 2.590 koresponden yang menjawab 65 pertanyaan. Hasilnya diketahui bahwa peminat properti terdiri atas 31% wanita dan 69% pria. Dari segi status, presentasenya lebih banyak terdapat pada koresponden yang telah menikah, yakni 72% dibandingkan dengan koresponden lajang, yakni sebesar 26%.
Namun seringkali, minimnya pengetahuan di bidang properti membuat kamu yang berusia muda tidak jeli sebelum membeli. Pada akhirnya mau untung malah jadi buntung karena kena tipu. Untuk kamu yang baru pertama kali membeli properti, ini alasan agar sebaiknya tidak membeli properti yang belum dibangun.
(Baca juga: Strategi Miliki Properti Rp2 miliar Sebelum Usia 30 Tahun)
Pastikan bangunan tidak dibangun di tanah sengketa
Sebelum memutuskan membayar DP (Down Payment), cari tahu dulu mengenai status kepemilikan tanah. Apakah tanah proyek properti tersebut telah memiliki sertifikat atau belum. Konsumen juga harus memastikan tanah proyek sudah dikuasai pengembang dengan bukti sertifikat kepemilikan. Jika tidak dicari tahu, takutnya uangmu malah digunakan pengembang untuk membiayai pembebasan dan penguasaan lahan.
Pastikan perizinan lengkap
Surat Izin Penunjukkan Penggunaan Tanah (SIPPT) diperlukan agar konsumen punya kepastian membeli properti dengan objek yang jelas, yakni hunian (rumah atau apartemen), bukan komersial. Terakhir, aspek legalitas perizinan teknis yakni Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Legalitas ini juga tak kalah penting, karena pengembang tidak bisa membangun tanpa mengatongi IMB.
(Baca juga: Orangtuamu Beli Rumah Saat Usia 30, Kenapa Kamu Belum Sanggup Mengikutinya Hingga Kini?)
Cari tahu apakah pengembangnya pernah terlibat “kenakalan”
Aspek lain yang harus dipertimbangkan adalah kredibelitas pengembang. Cara sederhana untuk mengecek rekam jejak pengembang adalah mencari tahu apakah pengembang tersebut merupakan anggota asosiasi yang diakui pemerintah seperti Real Estate Indonesia (REI) atau Asosiasi Pegembang perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi).
Keanggotaan asosiasi ini sangat penting. Karena jika terjadi kasus penipuan akan mudah ditelusuri dan dimintai tanggung jawab. Minimal, REI atau Apersi bisa menjadi mediator. Pengembang yang tidak bisa membangun tuntas proyeknya bisa dikategorikan pengembang nakal. Meskipun mereka memiliki portofolio lainnya yang sukses dibangun.
Jangan pilih pengembang yang hanya merayu dengan janji-janji palsu
Jangan mudah terjerat dengan mulut manis pengembang yang merayu dengan diskon harga besar-besaran, hadiah furniture, atau kemudahan pembayaran (cicilan dan tunai bertahap tanpa bunga). Banyak konsumen yang terjebak lalu membayarkan sejumlah uang begitu saja. Sementara kenyataannya pengembang belum tentu telah menguasai lahan atau memenuhi perizinan untuk membangun properti.
(Baca juga: Artis Terkaya di Indonesia Vs Atlet, Gaji Siapa yang Lebih Tinggi?)
Telah banyak pemberitaan yang menceritakan tentan hal-hal yang disebutkan. Namun, apabila kamu bisa lebih berhati-hati, maka risiko pun bisa diminimalisir untuk terjadi.